Normal view

Apa Narasi Kripto Utama yang Layak Diperhatikan di 2026?

24 December 2025 at 06:30

Fase pertumbuhan berikutnya dari dunia aset kripto sedang berlangsung dengan tenang, karena narasi kripto kini mulai beralih ke penggunaan sehari-hari. Adopsi pada tahun 2026 semakin dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat sudah memanfaatkan aset kripto dalam kehidupan finansial sehari-hari.

Dalam sebuah wawancara bersama BeInCrypto, perwakilan dari CakeWallet dan SynFutures memaparkan ke mana arah masa depan kripto secara realistis selama satu tahun ke depan. Menurut mereka, pembayaran, tabungan, dan manajemen risiko kini menggantikan spekulasi sebagai faktor utama penggerak aktivitas kripto yang berkelanjutan.

Kripto sebagai Uang Sehari-hari

Salah satu tanda paling jelas terkait adopsi kripto menuju 2026 adalah perannya yang makin besar sebagai uang sehari-hari, terutama di kawasan yang sistem keuangannya tidak stabil atau sukar diakses.

Sekarang, alih-alih hanya untuk spekulasi, aset kripto makin sering dimanfaatkan sebagai alat praktis untuk menabung, bertransaksi, dan mengirimkan nilai.

“Jawabannya sangat beragam tergantung dari mana kamu berasal, tapi saya melihat ada dua kasus besar untuk pertumbuhan di 2026,” ujar Seth for Privacy, Wakil Presiden CakeWallet. “Yang pertama ada di Global South, di mana permintaan stablecoin melonjak tajam beberapa tahun terakhir.”

Crypto adoption shifts from wallet counts to weekday spending as new behavioral metrics and loyalty economics redefine what real usage means. pic.twitter.com/Hv014vx6Ej

— Kira (@Kira_Crypto247) December 22, 2025

Di kawasan ini, aset kripto sering kali mengisi kekosongan akibat inflasi, kontrol modal, atau infrastruktur perbankan yang lemah. Khusus stablecoin, orang bisa terus menyimpan nilai dalam mata uang yang tidak gampang jatuh nilainya serta mudah dikirimkan.

“Kemungkinan untuk orang biasa di Nikaragua, misalnya, menggunakan stablecoin seperti USDT dengan cara yang menjaga privasi untuk menyimpan kekayaan dan membayar kebutuhan riil, akan sangat membantu mereka melindungi diri dari kejahatan dan pencurian,” terang eksekutif tersebut.

Seiring makin dikenalnya kripto, privasi juga jadi semakin penting. Bagi pengguna yang mengandalkan kripto untuk belanja harian, melindungi data transaksi bukan sekadar soal ideologi, melainkan demi keamanan pribadi.

Dalam konteks ini, kebutuhanlah yang mendorong adopsi—bukan sekadar antusiasme—dan pertumbuhan tetap berjalan tanpa melihat siklus pasar.

Ketika berbagai kasus penggunaan ini makin matang, alat-alat penunjangnya—terutama stablecoin—kian berperan sentral dalam cara kerja dunia kripto di seluruh dunia.

Yield dan Pembayaran Stablecoin

Meski stablecoin sudah lama diidentikkan dengan negara berkembang, perannya kini turut meluas dengan pesat ke negara maju. Pada 2026, stablecoin mulai diposisikan sebagai alat keuangan utama, bukan sekadar jembatan sementara antara kripto dan fiat.

“Sampai saat ini, pasar terbesar yang masih belum tersentuh ialah Barat,” tutur Seth. “Banyak orang melewatkan manfaat stablecoin karena akses perbankan dan fiat yang mudah.”

Our 2026 Infra Year Ahead Report is out now!

Stablecoins have become the most important infrastructure story in crypto.

Every fintech wave promised to fix payments but just layered better UX on the same infrastructure. Revolut and Nubank delivered better experiences while… pic.twitter.com/zEhC6sndmv

— Delphi Digital (@Delphi_Digital) December 17, 2025

Namun, pandangan tersebut bisa berubah ketika pengguna mulai membandingkan kecepatan dan kemudahan transfer stablecoin dengan sistem keuangan tradisional. Bagi banyak orang, keunggulan utamanya terletak pada menghindari keterlambatan, biaya, dan perantara yang tidak perlu.

“Setelah para pengguna ini paham betapa lebih mudahnya berpindah antara Bitcoin dan USDT dibandingkan fiat, laju adopsi akan meningkat pesat,” tambah dia.

Stablecoin kini membentuk bagaimana aktivitas keuangan on-chain berlangsung. Makin banyak pengguna berpotensi tertarik pada stablecoin untuk meraup pendapatan pasif di 2026, dengan memanfaatkan yield DeFi.

“Stablecoin kini menjadi lapisan dasar untuk trading DeFi dan pasar derivatif,” ucap Wenny Cai, COO SynFutures. Ia menambahkan, kini aset tersebut tidak sekadar disimpan diam, melainkan juga aktif digunakan sebagai saldo. Para pengguna mulai memperlakukan stablecoin sebagai “modal kerja—dana yang aktif diputar, bukan sekadar diparkir.”

Pergeseran cara orang menyimpan dan menggerakkan nilai inilah yang mulai mengubah interaksi pengguna terhadap kripto, bukan hanya sekadar pembayaran biasa.

Saat Penggunaan Menjadi Sengaja

Bersamaan dengan makin matangnya pasar kripto, perilaku pengguna pun ikut berubah. Alih-alih mengejar pergerakan harga jangka pendek, banyak pengguna kini mulai memanfaatkan kripto secara lebih terarah dan terkendali.

“Kita akan melihat adanya pergeseran penggunaan kripto sebagai uang, akhirnya!” papar Seth kepada BeInCrypto. “Saat spekulasi mulai mereda dan harga mulai stabil, kita akan terus melihat pertumbuhan penggunaan kripto untuk benar-benar membayar barang dan jasa.”

Pada waktu yang sama, sebagian pengguna juga mulai memanfaatkan alat yang memungkinkan mereka mengelola eksposur dan ketidakpastian secara lebih baik. Menurut Cai, pada 2026 pengguna ritel akan lebih condong ke pengelolaan modal aktif, bukan sekadar spekulasi pasif.

Bukannya makin menyebar investasi, kini pengguna justru semakin memfokuskan perhatian mereka.

“Alih-alih membeli dan hold puluhan token, pengguna kini lebih memilih trading aset besar dengan leverage, melakukan lindung nilai atas risiko penurunan, atau memakai strategi terstruktur—semuanya di on-chain,” jelasnya.

Meski mekanismenya bisa jadi rumit, motivasinya sangat sederhana. Pengguna ingin memiliki lebih banyak kendali, hasil yang lebih jelas, dan risiko kejutan yang lebih sedikit.

Bersamaan dengan perubahan perilaku pengguna, adopsi pun makin meluas ke beragam kelompok dan sektor industri.

Integrasi DeFi dan TradFi

Adopsi aset kripto di tahun 2026 tidak terbatas hanya pada satu kelompok demografis

Justru, adopsi aset kripto mencakup individu, bisnis, dan pelaku pasar profesional, di mana masing-masing punya kebutuhan yang berbeda.

“Pertumbuhan terbesar secara keseluruhan masih terjadi di Global South, tempat orang-orang benar-benar punya kebutuhan nyata hari ini, bukan sekadar ingin berspekulasi,” terang Seth. “Akses perbankan yang buruk, mata uang fiat yang cepat terdepresiasi, dan kontrol remitansi yang ketat membuat negara-negara ini sangat siap mempercepat penggunaan aset kripto pada 2026.”

"But no one uses it as money!"

For years, skeptics dismissed Bitcoin with the same tired line: "No one actually uses it for payments."

That argument no longer stands up under scrutiny.

As of mid-December 2025, there are now 24,113 verified bitcoin-accepting merchants… pic.twitter.com/xpL00iY8cp

— Alex Stanczyk ∞/21m (@alexstanczyk) December 17, 2025

Sementara itu, pengguna profesional makin banyak yang mengintegrasikan alat kripto ke dalam proses operasional yang sudah mereka miliki.

“Selain fintech, perusahaan trading, manajer aset digital, dan broker online menjadi pelaku terdepan dalam mengadopsi alat DeFi di tahun 2026,” papar Cai.

Yang kini berubah adalah tingkat kesiapan. Infrastruktur sudah lebih maju, platform makin stabil, serta alat yang tersedia bisa mendukung aktivitas dengan volume besar secara konsisten. Alhasil, adopsi aset kripto kini tidak lagi dianggap percobaan, melainkan sebagai keputusan bisnis yang nyata.

Meski makin luas, tetap ada satu tantangan yang masih sangat memengaruhi seberapa jauh aset kripto bisa berkembang secara realistis.

Platform yang Membuat Aset Kripto Mudah Digunakan

Dari kedua wawancara, ada satu kesimpulan yang sama: hambatan utama untuk memperluas adopsi aset kripto bukan lagi masalah kemampuan teknis, regulasi, maupun likuiditas.

“Tentu saja user experience,” ujar Seth saat ditanya apa yang paling bisa mendorong pertumbuhan aset kripto di 2026. “Terlalu lama, alat-alat kripto dibuat ‘oleh para nerd untuk para nerd’.”

Cai juga sependapat dari sisi trading

“Infrastruktur sudah berfungsi, likuiditas tersedia, dan permintaan sudah terbukti—namun alat trading yang canggih masih terasa menakutkan bagi banyak pengguna,” tutur dia.

Ketika aset kripto memasuki fase berikutnya, keberhasilannya bakal makin bergantung pada kejelasan serta kesederhanaan. Platform yang membuat alat-alat canggih terasa mudah dipahami dan aman kemungkinan besar akan mendapatkan penggunaan yang berkelanjutan.

Pada 2026, narasi kripto yang paling penting mungkin justru yang tidak disadari oleh pengguna—karena semuanya berjalan begitu saja.

Tiga Raksasa Keuangan Prediksi Alasan Aset Kripto Hadapi Ujian Terberat pada 2026

24 December 2025 at 05:30

Tahun ini, dunia aset kripto terlihat semakin dewasa dan tidak lagi seperti percobaan, karena dipengaruhi oleh konsolidasi institusi, regulasi yang bergerak lebih cepat, dan tekanan ekonomi makro yang terus meningkat.

Menuju tahun 2026, arah industri ini akan sangat bergantung pada aset mana yang mampu bertahan menghadapi pengawasan institusi, serta bagaimana risiko resesi, perubahan kebijakan moneter, dan adopsi stablecoin membentuk ulang posisi aset kripto dalam sistem keuangan berbasis Dollar AS.

Modal institusi dorong konsolidasi aset kripto

Sepanjang tahun 2025, BeInCrypto berbicara dengan investor berpengalaman dan ekonom terkemuka untuk menilai ke mana arah industri aset kripto dan apa yang akan terjadi di masa depan pada sektor yang selama ini identik dengan ketidakpastian.

Investor Shark Tank, Kevin O’Leary, memulai dengan asumsi sederhana. Ketika modal institusi masuk ke pasar, tren investasi kripto jadi beralih dari aktivitas ‘berburu token’ tanpa batas menuju sekumpulan aset yang masuk akal untuk dialokasikan dalam jangka panjang.

Ia menjadikan pengalamannya sendiri sebagai contoh kasus. O’Leary awalnya merupakan skeptis terhadap kripto, namun setelah regulasi mulai terbentuk, ia memutuskan untuk ikut terjun.

Pada awalnya, ia membeli aset secara luas. Portofolionya sempat berisi 27 token. Ia kemudian menyadari bahwa strategi itu berlebihan. Kini, ia hanya memegang tiga aset kripto, yang menurutnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

“If you statistically look at the volatility of just Bitcoin and Ethereum and a stablecoin for liquidity… That’s all I need to own,” ujar O’Leary dalam salah satu episode podcast BeInCrypto ini.

Bagi O’Leary, setiap aset punya fungsi tersendiri. Ia menggambarkan Bitcoin sebagai pelindung nilai terhadap inflasi, dan sering membandingkannya dengan emas digital yang memiliki nilai karena kelangkaan dan sifat terdesentralisasi.

Ethereum, sebaliknya, bukan sebagai mata uang, melainkan infrastruktur inti bagi sistem keuangan baru, dimana pertumbuhan jangka panjangnya bergantung pada teknologi tersebut. Stablecoin, ucapnya, ia simpan demi fleksibilitas, bukan untuk mengejar keuntungan besar.

🦈 Kevin O’Leary says Ethereum is not just a trend but a market shift.

What drives this shift: scalability, trust, or something bigger? pic.twitter.com/yLV5sE7Bhi

— BeInCrypto (@beincrypto) September 9, 2025

Kerangka berpikir tersebut membentuk pandangannya untuk tahun 2026. Seiring regulasi yang makin maju dan partisipasi institusi semakin dalam, O’Leary memperkirakan modal akan terkonsentrasi di Bitcoin dan Ethereum sebagai aset inti pasar. Token lain akan kesulitan untuk mendapatkan alokasi secara berkelanjutan dan akan lebih banyak bersaing di pinggiran pasar.

Di situasi seperti itu, investasi kripto akan meninggalkan spekulasi dan lebih fokus membangun portofolio dengan disiplin, lebih mirip seperti pengelolaan kelas aset tradisional.

Tetapi meski para investor mempersempit portofolio mereka, masalah tentang pihak mana yang pada akhirnya mengendalikan infrastruktur keuangan kripto justru semakin kompleks.

Kontrol Dollar Berpindah ke Onchain

Ketika investor seperti O’Leary memilih konsentrasi aset, ekonom Yunani sekaligus mantan menteri keuangan, Yanis Varoufakis, melihat pergeseran lain yang terjadi.

Pada sebuah episode podcast BeInCrypto ini, ia menyoroti bahwa kendali terhadap infrastruktur moneter kripto kini semakin ketat, terutama setelah stablecoin mulai diawasi secara lebih dekat oleh negara dan korporasi.

Varoufakis menilai kebijakan AS belakangan ini sebagai titik balik. Dengan mendorong undang-undang seperti GENIUS Act, Washington mengadopsi perluasan sistem Dollar berbasis stablecoin. Alih-alih menantang tatanan keuangan saat ini, stablecoin justru digunakan untuk memperkuatnya.

Wall Street’s next move to control crypto https://t.co/ixPa4ZoOZh

— Yanis Varoufakis (@yanisvaroufakis) October 30, 2025

Dia menghubungkan strategi ini dengan logika dari apa yang disebut sebagai Mar-a-Lago Accord, yaitu melemahkan nilai tukar Dollar namun tetap menjaga dominasinya dalam sistem pembayaran global. Kontradiksi inilah yang menurutnya sangat berbahaya.

Varoufakis mengingatkan bahwa model ini menyerahkan kekuasaan moneter kepada penerbit swasta, yang memperbesar konsentrasi keuangan sambil mengurangi akuntabilitas publik. Menurut dia, risikonya meluas ke luar AS karena stablecoin berdenominasi Dollar menyebar ke berbagai ekonomi asing.

“As we speak, there are Malaysian companies, Indonesian companies, and companies here in Europe that increasingly use Tether… which is a huge problem. Suddenly, these countries… end up with central banks that do not control their money supply. So their capacity to effect monetary policy diminishes and that introduces instability,” tutur Varoufakis dalam episode podcast BeInCrypto.

Menatap tahun 2026, ia menggambarkan stablecoin seperti garis patahan sistemik.

Kegagalan besar di sektor ini dapat memicu guncangan keuangan lintas negara, membuka kerentanan terdalam kripto, bukan pada volatilitas harga, melainkan keterkaitan yang makin kuat dengan struktur kekuasaan lama.

Risiko ini memang masih bersifat teoritis selama kondisi pasar tenang. Ujian nyata akan terjadi ketika pertumbuhan melambat, likuiditas menyusut, dan pasar mulai tertekan.

Mantan penasihat ekonomi Ronald Reagan, Steve Hanke, mengingatkan bahwa ujian seperti itu akan segera tiba.

Perlambatan ekonomi uji kekuatan pasar

Dalam sebuah episode podcast BeInCrypto, profesor ekonomi terapan dari Johns Hopkins menyampaikan bahwa ekonomi Amerika Serikat menuju resesi, bukan karena inflasi, melainkan disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan dan pertumbuhan moneter yang lemah.

Hanke menunjukkan kebijakan tarif yang tidak konsisten dan defisit fiskal yang terus melebar sebagai faktor utama yang menahan investasi dan kepercayaan pelaku usaha.

“Ketika itu terjadi, investor yang sedang berencana investasi, misalnya untuk membangun pabrik baru, biasanya memilih menahan diri dan berkata, ‘kita tunggu situasinya lebih jelas dulu baru ambil tindakan selanjutnya.’ Akhirnya mereka menghentikan investasi,” tutur Hanke.

Seiring kondisi ekonomi semakin memburuk, Hanke memperkirakan Federal Reserve akan terus merespons dengan kebijakan moneter yang lebih longgar.

Dia memang tidak membahas aset kripto secara langsung. Tapi, sudut pandang makroekonomi yang ia paparkan akan membentuk situasi di mana aset kripto bakal diuji.

Likuiditas yang ketat lalu tiba-tiba dilonggarkan secara historis selalu membuka kelemahan di berbagai pasar keuangan, terutama di sistem yang sangat mengandalkan leverage atau kepercayaan yang rapuh.

Bagi aset kripto, dampaknya bersifat struktural, bukan sekadar spekulasi belaka.

Dalam situasi yang dihantui risiko resesi dan volatilitas kebijakan, tekanan ekonomi akan memperlihatkan hal-hal yang sebelumnya tersembunyi oleh pertumbuhan. Yang bertahan bukanlah yang tumbuh paling cepat, melainkan yang benar-benar kokoh menghadapi tekanan.

What are the Top Crypto Narratives Worth Paying Attention to in 2026?

24 December 2025 at 06:30

Crypto’s next phase of growth is unfolding quietly, with crypto narratives shifting toward everyday use. Adoption in 2026 is increasingly shaped by how people already use crypto in daily financial life.

In an interview with BeInCrypto, representatives from CakeWallet and SynFutures explained where crypto is realistically headed over the next year. According to them, payments, savings, and risk management are replacing speculation as the main drivers of sustained activity.

Crypto as Everyday Money

One of the clearest signs of real crypto adoption heading into 2026 is its growing role as everyday money, particularly in regions where traditional financial systems are unreliable or inaccessible. 

Rather than being used for speculation, crypto is increasingly becoming a practical tool for saving, spending, and transferring value.

“The answer to this varies widely based on where in the world you are, but I see two massive cases for growth in 2026,” said Seth for Privacy, Vice President of CakeWallet. “The first is in the Global South, where demand for stablecoins has skyrocketed in the last few years.”

Crypto adoption shifts from wallet counts to weekday spending as new behavioral metrics and loyalty economics redefine what real usage means. pic.twitter.com/Hv014vx6Ej

— Kira (@Kira_Crypto247) December 22, 2025

In these regions, crypto often fills gaps left by inflation, capital controls, or weak banking infrastructure. Stablecoins, in particular, allow people to hold value in a currency that does not rapidly depreciate, while remaining easy to transfer.

“The possibility for an average person in Nicaragua, for instance, to use stablecoins like USDT in a privacy-preserving way to store wealth and pay for real needs will help to protect and shield them against malice and theft,” the executive explained.

As crypto becomes more visible, privacy also becomes more important. For users relying on crypto for daily expenses, protecting transaction data is less about ideology and more about personal safety. 

In this context, adoption is driven by necessity rather than enthusiasm, and growth continues regardless of market cycles.

As these use cases mature, the tools supporting them—especially stablecoins—are becoming increasingly central to how crypto functions globally.

Stablecoin Yield and Payments

While stablecoins have long been associated with emerging markets, their role is expanding rapidly across more developed economies as well. In 2026, they are increasingly positioned as a core financial tool rather than a temporary bridge between crypto and fiat.

“By far the biggest market left untapped today is the West,” Seth said. “Many people have overlooked the usefulness of stablecoins due to easy access to banking and fiat on-ramps.”

Our 2026 Infra Year Ahead Report is out now!

Stablecoins have become the most important infrastructure story in crypto.

Every fintech wave promised to fix payments but just layered better UX on the same infrastructure. Revolut and Nubank delivered better experiences while… pic.twitter.com/zEhC6sndmv

— Delphi Digital (@Delphi_Digital) December 17, 2025

However, that perception may shift as users begin to compare the speed and simplicity of stablecoin transfers with traditional financial rails. For many, the appeal lies in avoiding delays, fees, and unnecessary intermediaries.

“Once these users grasp how much easier it is to move back and forth between something like Bitcoin and USDT instead of fiat, the pace of adoption will escalate exponentially,” he added. 

Stablecoins are increasingly shaping how on-chain financial activity functions. More users will likely be attracted to stablecoins for passive income in 2026, tapping into DeFi yield.

“Stablecoins are becoming the base layer of DeFi trading and derivatives markets,” said Wenny Cai, COO at SynFutures. She added that, rather than sitting idle, these assets are increasingly used as active balances. Users are beginning to treat stablecoins as “working capital—funds that are actively deployed, not just parked.”

This shift in how value is held and moved is also changing how users interact with crypto beyond simple payments.

When Usage Becomes Intentional

As crypto markets mature, user behavior is changing alongside them. Instead of chasing short-term price movements, many users are focusing on using crypto in more controlled and intentional ways.

“We’ll see them shift to using crypto as money, finally!” Seth told BeInCrypto. “When speculation dies down and prices stabilize, we will continue to see massive growth in usage of crypto to actually pay for goods and services.”

At the same time, some users are engaging with tools that allow them to better manage exposure and uncertainty. According to Cai, retail users in 2026 are gravitating toward active capital management, not passive speculation.

Rather than overdiversifying, users are narrowing their focus.

“Instead of buying and holding dozens of tokens, users increasingly prefer to trade major assets with leverage, hedge downside risk, or deploy structured strategies—all on-chain,” she explained.

While the underlying mechanics can be complex, the motivation is straightforward. Users want more control, clearer outcomes, and fewer surprises.

As user behavior evolves, adoption is also broadening across different groups and industries.

DeFi and TradFi Integration

Crypto adoption in 2026 is not limited to a single demographic

Instead, it spans individuals, businesses, and professional market participants, each driven by different needs.

“The biggest overall growth is still happening in the Global South, where real people have real needs today, not just a desire to speculate,” Seth explained. “Poor access to banking, rapidly depreciating fiat currencies, and harsh remittance controls make these countries especially ready to accelerate their usage of crypto in 2026.”

"But no one uses it as money!"

For years, skeptics dismissed Bitcoin with the same tired line: "No one actually uses it for payments."

That argument no longer stands up under scrutiny.

As of mid-December 2025, there are now 24,113 verified bitcoin-accepting merchants… pic.twitter.com/xpL00iY8cp

— Alex Stanczyk ∞/21m (@alexstanczyk) December 17, 2025

In parallel, professional users are increasingly integrating crypto tools into existing operations.

“Beyond fintech, trading firms, digital asset managers, and online brokerages are leading adopters of DeFi tools in 2026,” Cai said.

What has changed is readiness. Infrastructure has improved, platforms are more stable, and tools now support consistent, high-volume activity. As a result, adoption is no longer framed as experimentation but as a practical business decision.

Yet even as adoption broadens, one challenge continues to shape how far crypto can realistically expand.

Platforms that Make Crypto Easy to Use

Across both interviews, one common conclusion stands out: the main barrier to broader adoption is no longer technical capability, regulation, or liquidity.

“Absolutely user experience,” said Seth when asked what would most unlock crypto’s growth in 2026. “For too long, crypto tools have been built ‘by nerds and for nerds’.”

Cai echoed that view from the trading side

“The infrastructure works, liquidity exists, and demand is proven—but advanced trading tools still feel intimidating to many users,” she said.

As crypto enters its next phase, success will increasingly depend on clarity and simplicity. Platforms that make powerful tools feel intuitive and safe are likely to capture sustained usage.

In 2026, the crypto narratives that matter most may be the ones users barely notice—because they simply work.

The post What are the Top Crypto Narratives Worth Paying Attention to in 2026? appeared first on BeInCrypto.

Three Financial Giants Predict Why Crypto Faces Its Hardest Test Yet in 2026

24 December 2025 at 05:30

This year, crypto looked less like an experiment and more like a maturing market, shaped by institutional consolidation, faster-moving regulation, and growing macroeconomic pressure. 

As the industry moves toward 2026, its direction will depend on which assets can withstand institutional scrutiny and how recession risk, monetary policy shifts, and stablecoin adoption reshape crypto’s place within the dollar-based financial order.

Institutional Capital Forces Crypto Consolidation

Throughout 2025, BeInCrypto spoke with veteran investors and leading economists to assess where the crypto industry is headed and what lies ahead for a sector long defined by uncertainty.

Shark Tank investor Kevin O’Leary starts from a simple premise. As institutional capital moves in, crypto shifts away from endless token hunting and toward a narrow set of assets that can justify long-term allocation.

He pointed to his own experience as a case study. O’Leary began as a crypto skeptic, but as regulation started to take shape, he chose to gain exposure.

At first, that meant buying broadly. His portfolio grew to 27 tokens. He later concluded that the approach was excessive. Today, he holds just three cryptocurrencies, which he said are more than enough for his needs.

“If you statistically look at the volatility of just Bitcoin and Ethereum and a stablecoin for liquidity… That’s all I need to own,” O’Leary told BeInCrypto in a podcast episode.

For O’Leary, each asset serves a specific function. He described Bitcoin as an inflation hedge, often comparing it to digital gold defined by scarcity and decentralization. 

Ethereum, by contrast, serves not as a currency but as core infrastructure for a new financial system, with long-term growth tied to its technology. Stablecoins, he noted, were held for flexibility rather than upside.

🦈 Kevin O’Leary says Ethereum is not just a trend but a market shift.

What drives this shift: scalability, trust, or something bigger? pic.twitter.com/yLV5sE7Bhi

— BeInCrypto (@beincrypto) September 9, 2025

That framework informs his outlook for 2026. As regulation advances and institutional participation deepens, O’Leary expects capital to concentrate around Bitcoin and Ethereum as the market’s core holdings. Other tokens will struggle to justify sustained allocation and will compete largely on the margins.

In that environment, crypto investing shifts away from speculation and toward disciplined portfolio construction, closer to how traditional asset classes are managed.

But even as investors narrow their holdings, the issue of who ultimately controls crypto’s monetary rails is becoming more complicated.

Dollar Control Moves Onchain

While investors like O’Leary focus on narrowing exposure, Greek economist and former finance minister Yanis Varoufakis pointed to a different shift.

In a BeInCrypto podcast episode, he argued that control over crypto’s monetary infrastructure is tightening, particularly as stablecoins move under closer state and corporate oversight.

Varoufakis pointed to recent US policy as a turning point. By advancing legislation such as the GENIUS Act, Washington is embracing a stablecoin-based extension of the dollar system. Rather than challenging the existing financial order, stablecoins are being positioned to reinforce it.

Wall Street’s next move to control crypto https://t.co/ixPa4ZoOZh

— Yanis Varoufakis (@yanisvaroufakis) October 30, 2025

He linked this approach to the logic of the so-called Mar-a-Lago Accord, which seeks to weaken the dollar’s exchange value while preserving its dominance in global payments. That contradiction sits at the center of his concern.

Varoufakis warned that this model outsources monetary power to private issuers, increasing financial concentration while reducing public accountability. The risks, he said, extend beyond the US, as dollar-backed stablecoins spread across foreign economies.

“As we speak, there are Malaysian companies, Indonesian companies, and companies here in Europe that increasingly use Tether… which is a huge problem. Suddenly, these countries… end up with central banks that do not control their money supply. So their capacity to effect monetary policy diminishes and that introduces instability,” Varoufakis said in a BeInCrypto podcast episode.

Looking ahead to 2026, he described stablecoins as a systemic fault line. 

A major failure could trigger a cross-border financial shock, exposing crypto’s deepest vulnerability, not volatility, but its growing entanglement with legacy power structures.

These risks remain largely theoretical in calm conditions. The real test comes when growth slows, liquidity tightens, and markets begin to strain.

Former economic advisor to Ronald Reagan, Steve Hanke, warned that such a stress test is approaching.

Economic Slowdown Stress Tests Markets

In a BeInCrypto podcast episode, the Johns Hopkins professor of applied economics said the US economy is heading toward a recession, driven not by inflation but by policy uncertainty and weak monetary growth.

Hanke pointed to inconsistent tariff policy and expanding fiscal deficits as key drags on investment and confidence. 

“When you have that, investors that are investing in, let’s say, a new factory or something, hunker down and say, ‘well, we’re going to wait and let the dust settle to see what’s going to happen.’ They stop investing,” Hanke said.

As economic conditions deteriorate, Hanke expects the Federal Reserve to continue to respond with looser monetary policy.

He did not address crypto directly. His macro outlook, however, defines the conditions under which crypto will be tested.

Tight liquidity followed by sudden easing has historically exposed weaknesses across financial markets, particularly in systems reliant on leverage or fragile confidence.

For crypto, the implication is structural rather than speculative. 

In an environment shaped by recession risk and policy volatility, stress reveals what growth conceals. What endures is not what expands fastest, but what is built to withstand contraction.

The post Three Financial Giants Predict Why Crypto Faces Its Hardest Test Yet in 2026 appeared first on BeInCrypto.

❌