Normal view

Received — 16 December 2025 Tech News & Update

Benarkah Headphone Bluetooth Berbahaya bagi Otak? Ini Penjelasan Ahli

15 December 2025 at 19:53
 Pemakaian headphone Bluetooth kini menjadi bagian dari keseharian banyak orang. Headphone Bluetooth bisa digunakan di berbagai kebutuhan seperti belajar melalui zoom, bekerja, berolahraga, atau hanya sekedar mendengarkan musik untuk entertainment. Headphone Bluetooth ini dianggap sangat praktis karena tidak menggunakan kabel. Namun di balik kepraktisannya, muncul kekhawatiran di tengah masyarakat tentang dampak kesehatan yang mungkin ditimbulkan, khususnya terhadap otak. Isu soal paparan radiasi kerap beredar di media sosial dan forum daring, sering kali tanpa disertai penjelasan ilmiah yang memadai.

Untuk menjawab kekhawatiran yang ada di masyarakat, kita perlu melihat persoalan ini dari sudut pandang ilmiahnya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji bagaimana teknologi Bluetooth bekerja, seberapa besar radiasi yang dipancarkan, serta potensi dampaknya bagi tubuh manusia. Dengan memahami data dan fakta ilmiah, masyarakat dapat menilai apakah penggunaan headphone Bluetooth benar-benar berbahaya atau justru kekhawatiran tersebut lebih dekat ke mitos.

Mitos atau Fakta Headphone Bluetooth Berbahaya?

Kekhawatiran utama terkait headphone Bluetooth umumnya berkaitan dengan paparan radiasi. Fakta yang perlu kita ketahui adalah perangkat Bluetooth memang memancarkan radiasi, tetapi jenisnya adalah radiasi non-ionisasi. Dilansir dari Health.com, radiasi non-ionisasi tidak memiliki energi yang cukup untuk merusak DNA atau memicu kanker, berbeda dengan radiasi ionisasi seperti sinar X atau paparan limbah radioaktif. Radiasi jenis ini juga dihasilkan oleh banyak perangkat elektronik sehari-hari, termasuk router Wi-Fi dan ponsel.

National Cancer Institute menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan pasti antara penggunaan perangkat nirkabel dengan penyakit kanker atau penyakit serius lainnya. Penggunaan headphone Bluetooth justru dinilai lebih aman dibandingkan menempelkan Handphone langsung ke telinga saat melakukan panggilan.

Lalu, seberapa besar paparan radiasi dari headphone Bluetooth? Menurut Ken Foster, profesor bioengineering dari University of Pennsylvania, Bluetooth memiliki emisi radiasi yang tergolong sangat kecil, bahkan jika digunakan dalam waktu lama. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat juga telah membuat standar keamanan radiasi yang harus dipatuhi dalam pembuatan perangkat elektronik, dan emisi Bluetooth berada jauh di bawah ambang batas yang dinilai aman bagi tubuh manusia.

Baca juga: Misteri Sungai Hilang di Tanah Datar: Ahli Ungkap Peran Sinkhole dan Karst

Apakah ada Risiko Kanker Otak ketika Menggunakan Headphone Bluetooth?

Foto: Freepik

Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apakah ada hubungan antara penggunaan headphone Bluetooth dengan risiko kanker otak. Menurut riset ilmiah hingga kini belum ditemukan bukti kuat bahwa radiasi frekuensi radio (RF) dari Bluetooth berdampak buruk pada otak atau meningkatkan risiko kanker. Bluetooth termasuk radiasi non-ionisasi yang tidak bersifat karsinogenik. Meski demikian, para peneliti tetap memperbarui serta membuka ruang untuk penelitian jangka panjang guna memantau potensi efek kesehatan dari penggunaan perangkat nirkabel yang semakin merajalela.

Perhatian justru lebih sering diarahkan pada aspek lain dari penggunaan headphone, yakni adanya risiko kesehatan pendengaran. Baik headphone kabel maupun Bluetooth sama-sama berisiko jika digunakan dengan volume terlalu tinggi dalam durasi lama. Paparan suara keras secara terus menerus dapat menimbulkan risiko di telinga bagian dalam dan menyebabkan gangguan pendengaran permanen.

Baca juga: Sering Capek? Peneliti Temukan Akar Masalah "Brain Fatigue"

Karena itu, para ahli menyarankan penggunaan headphone secara bijak. Pengguna dianjurkan membatasi waktu mendengarkan, menjaga volume pada tingkat wajar, serta memberi jeda secara berkala agar telinga dapat beristirahat. Secara sederhana penggunaan headphone akan aman jika pengguna tetap memerhatikan faktor-faktor risiko gangguan pendengaran. Kita dianjurkan untuk memilih headphone yang nyaman untuk telinga kita, tidak menggunakannya dalam jangka waktu lama.

Dengan maraknya informasi yang beredar di media sosial, penting bagi masyarakat untuk mengkonfirmasi kekhawatiran yang berbasis data ilmiah dan tidak langsung percaya dengan klaim yang belum terbukti. Hingga saat ini, penelitian sains menunjukkan bahwa paparan radiasi dari headphone Bluetooth berada pada tingkat yang sangat rendah dan belum terbukti membahayakan otak.

Secara keseluruhan, berdasarkan bukti ilmiah yang ada saat ini, penggunaan headphone Bluetooth dinilai aman bagi otak selama digunakan secara wajar dan sesuai rekomendasi kesehatan. Alih-alih khawatir berlebihan terhadap radiasi, perhatian sebaiknya difokuskan pada kebiasaan penggunaan yang sehat agar teknologi ini benar-benar memberi manfaat tanpa menimbulkan risiko bagi tubuh.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(ir/sa)

Emergency Live Video Hadir di Android, Permudah Petugas dalam Penyelamatan Darurat

15 December 2025 at 17:34
 Dalam situasi darurat, setiap detik memiliki arti penting. Kesalahan informasi atau keterlambatan respons dapat berdampak besar terhadap keselamatan seseorang. Menyadari hal tersebut, Google menghadirkan inovasi baru di ekosistem Android melalui fitur Android Emergency Live Video, yang memungkinkan pengguna berbagi video secara langsung saat meminta bantuan darurat. Lewat fitur ini, petugas dapat melihat kondisi di lokasi kejadian secara real-time, sehingga proses penanganan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan akurat.

Kehadiran Emergency Live Video membawa perubahan besar dalam penanganan situasi genting. Selama ini, petugas darurat hanya mengandalkan informasi suara atau teks dari penelepon. Emergency Live Video aktif ketika pengguna melakukan panggilan atau mengirim pesan darurat melalui ponsel Android. Menurut Alastair Breeze, Software Engineer Android di Google, petugas darurat dapat mengirimkan permintaan kepada pengguna untuk berbagi video secara langsung. “Ketika sedang melakukan panggilan darurat, petugas dapat mengirim permintaan ke smartphone Anda untuk berbagi video secara langsung,” jelasnya di situs resmi Google. 

Baca juga: Android dan iPhone Kini Bisa Kirim File ala AirDrop: Quick Share Resmi Kompatibel
Foto: google

Cara Kerja Google Emergency Live Video

Mekanisme kerjanya dirancang sederhana agar tidak membebani pengguna yang sedang panik. Setelah menghubungi layanan darurat, petugas akan mengirim permintaan untuk mengaktifkan video live. Pengguna cukup menekan satu tombol untuk menyetujuinya. Tidak ada pengaturan tambahan atau aktivasi manual sebelumnya. Selama panggilan berlangsung, ponsel Android juga secara otomatis membagikan lokasi pengguna kepada petugas, sehingga bantuan bisa diarahkan dengan lebih cepat dan tepat.

Manfaat Fitur Emergency Live Video

Manfaat fitur ini sangat terasa dalam berbagai kondisi darurat, mulai dari kecelakaan lalu lintas, kebakaran, hingga kondisi medis serius. Dengan akses visual langsung, petugas dapat menilai tingkat keparahan situasi secara lebih akurat dibandingkan hanya mengandalkan suara atau pesan teks. Dalam kasus darurat medis, misalnya, petugas bisa memberikan instruksi penyelamatan awal seperti panduan melakukan CPR atau pertolongan pertama lainnya sambil menunggu tim medis tiba di lokasi.


Google juga menaruh perhatian besar pada aspek privasi dan keamanan data. Perusahaan memastikan bahwa seluruh komunikasi, termasuk video yang dibagikan, dilindungi dengan enkripsi. Pengguna tetap memiliki kendali penuh karena dapat menghentikan panggilan video kapan saja jika merasa tidak nyaman. Dengan pendekatan ini, Google berusaha menyeimbangkan kebutuhan keselamatan dengan perlindungan privasi pengguna.

Selain Emergency Live Video, Android juga menyediakan berbagai tombol bantuan cepat yang terintegrasi dalam layanan darurat. Pengguna dapat memilih opsi seperti Chat with 911, Fire untuk kebakaran, atau Police untuk bantuan kepolisian. Dari sisi konsep, fitur ini memiliki kemiripan dengan layanan keselamatan milik Apple, seperti Emergency SOS dan deteksi kecelakaan. Namun, Google menambahkan sentuhan visual secara real time yang dapat menjadi pembeda penting dalam situasi kritis.

Emergency Live Video tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari rangkaian fitur keselamatan Android yang lebih luas. Fitur ini terintegrasi dengan Emergency Location Service, Car Crash Detection, Fall Detection, serta Satellite SOS. Kombinasi berbagai teknologi tersebut menunjukkan komitmen Google untuk menjadikan smartphone Android sebagai perangkat yang tidak hanya pintar, tetapi juga andal dalam kondisi darurat.

Baca juga: Google Photos Recap 2025 Sajikan Kilas Balik Visual yang Lebih Personal

Untuk saat ini, Emergency Live Video tersedia bagi perangkat Android yang menjalankan Android 8 atau versi lebih baru. Meski demikian, peluncurannya masih terbatas secara wilayah. Fitur ini baru dapat digunakan di Amerika Serikat, serta beberapa area di Jerman dan Meksiko. Google belum mengumumkan jadwal resmi kehadirannya di negara lain termasuk di Indonesia.

Dengan hadirnya Emergency Live Video, Google membuka babak baru dalam penanganan darurat berbasis teknologi. Kemampuan berbagi video secara langsung memberi petugas konteks visual yang krusial, mempercepat pengambilan keputusan, dan berpotensi menyelamatkan lebih banyak nyawa. Fitur ini tidak hanya meningkatkan kecepatan respons, tetapi juga membantu petugas mengambil keputusan yang lebih tepat melalui visual langsung dari lokasi kejadian. Tinggal menunggu waktu hingga fitur ini tersedia secara lebih luas dan dapat dimanfaatkan oleh pengguna Android di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Di tengah meningkatnya ketergantungan masyarakat pada perangkat mobile, Emergency Live Video membuktikan bahwa inovasi teknologi dapat memberikan dampak nyata bahkan bisa menyelamatkan nyawa ketika digunakan pada waktu dan kondisi yang tepat.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News. 

(IR/ZA)

❌