Normal view

Desa Swiss Rata dengan Tanah! Kisah Blatten Lolos dari Maut Berkat Data Sains Presisi

12 December 2025 at 01:18

Foto: Reuters

Teknologi.id – Apa yang terjadi di lembah Pegunungan Alpen, Swiss, baru-baru ini adalah sebuah paradoks yang mencengangkan dunia. Di satu sisi, sebuah bencana alam dahsyat benar-benar terjadi sesuai skenario terburuk: sebuah desa pegunungan yang indah hancur total, lenyap terkubur di bawah ribuan ton es, batu, dan lumpur dalam sekejap mata. Namun, di sisi lain, peristiwa ini dirayakan sebagai kemenangan terbesar umat manusia melawan kekuatan alam.

Desa Blatten, yang terletak di kanton Valais, Swiss bagian selatan, kini tinggal nama. Pada akhir Mei 2025, runtuhan masif dari Gletser Birch menerjang wilayah tersebut, meratakan rumah, kandang ternak, dan infrastruktur sejarah yang telah berdiri ratusan tahun. Namun, di tengah kehancuran fisik yang total tersebut, nyaris tidak ada korban jiwa yang jatuh dari kalangan penduduk. Sebanyak 300 warga desa, beserta hewan ternak mereka, berhasil lolos dari maut berkat satu hal: kepercayaan penuh pada peringatan dini sains.

Detik-Detik "Kiamat Kecil" di Valais

Bencana itu datang dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga, menyerupai ledakan bom. Jutaan meter kubik material—campuran es glasial yang keras, batuan granit, dan tanah—meluncur deras dari lereng gunung, menyapu dasar lembah dengan kekuatan yang tak terbayangkan.

Christophe Lambiel, seorang spesialis geologi pegunungan tinggi dan gletser dari Lausanne University, menggambarkan kejadian tersebut kepada stasiun TV Swiss RTS sebagai "skenario terburuk yang menimbulkan bencana." Awan debu raksasa membubung tinggi, menyelimuti pegunungan dan lembah, menciptakan pemandangan yang mencekam mirip dampak ledakan nuklir.

Citra satelit dan rekaman drone pascabencana memperlihatkan pemandangan yang memilukan: area yang dulunya adalah permukiman asri kini berubah menjadi hamparan puing kelabu setebal puluhan meter yang memanjang hingga 1,6 kilometer. Sungai Lonza, nadi kehidupan lembah tersebut, terbendung oleh material longsor, menciptakan danau baru yang kini menjadi ancaman sekunder bagi wilayah di hilirnya.

Baca juga: Misteri Sungai Hilang di Tanah Datar: Ahli Ungkap Peran Sinkhole dan Karst

Foto: Associated Press

Kunci Keselamatan: Evakuasi Sebelum Bencana

Bagaimana mungkin sebuah desa bisa lenyap tanpa menelan korban massal penduduknya? Jawabannya terletak pada sistem mitigasi bencana Swiss yang sangat disiplin dan canggih.

Jauh sebelum gletser itu runtuh, para ahli geologi dan glasiologi Swiss telah memantau pergerakan Gletser Birch dengan teknologi radar dan laser presisi tinggi. Mereka mendeteksi adanya percepatan pergerakan es dan peningkatan frekuensi longsoran batu kecil dari lereng gunung. Data ini diterjemahkan sebagai "lampu merah": struktur gletser sedang menuju titik jenuh dan keruntuhan total tak terelakkan.

Merespons data ini, otoritas lokal tidak membuang waktu. Pada tanggal 19 Mei 2025—lebih dari sepekan sebelum puncak bencana terjadi—perintah evakuasi total dikeluarkan.

Proses evakuasi dilakukan dengan presisi militer. Tidak hanya manusia, pemerintah Swiss juga memikirkan aset berharga warga. Helikopter dikerahkan untuk mengangkut sapi, domba, dan kambing yang sedang merumput di lereng-lereng bukit ke tempat aman. Jalan akses menuju desa ditutup total, dan sistem keamanan dipasang untuk memastikan tidak ada turis atau warga yang nekat kembali ke zona merah.

Ketika gletser akhirnya runtuh, desa itu sudah menjadi kota hantu. Keputusan tegas untuk mengevakuasi seluruh populasi terbukti menjadi pembeda antara tragedi kemanusiaan dan kerugian materi semata.

Sinyal Bahaya dari Perubahan Iklim

Peristiwa di Blatten bukan sekadar bencana lokal, melainkan peringatan keras mengenai dampak nyata perubahan iklim global. Pegunungan Alpen di Eropa memanas dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global.

Kenaikan suhu menyebabkan permafrost—lapisan tanah dan batuan yang membeku secara permanen dan berfungsi sebagai "lem" perekat gunung—mencair. Ketika permafrost meleleh, lereng gunung kehilangan stabilitasnya. Batuan menjadi rapuh, dan gletser yang menyusut kehilangan pijakannya, menyebabkan mereka rentan runtuh (kolaps) dalam volume masif.

"Para ilmuwan tahu sesuatu akan terjadi, berkat semakin seringnya terjadi longsoran batu dari lereng gunung ke gletser," ujar Lambiel. Fenomena ini diperkirakan akan semakin sering terjadi di wilayah pegunungan seluruh dunia, dari Alpen hingga Himalaya.

Baca juga: Hutan Indonesia Kian Hilang, Bencana Alam Mengintai Tanpa Ampun

Pelajaran Mahal untuk Dunia

Kehancuran Desa Blatten meninggalkan duka mendalam bagi warganya yang kehilangan tempat tinggal dan kenangan leluhur. Namun, di balik puing-puing tersebut, tersimpan pelajaran berharga tentang pentingnya integrasi antara sains, kebijakan publik, dan kepatuhan masyarakat.

Pemerintah Swiss menunjukkan bahwa investasi dalam teknologi pemantauan bencana dan keberanian mengambil keputusan tidak populer (seperti evakuasi paksa) adalah investasi nyawa. Warga Blatten kini menjadi pengungsi iklim di negeri mereka sendiri, namun mereka hidup untuk menceritakan kisah tersebut.

Bagi negara rawan bencana lainnya, termasuk Indonesia, model mitigasi Swiss ini menjadi standar emas. Bahwa bencana alam mungkin tidak bisa dicegah, tetapi dampaknya terhadap nyawa manusia bisa diminimalisasi jika kita mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh alam melalui data para ilmuwan. Kini, tantangan selanjutnya bagi otoritas Swiss adalah menangani bendungan alami yang terbentuk di Sungai Lonza agar tidak jebol dan memicu banjir bandang susulan.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(WN/ZA)

Gila! Kereta Nirkabel China Angkut Beban Setara 3 Menara Eiffel Sekaligus

12 December 2025 at 00:27

Foto: iStockphoto

Teknologi.id – China kembali menegaskan dominasinya sebagai pemimpin global dalam teknologi infrastruktur perkeretaapian. Negeri Tirai Bambu baru saja menorehkan sejarah baru dengan keberhasilan uji coba sistem kereta api barang "nirkabel" yang fenomenal. Dalam demonstrasi yang mencengangkan dunia logistik, rangkaian kereta ini mampu mengangkut muatan total seberat 35.000 ton—sebuah bobot yang setara dengan 3,5 kali berat Menara Eiffel di Paris.

Uji coba yang dilakukan di Jalur Kereta Api Baoshen, Inner Mongolia, pada Senin (8/12) ini bukan sekadar pameran kekuatan mesin, melainkan pembuktian validitas teknologi "Virtual Coupling" atau pengaitan virtual. Teknologi ini memungkinkan lokomotif-lokomotif raksasa beroperasi dalam satu konvoi yang terkoordinasi sempurna tanpa saling terhubung secara fisik menggunakan rantai atau tuas mekanis konvensional.

Mengubah Paradigma: Dari Rantai Besi ke Sinyal Digital

Selama hampir dua abad sejarah perkeretaapian, prinsip dasar menggerakkan gerbong tidak berubah: satu lokomotif menarik rangkaian gerbong yang saling terkait dengan pengait besi yang berat dan kaku. Namun, sistem baru yang dikembangkan oleh China Shenhua Energy Company (anak usaha BUMN pertambangan CHN Energy) ini meruntuhkan dogma tersebut.

Teknologi ini menghubungkan tujuh rangkaian kereta barang secara nirkabel. Alih-alih kaitan besi, "lem" yang menyatukan mereka adalah aliran data digital berkecepatan tinggi dan sinyal nirkabel yang presisi.

Dalam uji coba tersebut, tujuh kereta berjalan beriringan dengan jarak yang jauh lebih rapat daripada standar keselamatan konvensional, namun tetap menjaga sinkronisasi sempurna. Ketika lokomotif pemimpin mempercepat laju, enam kereta di belakangnya merespons secara real-time. Begitu pula saat pengereman; semua unit mengerem secara bersamaan, menghilangkan risiko tabrakan beruntun (telescoping) yang menjadi mimpi buruk dalam operasi kereta barang berat.

Baca juga: Rahasia China Sukses Bikin Kereta Hyperloop Melaju hingga 1.000 km/h

Foto: TribunNews

Efisiensi Brutal: Tingkatkan Kapasitas 50% Tanpa Bangun Rel Baru

Motivasi utama di balik inovasi radikal ini adalah efisiensi ekonomi dan infrastruktur. China, dengan wilayah yang luas dan industri manufaktur yang masif, menghadapi tantangan logistik yang terus membengkak. Data menunjukkan negara ini mengangkut lebih dari 3 miliar ton barang hanya dalam tiga kuartal pertama tahun ini.

Membangun jalur rel baru untuk mengakomodasi lonjakan volume ini membutuhkan biaya triliunan dolar dan waktu bertahun-tahun. Di sinilah teknologi "kereta nirkabel" menjadi solusi jenius.

Menurut laporan stasiun televisi negara CCTV, teknologi ini mampu meningkatkan kapasitas angkutan barang hingga 50 persen di jalur yang sudah ada. Bagaimana caranya?

  1. Memangkas Jarak Antar-Kereta: Dalam sistem konvensional, kereta barang berat membutuhkan jarak pengereman (headway) yang sangat panjang—bisa mencapai beberapa kilometer—untuk alasan keamanan. Dengan virtual coupling, karena pengereman dilakukan serentak secara elektronik, jarak aman antar-kereta bisa dipangkas drastis.
  2. Mengurai Kemacetan Stasiun: Teknologi ini juga meningkatkan kapasitas "tenggorokan" (throat) stasiun, yaitu area masuk dan keluar yang sering menjadi titik kemacetan (bottleneck). Kereta bisa masuk dan keluar dalam formasi rapat, mempercepat perputaran logistik.

Penguasaan Teknologi Kontrol Kelompok 

CHN Energy dengan bangga mengklaim bahwa pencapaian ini menjadikan China sebagai negara pertama di dunia yang "menguasai sistem kontrol operasi kereta api berkelompok."

Sistem kontrol ini bekerja dengan memanfaatkan komunikasi train-to-ground (kereta ke stasiun pengendali) dan train-to-train (antar-kereta). Algoritma cerdas mengintegrasikan data kecepatan relatif dan jarak absolut secara instan. Ini memungkinkan kereta beradaptasi secara dinamis terhadap perubahan topografi jalur (tanjakan/turunan) dan kecepatan, sesuatu yang sangat sulit dilakukan dengan pengait mekanis yang memiliki keterbatasan fisik dan risiko putus jika beban terlalu berat.

Sebuah studi dari Universitas Central South di Changsha yang diterbitkan dalam jurnal Mathematics menyebutkan bahwa inovasi seperti memperpendek interval waktu keberangkatan adalah cara paling efektif untuk menghemat biaya operasional jangka panjang dibandingkan ekspansi fisik.

Baca juga: AgiBot A2 Pecahkan Rekor Dunia! Robot Humanoid China Jalan 106 KM Nonstop 3 Hari

Implikasi Masa Depan: Standar Baru Logistik Global?

Keberhasilan uji coba di Inner Mongolia ini bukan hanya kemenangan bagi sektor pertambangan batu bara China, tetapi juga sinyal bagi masa depan logistik global. Jika teknologi ini diterapkan pada jalur sutra baru (Belt and Road Initiative) atau layanan China Railway Express yang menghubungkan Asia dan Eropa, kecepatan dan volume pengiriman barang lintas benua akan meningkat pesat.

Bayangkan konvoi kereta logistik yang panjangnya berkilo-kilometer, melesat melintasi benua tanpa satu pun sambungan besi, dikendalikan oleh "tangan tak terlihat" berupa sinyal digital. China baru saja membuktikan bahwa masa depan itu bukan lagi fiksi ilmiah, melainkan realitas yang sedang diuji di atas rel hari ini.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News 

(WN/ZA)

Laporan Cloudflare 2025: Indonesia "Sarang Hacker" Terbesar di Dunia

11 December 2025 at 22:09

Foto: Gemini

Teknologi.id  Reputasi digital Indonesia kembali menjadi sorotan dunia, namun kali ini bukan karena prestasi inovasi atau pertumbuhan ekonomi digitalnya. Sebuah laporan keamanan siber terbaru dari penyedia layanan infrastruktur web global, Cloudflare, menempatkan Indonesia pada posisi puncak yang tidak diinginkan: Sumber Serangan DDoS Terbesar di Dunia.

Data yang dirilis dalam Laporan Ancaman DDoS Kuartal III (Q3) 2025 ini mengejutkan banyak pihak. Selama setahun penuh, sejak kuartal ketiga tahun 2024, Indonesia secara konsisten menduduki peringkat pertama, mengungguli negara-negara yang selama ini dikenal memiliki aktivitas siber agresif seperti Rusia, China, dan India.

Data Statistik: Dominasi Serangan dari Nusantara

Foto: Cloudflare

Distributed Denial of Service (DDoS) adalah jenis serangan siber di mana pelaku membanjiri server target dengan lalu lintas internet palsu agar situs atau layanan tersebut lumpuh dan tidak bisa diakses.

Menurut laporan Cloudflare, volume lalu lintas serangan yang berasal dari alamat IP (Internet Protocol) Indonesia sangat masif. Peta ancaman global Cloudflare menyusun daftar 10 negara sumber serangan terbesar sebagai berikut:

  1. Indonesia (Posisi bertahan sejak Q3 2024)
  2. Thailand (Melonjak naik 8 peringkat)
  3. Bangladesh (Naik drastis 14 peringkat)
  4. Ecuador (Naik 3 peringkat)
  5. Rusia (Naik 1 peringkat)
  6. Vietnam (Naik 2 peringkat)
  7. India (Naik 32 peringkat)
  8. Hong Kong (Turun 5 peringkat)
  9. Singapura (Turun 7 peringkat)
  10. Ukraina (Turun 5 peringkat)

"Indonesia merupakan sumber serangan DDoS terbesar, dan telah menduduki peringkat pertama di dunia selama setahun penuh," tulis Cloudflare dalam laporannya. 

Fakta bahwa tiga negara Asia Tenggara (Indonesia, Thailand, Vietnam) berada di posisi 6 besar menunjukkan pergeseran tren aktivitas botnet global ke kawasan ini.

Baca juga: Cloudflare dan Komdigi Gelar Audiensi, Ini Hasilnya untuk PSE Lingkup Privat

Mengapa Indonesia? Analisis "Sarang Hacker"

Istilah "Sarang Hacker" dalam konteks laporan ini perlu dipahami dengan cermat. Menjadi sumber serangan terbesar tidak serta-merta berarti semua pelakunya adalah warga negara Indonesia yang duduk di depan komputer melakukan peretasan (hacking) aktif.

Para pakar keamanan siber menilai tingginya angka ini disebabkan oleh lemahnya keamanan perangkat internet di Indonesia. Jutaan perangkat yang terhubung ke internet—mulai dari router Wi-Fi rumahan, CCTV (IP Camera), hingga perangkat Internet of Things (IoT) lainnya—sering kali memiliki keamanan yang sangat rendah (misalnya, masih menggunakan password bawaan pabrik).

Perangkat-perangkat rentan ini kemudian diretas dan "diperbudak" oleh sindikat penjahat siber global untuk membentuk Botnet (jaringan robot). Botnet inilah yang digunakan untuk melancarkan serangan DDoS ke target di seluruh dunia. Jadi, alamat IP serangan terdeteksi berasal dari Indonesia, meskipun pengendali utamanya bisa saja berada di belahan dunia lain. Namun, hal ini tetap mencerminkan rapuhnya higienitas keamanan siber nasional.

Foto: Perpustakaan Universitas Brawijaya

Tren Serangan Global 2025: AI dan Perang Dagang

Selain dominasi Indonesia, laporan Cloudflare juga menyoroti tren target serangan yang berubah di tahun 2025.

  1. Sektor AI Jadi Sasaran Empuk: Seiring dengan booming teknologi kecerdasan buatan, serangan terhadap perusahaan AI melonjak drastis. Pada September 2025 saja, lalu lintas DDoS ke platform AI naik hingga 347% month-over-month (MoM). Serangan ini diduga dipicu oleh motif persaingan bisnis, protes terhadap regulasi AI, atau sekadar upaya mengganggu infrastruktur teknologi masa depan.
  2. Dampak Geopolitik: Ketegangan dagang antara Uni Eropa dan China, terutama terkait tarif kendaraan listrik (EV) dan mineral tanah jarang, berimbas langsung ke dunia maya. Sektor Pertambangan, Mineral & Logam serta Industri Otomotif mengalami lonjakan serangan siber yang signifikan sepanjang kuartal ketiga.

Baca juga: Komdigi Ancam Blokir Cloudflare di Indonesia, Ini Penyebabnya

Total Serangan yang Mengkhawatirkan

Secara keseluruhan, skala ancaman siber global terus meningkat. Sepanjang Q3 2025, sistem otomatis Cloudflare berhasil memblokir 8,3 juta serangan DDoS. Jika dirata-rata, ada sekitar 3.780 serangan per jam yang terjadi di jaringan mereka. Angka ini mewakili peningkatan 15% dibandingkan kuartal sebelumnya (QoQ) dan lonjakan 40% dibandingkan tahun lalu (YoY). 

Laporan ini menjadi "alarm merah" bagi pemerintah Indonesia, Kementerian Kominfo, dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). Status sebagai "Juara 1 Sumber Serangan Siber" bukanlah prestasi, melainkan indikator kerentanan infrastruktur digital nasional yang mendesak untuk diperbaiki melalui edukasi literasi digital dan regulasi keamanan perangkat IoT yang lebih ketat.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(WN/ZA)

Canggih! Spotify Siapkan Fitur Bikin Playlist Pakai Perintah Teks AI

11 December 2025 at 20:57

Foto: The Verge

Teknologi.id Spotify kembali menggebrak industri streaming musik global dengan inovasi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Setelah sukses besar dengan fitur "AI DJ" yang memberikan pengalaman mendengarkan seperti radio personal, raksasa streaming asal Swedia ini dilaporkan sedang mengembangkan fitur baru yang disebut "Prompted Playlists".

Fitur ini menjanjikan perubahan fundamental dalam cara pengguna menemukan dan mengumpulkan musik. Jika selama ini kita harus mencari lagu satu per satu atau mengandalkan playlist statis buatan editor, kini pengguna cukup "berbicara" dengan AI melalui teks untuk mendapatkan daftar putar yang dikurasi secara instan dan sangat personal.

Apa Itu "Prompted Playlists"?

Prompted Playlists adalah fitur generatif di mana pengguna dapat memasukkan deskripsi, suasana hati, atau skenario spesifik ke dalam kolom teks. AI Spotify kemudian akan menerjemahkan perintah tersebut menjadi sebuah playlist utuh.

Mekanismenya mirip dengan bagaimana kita menggunakan ChatGPT atau alat GenAI lainnya, tetapi khusus untuk musik. Pengguna tidak lagi terbatas pada pencarian genre atau artis. Mereka bisa mengetikkan perintah yang sangat spesifik dan kontekstual, seperti:

  • "Lagu-lagu sendu untuk menemani hujan di sore hari."
  • "Tren workout intens dengan nuansa hip-hop tahun 2000-an."
  • "Musik latar instrumental untuk fokus belajar tapi tidak membosankan."

Kecerdasan buatan Spotify tidak hanya mengambil kata kunci dari perintah tersebut, tetapi juga menggabungkannya dengan profil selera pengguna. Artinya, jika dua orang mengetikkan perintah yang sama persis (misalnya "Lagu patah hati"), hasil playlist yang didapatkan akan berbeda, disesuaikan dengan sejarah mendengarkan dan preferensi artis masing-masing pengguna.

Foto: Spotify

Pergeseran dari Pasif ke Aktif-Interaktif

Selama satu dekade terakhir, Spotify dikenal sebagai raja algoritma rekomendasi berkat fitur ikonik seperti Discover Weekly dan Daily Mix. Namun, fitur-fitur tersebut bersifat pasif; pengguna hanya menerima apa yang disajikan sistem.

Dengan hadirnya "Prompted Playlists", Spotify menawarkan kendali lebih besar kepada pengguna (user-driven personalization). Ini menjembatani kesenjangan antara kurasi manual yang melelahkan dan rekomendasi algoritma yang terkadang terasa acak. AI di sini berfungsi sebagai asisten kurator pribadi yang memahami konteks bahasa manusia yang kompleks.

Fitur ini dinilai sebagai langkah strategis Spotify untuk membedakan dirinya di pasar streaming yang semakin sesak. Pesaing utama seperti Apple Music dan YouTube Music juga gencar berinvestasi dalam alat rekomendasi pintar, namun integrasi Generative AI (GenAI) langsung ke dalam pembuatan playlist dianggap sebagai game-changer yang membuat pengalaman pengguna menjadi jauh lebih dinamis.

Baca juga: 9 Smart Strategies to Increase Spotify Followers and Build Lasting Credibility

Ekspansi Video Musik: Menantang Dominasi YouTube

Selain berita mengenai AI, laporan tersebut juga menyoroti langkah agresif Spotify di sektor visual. Spotify mengumumkan perluasan akses video musik penuh bagi pelanggan Premium di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Kanada.

Langkah ini merupakan tantangan langsung terhadap dominasi YouTube di ranah video musik. Spotify menyadari bahwa audio saja tidak lagi cukup untuk menahan atensi pengguna Gen Z yang terbiasa dengan rangsangan visual. Dengan menghadirkan video musik resmi di dalam aplikasi, Spotify ingin menjadi "one-stop shop" bagi penggemar musik, sehingga mereka tidak perlu keluar aplikasi dan beralih ke YouTube hanya untuk melihat visual artis favorit mereka.

Baca juga: 5 Raja Streaming Musik 2025: Siapa Juara Lossless dan Siapa Jagoan AI?

Masa Depan Streaming Adalah Hiper-Personalisasi

Kombinasi antara "Prompted Playlists" berbasis AI dan ekspansi konten video menunjukkan visi masa depan Spotify di tahun 2025: Hiper-personalisasi. Musik tidak lagi sekadar didengarkan, tetapi dikontekstualisasikan sesuai momen spesifik pengguna.

Meski fitur Prompted Playlists ini masih dalam tahap pengembangan dan pengujian beta, antusiasme komunitas teknologi sangat tinggi. Jika berhasil diimplementasikan dengan mulus, fitur ini akan mengubah standar industri. Kita tidak lagi perlu menghabiskan waktu berjam-jam menyusun lagu untuk pesta atau perjalanan jauh; cukup ketik satu kalimat, dan biarkan AI menjadi DJ pribadi Anda. Bagi Spotify, ini adalah cara untuk memastikan pengguna tetap setia di tengah persaingan harga dan fitur yang semakin ketat dengan Apple dan Amazon.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News.

(WN/ZA)

Parah! Harga Ponsel Android Kelas Menengah Terancam Naik Drastis

11 December 2025 at 02:13

Foto: Shopee

Teknologi.id – Industri smartphone global sedang menghadapi fase anomali yang diprediksi akan mengubah peta persaingan dalam dua tahun ke depan. Menurut laporan terbaru dari firma riset ternama International Data Corporation (IDC), pasar smartphone global, setelah didorong oleh momentum kuat dari beberapa pemain kunci, kini diproyeksikan melambat secara signifikan. Yang lebih mengkhawatirkan, perlambatan ini justru dibarengi dengan ancaman kenaikan harga jual, terutama pada segmen ponsel Android kelas menengah.

Laporan Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker oleh IDC menunjukkan bahwa meskipun tahun 2025 ditutup dengan pertumbuhan tipis sebesar 1,5% (mencapai total pengiriman 1,25 miliar unit), prospek untuk tahun 2026 jauh lebih suram. IDC bahkan merevisi proyeksi pertumbuhan tahun depan dari yang semula 1,2% menjadi hanya 0,9%, sebuah angka yang sangat mendekati stagnasi. Perlambatan ini memberikan sinyal bahwa konsumen global mulai "malas" atau menunda siklus pembelian smartphone baru mereka.

Kekuatan Apple Menopang Pasar di Tengah Perlambatan

Pertumbuhan tipis yang terjadi di tahun 2025 sebagian besar ditopang oleh kinerja yang luar biasa dari Apple. Laporan IDC menyebutkan bahwa kinerja raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini membaik lebih cepat pada kuartal terakhir tahun ini. Apple diproyeksikan mencatatkan rekor pengiriman pada tahun 2025, dengan estimasi lebih dari 247 juta unit, didorong oleh "kesuksesan fenomenal seri iPhone 17."

Direktur Riset Senior Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker IDC, Nabila Popal, menyoroti bahwa permintaan yang besar terhadap seri iPhone 17 bahkan tercatat di China, pasar terbesar Apple. Pada Oktober dan November, seri iPhone 17 berhasil mengamankan pangsa pasar lebih dari 20%, memaksa IDC merevisi proyeksi pertumbuhan Apple di China pada Kuartal IV dari 9% menjadi 17% secara tahunan.

Namun, ketergantungan pertumbuhan global pada satu brand ini menunjukkan adanya kerentanan. Proyeksi perlambatan di tahun 2026 sebagian besar dipicu oleh faktor-faktor yang tidak terhindarkan, termasuk kekurangan komponen global dan adanya penyesuaian siklus produk Apple yang krusial.

Foto: Gemini

Ancaman Kenaikan Harga Ponsel Android

Inilah bagian yang paling paradoks: di saat pertumbuhan pasar melambat, IDC memperingatkan bahwa harga smartphone justru terancam naik. Kenaikan harga ini didorong oleh krisis komponen global, khususnya kekurangan memori.

Masalah kekurangan memori global yang tengah berlangsung diperkirakan akan membatasi pasokan komponen vital bagi produksi smartphone dan, akibatnya, menaikkan harga. Dampak dari kenaikan harga komponen ini tidak merata, melainkan secara spesifik akan memukul segmen yang paling sensitif terhadap harga: ponsel Android kelas bawah dan menengah.

Segmen ini sangat bergantung pada efisiensi biaya untuk tetap kompetitif. Kenaikan biaya produksi memori akan memaksa vendor ponsel Android untuk memilih strategi sulit dalam rangka melindungi margin keuntungan dan pangsa pasar mereka:

  1. Kenaikan Harga Jual: Pilihan paling langsung adalah membebankan kenaikan biaya komponen kepada konsumen, yang secara langsung akan menaikkan harga jual produk Android kelas menengah.
  2. Penyesuaian Portofolio: Vendor mungkin akan mengurangi produksi model yang berorientasi harga rendah dan lebih memilih model yang lebih mahal (high-margin). Strategi ini membantu menyeimbangkan kerugian akibat biaya komponen yang melonjak, tetapi akan semakin mempersulit konsumen yang mencari ponsel terjangkau.

Siklus Produk Apple dan Dampaknya di 2026

Perlambatan pertumbuhan di tahun 2026 juga diperparah oleh strategi internal Apple. Laporan tersebut menyebut adanya kabar mengenai pergeseran model Apple dari musim gugur 2026 menjadi awal 2027. Penyesuaian siklus produk ini akan menyebabkan pengiriman perangkat iOS diprediksi akan turun hingga 4,2% tahun depan. Mengingat peran besar Apple sebagai penopang pasar, perubahan internal ini memberikan efek riak yang cukup besar terhadap proyeksi pertumbuhan smartphone global secara keseluruhan, menurunkannya hingga di bawah 1%.

Kesimpulannya, pasar smartphone berada di persimpangan jalan. Konsumen cenderung mempertahankan perangkat lama mereka lebih lama, menunjukkan adanya fatigue inovasi. Sementara itu, faktor eksternal seperti krisis komponen memori dan penyesuaian strategi brand raksasa justru mendorong harga naik. Kondisi ini menciptakan tantangan besar, terutama bagi vendor Android yang harus berjuang keras mempertahankan pelanggan yang semakin sensitif terhadap harga di tengah biaya produksi yang terus meningkat.

Misteri Sungai Hilang di Tanah Datar: Ahli Ungkap Peran Sinkhole dan Karst

11 December 2025 at 01:38

Foto: Freepick

Teknologi.id – Media sosial di Indonesia, khususnya Sumatera Barat, baru-baru ini dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan fenomena alam yang janggal dan mengkhawatirkan: sebuah sungai yang alirannya tiba-tiba menghilang di tengah jalur. Peristiwa ini terjadi di Jorong Gantiang, Nagari Singgalang, Kabupaten Tanah Datar, dan menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat setempat, mengingat wilayah tersebut baru saja dilanda rangkaian bencana hidrometeorologi.

Pada bagian hulu, aliran sungai tampak normal dan deras. Namun, di titik tertentu pada bagian bawah, air seolah lenyap ditelan bumi, meninggalkan dasar sungai yang kering. Warga menduga kuat bahwa air sungai tersebut tersedot masuk ke rongga atau celah baru yang terbentuk di dasar sungai, sebuah indikasi adanya pergerakan geologis yang mendadak.

Menanggapi kehebohan ini, para ahli geologi angkat bicara, memberikan penjelasan ilmiah yang menenangkan sekaligus menyerukan kewaspadaan. Fenomena yang terlihat aneh bagi mata awam ini ternyata adalah gejala geologis yang umum terjadi pada struktur batuan tertentu, meskipun kemunculannya yang tiba-tiba dan besar menjadi penyebab kekhawatiran.

Kawasan Karst dan Pelarutan Batuan Kapur

Ade Edward, ahli geologi sekaligus pakar mitigasi bencana geologi dan vulkanologi, menegaskan bahwa fenomena hilangnya aliran sungai secara tiba-tiba ini kemungkinan besar berkaitan erat dengan karakteristik geologi lokal.

"Nah, kalau ada sungai yang airnya hilang, ya itu biasanya terjadi pada daerah-daerah kawasan bukit kapur. Kawasan bukit kapur itu kan mudah mengalami pelarutan," jelas Ade Edward, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Patahan Sumatera Institute, di Kota Padang.

Secara ilmiah, bukit kapur membentuk kawasan yang dikenal sebagai karst. Kawasan karst memiliki komposisi batuan yang sangat rentan terhadap proses pelarutan kimiawi oleh air hujan yang bersifat sedikit asam. Proses pelarutan ini, yang berlangsung selama ribuan hingga jutaan tahun, menciptakan jaringan luas berupa celah, lorong, dan gua di bawah permukaan tanah.

Ketika air sungai mengalir melintasi kawasan karst, ia mencari jalur dengan resistensi paling rendah. Seiring waktu, tekanan air yang terus-menerus dan pelarutan batuan kapur dapat membuka atau memperlebar rongga-rongga tersebut. Dalam kasus di Tanah Datar ini, adanya hujan ekstrem dan pergerakan tanah pascabencana hidrometeorologi diduga kuat menjadi pemicu yang mempercepat pembukaan celah tersebut secara mendadak.

Baca juga: Ekspedisi OceanX–BRIN Ungkap Misteri Gunung Laut Sulawesi yang Jarang Diteliti

Foto: Liputan6

Identifikasi Fenomena: Sinkhole dan Sungai Bawah Tanah

Hilangnya aliran sungai yang viral ini, menurut Ade Edward, merupakan manifestasi dari fenomena geologis yang dikenal sebagai sinkhole atau runtuhan tanah. Sinkhole terbentuk ketika lapisan tanah di permukaan runtuh atau tersedot ke dalam rongga kosong yang ada di bawahnya. Dalam kasus sungai, tekanan air yang deras menemukan celah yang baru terbuka atau melebar, menyebabkan air langsung 'tersedot' masuk dan membentuk sistem sungai bawah tanah.

Ini adalah proses alami dalam sistem hidrologi karst. Sungai yang tiba-tiba menghilang tersebut tidak benar-benar lenyap, melainkan berpindah jalur dari permukaan menuju saluran bawah tanah. Air ini akan muncul kembali di tempat lain—biasanya disebut mata air karst—setelah menempuh jarak tertentu di dalam rongga bumi.

Baca juga: Hutan Indonesia Kian Hilang, Bencana Alam Mengintai Tanpa Ampun 

Potensi Bahaya dan Kebutuhan Kaji Cepat

Meskipun fenomena ini dapat dijelaskan secara ilmiah, Ade Edward memberikan peringatan serius mengenai risiko yang mengancam keselamatan warga.

"Fenomena ini dapat membahayakan warga, terutama jika terdapat permukiman di jalur aliran bawah tanah yang baru terbentuk," sebutnya.

Jika sinkhole terbentuk di bawah area pemukiman, risiko runtuhan tanah menjadi sangat tinggi. Struktur tanah di atas rongga menjadi tidak stabil, dan air sungai yang mengalir di bawahnya dapat mengikis pondasi batuan secara perlahan, berpotensi menyebabkan amblesan atau runtuhan besar.

Oleh karena itu, pakar mitigasi bencana ini menekankan pentingnya kaji cepat di lapangan. Penelitian mendesak ini diperlukan untuk memastikan secara tepat pemicu hilangnya air sungai dan memetakan jalur aliran air bawah tanah yang baru terbentuk. Pemetaan ini krusial untuk menentukan zona berbahaya dan mengambil langkah mitigasi yang tepat, termasuk kemungkinan relokasi jika permukiman berada tepat di atas jalur sinkhole aktif.

Fenomena 'sungai hilang' di Tanah Datar ini menjadi pengingat penting bagi Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Barat yang secara geologis sangat aktif dan kompleks. Interaksi antara geologi karst yang rentan, curah hujan ekstrem akibat perubahan iklim, dan pergerakan tanah membutuhkan kewaspadaan dan perencanaan mitigasi bencana berbasis ilmu geologi yang lebih intensif, agar kejadian alam yang langka ini tidak berujung pada bencana bagi masyarakat.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(WN/ZA)

❌