Reading view

MIT Ungkap Rahasia Otak: Melamun Bukan Bosan, Tapi 'Tidur Darurat' Otak!

Foto: Zetizen

Teknologi.id - Hampir semua orang pernah mengalami melamun, terutama ketika tubuh kekurangan tidur. Namun, penelitian terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menunjukkan bahwa melamun sesaat bukan sekadar kebiasaan, melainkan upaya otak untuk mengejar ketertinggalan proses biologis yang biasanya terjadi saat tidur nyenyak.

Dalam studi yang dipublikasikan oleh MIT, para peneliti menemukan bahwa kegagalan perhatian atau periode tidak fokus ternyata berkaitan dengan aliran cairan serebrospinal (CSF) yang keluar dari otak, sebelum kembali masuk beberapa detik kemudian. Pola ini menyerupai gelombang CSF yang biasanya terjadi saat tidur dalam, yang berfungsi membersihkan otak dari limbah metabolik

Pembersihan yang Tertunda

Aliran CSF saat tidur nyenyak diyakini berperan penting dalam menjaga kesehatan otak. Proses ini membantu membersihkan zat sisa yang menumpuk sepanjang hari. Ketika seseorang kurang tidur, otak tampaknya mencoba “mengejar ketinggalan” dengan memicu gelombang cairan tersebut bahkan saat individu sedang terjaga. Menurut laporan Neuroscience News, fenomena ini terjadi tepat ketika perhatian seseorang gagal. Otak seolah memasuki kondisi mirip tidur mikro, di mana cairan otak melakukan “housekeeping” untuk sementara waktu. 

Baca Juga: Dampak Negatif Cahaya Handphone Sebelum Tidur

Tidur Nyenyak vs Begadang

Penelitian MIT melibatkan peserta yang diuji dalam dua kondisi berbeda, setelah tidur nyenyak semalaman dan setelah begadang di laboratorium. Hasilnya jelas, kinerja kognitif menurun drastis pada mereka yang tidak tidur. Selain itu, melamun lebih sering terjadi setelah begadang, seolah otak berusaha memulihkan fungsi kognitif dengan cara instan. 

Zinong Yang, ahli saraf MIT yang memimpin penelitian, menjelaskan bahwa otak yang sangat membutuhkan tidur akan berusaha memasuki kondisi mirip tidur untuk memulihkan sebagian fungsi kognitif

“Otak berusaha semaksimal mungkin untuk masuk ke kondisi seperti tidur guna memulihkan beberapa fungsi,” ujarnya.

Di satu sisi, otak berusaha menjaga perhatian dan kesadaran. Di sisi lain, kekurangan tidur justru membuat otak lebih sering melamun, sehingga rentan terhadap gangguan kognitif. 

Laura Lewis, ahli saraf MIT, menekankan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan adanya sirkuit terpadu yang mengatur fungsi otak tingkat tinggi seperti perhatian, pemahaman, dan respons terhadap dunia, sekaligus proses fisiologis mendasar seperti dinamika cairan otak dan aliran darah 

Risiko Kesehatan Akibat Kurang Tidur

Kurangnya waktu istirahat tidak hanya menurunkan fokus, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit. Gangguan tidur kronis dapat mempengaruhi bagian otak tertentu, memperburuk fungsi kognitif, dan bahkan meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif. 

Penelitian ini memperkuat bukti bahwa tidur bukan sekadar kebutuhan biologis, melainkan cara menjaga kesehatan otak. Melamun sesaat mungkin membantu otak melakukan “perbaikan darurat”, tetapi tidak bisa menggantikan tidur nyenyak yang konsisten.

Apa Artinya bagi Kehidupan Sehari-hari?

Penemuan MIT tentang hubungan antara melamun, kurang tidur, dan aliran cairan serebrospinal tidak hanya relevan bagi dunia akademik, tetapi juga memiliki dampak nyata pada kehidupan sehari-hari. 

Bagi pelajar, pekerja kantoran, maupun profesional yang sering begadang, hal ini menjelaskan mengapa fokus mudah hilang setelah malam tanpa tidur. Melamun bukan sekadar tanda bosan, melainkan sinyal biologis bahwa otak sedang berusaha melakukan “perbaikan darurat.”

Kondisi kurang tidur ini bisa mempengaruhi produktivitas, pengambilan keputusan, bahkan persepsi terhadap dunia sekitar. Dengan kata lain, kurang tidur bukan hanya soal rasa kantuk, tetapi juga menyangkut kualitas interaksi sosial, kemampuan berpikir kritis, dan kesehatan mental jangka panjang.

Kesadaran akan hal ini mendorong kita untuk menempatkan tidur sebagai prioritas. Jika melamun adalah tanda otak sedang berjuang, maka tidur nyenyak adalah solusi utama agar otak tidak perlu terus “menambal” kekurangan dengan cara yang tidak efisien.

Baca Juga: Jangan Buka HP Ketika Bangun Tidur Kalau Ngga Mau Kena Ini!

Mengapa Penelitian Ini Penting?

Penelitian MIT membuka perspektif baru tentang hubungan antara tidur, melamun, dan kesehatan otak. Fakta bahwa otak mencoba memicu gelombang cairan pembersih saat melamun menunjukkan betapa pentingnya tidur dalam menjaga fungsi kognitif. 

Temuan ini menjelaskan bahwa melamun bukan sekadar tanda bosan atau lelah, melainkan mekanisme biologis. Otak berusaha menyeimbangkan kebutuhan fisiologis dengan tuntutan kesadaran, meski dengan konsekuensi berupa penurunan performa mental.

Tidur Nyenyak Tidak Bisa Digantikan

Melamun sesaat mungkin memberi gambaran bagaimana otak berusaha mengejar ketertinggalan tidur. Namun, penelitian MIT menegaskan bahwa tidur nyenyak tetap tak tergantikan. Tanpa tidur yang cukup, otak akan terus berjuang dengan cara yang tidak efisien, meningkatkan risiko gangguan kognitif dan kesehatan jangka panjang.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)




  •  

Cara Aman Akses Telegram Lewat Browser Tanpa Instal Aplikasi

Telegram telah menjelma sebagai salah satu aplikasi pesan instan paling populer di dunia, bersaing ketat dengan WhatsApp dan sejumlah platform lain. Dengan basis pengguna yang mencapai ratusan juta orang di berbagai negara, Telegram dikenal karena komitmennya terhadap privasi, kecepatan, serta fitur eksklusif yang jarang ditemukan pada aplikasi sejenis.

Fokus Telegram pada keamanan dan privasi membuatnya menjadi pilihan utama bagi banyak pengguna yang menginginkan kontrol lebih atas data pribadi mereka. Fitur seperti end-to-end encryption pada Secret Chat, kemampuan menghapus pesan tanpa jejak, serta opsi untuk mengatur pesan yang dapat hilang otomatis, menjadikan Telegram unggul dalam hal perlindungan komunikasi digital.

Telegram Web semakin memperluas fleksibilitas pengguna. Dengan fitur ini, pengguna dapat mengakses chat langsung dari browser komputer tanpa harus menginstal aplikasi tambahan. Hal ini sangat relevan bagi mereka yang menggunakan perangkat kantor, sekolah, atau komputer publik, di mana instalasi aplikasi sering kali dibatasi.

Baca Juga: Telegram Jadi Sarang Film Bajakan

Telegram Web adalah jawaban atas kebutuhan komunikasi lintas perangkat. Pengguna bisa berpindah dari ponsel ke komputer dengan mulus, tetap terhubung tanpa kehilangan riwayat percakapan. Kehadiran Telegram Web juga memperkuat posisi Telegram sebagai aplikasi yang adaptif terhadap gaya hidup digital modern, di mana mobilitas dan akses cepat menjadi prioritas utama.

Dengan kombinasi antara privasi yang kuat, kecepatan pengiriman pesan, dan fleksibilitas multi-platform, Telegram tidak hanya bersaing dengan WhatsApp, tetapi juga menegaskan dirinya sebagai salah satu inovasi komunikasi instan. Telegram Web menjadi bukti nyata bahwa aplikasi ini terus berkembang, menyesuaikan diri dengan kebutuhan pengguna yang semakin kompleks di era digital.

Akun Telegram Harus Aktif

Foto: Dicloak

Sebelum menggunakan Telegram Web, pengguna wajib memiliki akun Telegram yang sudah terdaftar melalui aplikasi Android atau iOS. Pendaftaran baru tidak bisa dilakukan langsung melalui browser. Hal ini memastikan bahwa keamanan akun tetap terjaga dan proses verifikasi dilakukan melalui perangkat utama 

Cara Login Telegram Web Melalui Dua Metode Mudah

Telegram Web menawarkan dua cara login yang praktis: 

1. Login dengan QR Code 

  • Buka Telegram Web melalui browser.
  • Pilih opsi “Log In by QR Code”.
  • Buka aplikasi Telegram di ponsel kemudian ke menu Settings, lalu Devices.
  • Pindai QR Code yang muncul di layar PC

2. Login dengan Nomor Telepon

  • Masukkan nomor telepon yang terdaftar.
  • Telegram akan mengirimkan kode verifikasi melalui SMS atau aplikasi.
  • Masukkan kode tersebut, dan jika verifikasi dua langkah aktif, tambahkan kata sandi.

Kedua metode ini dirancang agar pengguna bisa memilih sesuai kondisi, baik dengan ponsel aktif maupun hanya bermodal nomor telepon.

Telegram Web Solusi Praktis

Telegram telah menjadi sebagai salah satu aplikasi pesan instan paling populer di dunia, bersaing ketat dengan WhatsApp. Dengan lebih dari ratusan juta pengguna aktif, Telegram dikenal karena fokus pada privasi, kecepatan, dan fitur eksklusif. Kini, hadirnya Telegram Web semakin memperluas fleksibilitas pengguna untuk mengakses chat tanpa harus menginstal aplikasi tambahan di komputer. 

Fitur Telegram Web Hampir Serupa dengan Aplikasi

Meski lebih ringan dibanding aplikasi desktop, Telegram Web tetap menghadirkan fitur penting: 

  • Mengirim, mengedit, dan menghapus pesan.
  • Menjadwalkan pesan untuk dikirim di waktu tertentu.
  • Membuat grup baru dan menjelajahi channel.
  • Menggunakan stiker dan emoji.
  • Melakukan panggilan suara langsung dari browser.
  • Mengatur notifikasi agar tidak ketinggalan pesan.

Selain itu, pengguna dapat mengaktifkan Night Mode untuk tampilan gelap yang lebih nyaman di mata.

Baca Juga: Fitur Komentar di Video pada Telegram, Kamu Harus Tau!

Keamanan dan Privasi Hal yang Tidak Boleh Diabaikan

Telegram Web memang praktis, tetapi ada hal penting yang harus diperhatikan: 

  • Data chat tidak disimpan secara lokal. Begitu tab browser ditutup, riwayat akan hilang.
  • Selalu logout setelah selesai menggunakan Telegram Web di PC publik.
  • Gunakan verifikasi dua langkah untuk menambah lapisan keamanan.

Menurut pakar keamanan digital, Telegram Web aman digunakan selama pengguna disiplin menjaga privasi, terutama saat mengakses dari perangkat publik

Mengapa Telegram Web Penting?

Telegram Web hadir sebagai jawaban atas kebutuhan pengguna yang sering berpindah perangkat. Misalnya:

  • Mahasiswa yang ingin mengakses chat dari komputer kampus.
  • Karyawan yang tidak bisa menginstal aplikasi di PC kantor.
  • Pengguna dengan memori terbatas di perangkat mobile.

Dengan akses berbasis browser, Telegram Web menjadi penyelamat fleksibilitas komunikasi tanpa mengorbankan keamanan.

Apakah Telegram Web Bisa Menggantikan Aplikasi Desktop?

Pertanyaan menarik muncul "Apakah Telegram Web cukup untuk menggantikan aplikasi desktop?"Jawabannya, tidak sepenuhnya. Telegram Web memang praktis, tetapi beberapa fitur lanjutan seperti manajemen file besar atau integrasi bot lebih optimal di aplikasi desktop.

Akan tetapi, bagi pengguna yang hanya membutuhkan akses cepat ke chat, Telegram Web sudah lebih dari cukup. Bahkan, dengan fitur-fitur seperti panggilan suara dan mode gelap, pengalaman pengguna terasa semakin lengkap.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)




  •  

Ngeri! VPN Gratis Malah Jadi Pintu Masuk Malware untuk Gen Z

 Generasi Z lahir dan tumbuh di tengah derasnya arus digitalisasi, di mana kebocoran data, pelacakan algoritmik, dan penetrasi media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan generasi sebelumnya, mereka memiliki tingkat kesadaran privasi digital yang jauh lebih tinggi. Hal ini tercermin dari kebiasaan mereka menggunakan Virtual Private Network (VPN), peramban anonim, serta perangkat enkripsi untuk melindungi identitas dan data pribadi.

Menurut laporan Kaspersky, tingkat penggunaan teknologi privasi di kalangan Gen Z tercatat dua kali lebih tinggi dibandingkan kelompok usia yang lebih tua. Fakta ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya melek teknologi, tetapi juga lebih waspada terhadap ancaman digital yang mengintai di balik layar. 

Ironisnya, perilaku yang dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan justru membuka celah baru bagi kejahatan siber. Banyak anak muda yang memilih VPN gratis atau hasil crack demi kenyamanan dan penghematan biaya. Padahal, aplikasi semacam itu sering kali menjadi cara bagi penyerang untuk menyebarkan malware, mencuri data, atau bahkan mengambil alih kendali perangkat korban. 

Baca Juga: Waspada Pencurian Data Melalui VPN Palsu

Serangan VPN Palsu

Kaspersky memperkirakan dari Oktober 2024 hingga September 2025 terdapat lebih dari 15 juta percobaan serangan yang menyamar sebagai aplikasi VPN. Alih-alih memberikan keamanan, aplikasi palsu ini justru menjadi penetrasi yang menyebabkan malware masuk. Terdapat tiga macam malware yang mendominasi seperti:

  • AdWare (284.261 kasus) - menyebabkan iklan agresif, pengalihan tak dinginkan dan pelacakan intensif.
  • Trojan ( 234.283 kasus) - mampu mencuri data pribadi yang memberikan pengaruh jarak jauh penuh kepada peretas.
  • Downloader (197.707 kasus) - menjadi pintu masuk untuk memasang muatan berbahaya tambahan.

Mengapa Generasi Z Menjadi Target Utama?

Pakar keamanan Kaspersky, Evgeny Kuskov, menjelaskan bahwa Gen Z sadar privasi tetapi bersikap pragmatis. Mereka sering memilih yang gratis atau cepat demi kenyamanan dan penghematan biaya. Celah inilah yang dimanfaatkan penyerang untuk membuat aplikasi tiruan yang meniru nama serta desain merek ternama.

Generasi Z mungkin sadar akan privasi tetapi mereka juga pragmatis dan sering kali didorong oleh kenyamanan. Perilaku ini menciptakan celah yang aktif di eksploitasi oleh penjahat siber”, ucap Kuskov.

Modus Phishing Bukan Hanya Sekedar VPN Palsu

Selain aplikasi palsu, penyerang juga menggunakan halaman phising yang meniru portal masuk VPN populer. Situs ini dirancang untuk mencuri kredensial pengguna. Jika kata sandi yang sama digunakan di berbagai platform, Resiko kehilangan akses ke bank akan media lainnya sekaligus makin besar. 

Paradoks Keamanan Semakin Sadar Semakin Rentan

Fenomena ini menciptakan paradoks, dengan semakin Gen Z sadar akan privasi, semakin besar pula resiko yang mereka hadapi. Fitur gratis atau bajakan tampak protektif di permukaan tetapi sebenarnya menempatkan pengguna pada bahaya yang lebih besar. 

Langkah perlindungan yang disarankan, Kaspersky merekomendasi beberapa langkah penting untuk mengurangi resiko:

  • Unduh dari sumber resmi - pastikan aplikasi VPN yang diunduh dari toko resmi atau pengembang terpercaya.
  • Hindari aplikasi crack - siapkan hasil modifikasi adalah sumber utama malware.
  • Periksa izin dan ulasan - jangan abaikan izin aplikasi mencurigakan dan baca ulang ulasan independen.
  • Gunakan solusi keamanan Alternatif - seperti Kaspersky premium menawarkan perlindungan real-time terhadap malware dan phishing.

Baca Juga: SmartTube Disidak Google Karena Potensi Bawa Malware

Ruang Privasi Gen Z

Apakah kesadaran privasi Gen Z benar-benar melindungi mereka atau justru menjadi jebakan baru? Fakta 15 Juta serangan VPN palsu berhasil terdeteksi dalam satu tahun menunjukkan bahwa ancaman digital semakin canggih dan masif. 

Generasi ini harus belajar bahwa privasi digital bukan hanya soal alat yang digunakan, tetapi juga soal kepercayaan. VPN, peramban anonim atau enkripsi tidak akan berarti jika perangkat lunak yang dipakai berasal dari sumber tidak sah.

Di satu sisi mereka sadar akan privasi digital, di sisi lain mereka paling rentan terhadap serangan siber yang menyamar sebagai solusi privasi. VPN palsu, phising kit dan aplikasi crack adalah ancaman nyata yang menunggu di balik kenyamanan digital.

Dengan memahami resiko dan penerapan langkah perlindungan yang tepat, Gen Z dapat mengubah rasa dan privasi mereka menjadi benteng keamanan yang sesungguhnya, akan tetapi jika lengah, Dan itu justru menjadi pintu masuk bagi penjahat siber.


Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News


(dim/sa)

  •  

SmartTube di Android TV Disusupi Malware! Google Langsung Tindak

SmartTube dikenal sebagai salah satu aplikasi pihak ketiga paling populer untuk Android TV, Fire TV Stick dan perangkat serupa.

Popularitasnya didorong oleh faktor pemblokiran iklan, performa ringan, serta akses gratis ke konten YouTube. Hal ini menjadikannya pilihan utama bagi jutaan pengguna yang menginginkan akses gratis dan lancar konten YouTube tanpa harus berlangganan premium.

Pada akhir November 2025, Google Play Protect menyampaikan melalui modul keamanan bawaan Android bahwa sistem akan melakukan pemblokiran terhadap SmartTube di berbagai perangkat. Sistem tersebut  mengeluarkan peringatan bahwa aplikasi ini berisiko membahayakan pengguna. Hal ini kemudian menimbulkan kehebohan di ruang publik, khususnya dalam diskusi mengenai teknologi, media, dan keamanan aplikasi pihak ketiga.

Baca Juga: YouTube Music Recap 2025, Ayo Lihat Recap Musik Mu!

Kunci Digital Diretas, Celah yang Fatal

Menurut pengembang utama SmartTube, Yuriy Yuliskov, terjadi akibat pencurian data kunci digital yang digunakan untuk menandatangani aplikasi. Kunci digital berfungsi sebagai identitas resmi pengembang, memastikan bahwa setiap pembaruan aplikasi benar-benar berasal dari sumber terpercaya. Ketika kunci diretas, peretas dapat menggunakan kode berbahaya ke dalam aplikasi dan mendistribusikannya seolah-olah merupakan pembaruan resmi. 

Inilah yang terjadi pada SmartTube, serta beberapa versi terbaru aplikasi ternyata telah disusupi malware. Pembaruan berbahaya tersebut menyebar luas karena pengguna tidak menyadari adanya manipulasi. Fakta bahwa malware bisa masuk melalui jalur resmi, mendorong kasus ini semakin serius, karena menimbulkan tantangan besar mengenai seberapa aman ekosistem aplikasi pihak ketiga?

 Library Tersembunyi Libalphasdk.so

Foto: GitHub

Salah satu temuan mencurigakan pada kasus SmartTube adalah adanya library tersembunyi bernama Libalphasdk.so dalam versi terkompromi ( 30.43-30.47). Library ini tidak pernah ada dalam kode sumber resmi sehingga jelas merupakan indikasi berbahaya bagi para pengguna.

Library tersebut bekerja diam-diam dilatarbelakangi melakukan hal-hal berikut:

  • Mengambil sidik jari perangkat host.
  • Mendaftarkan perangkat server backend
  • Mengirim metrik secara berkala.
  • Mengambil konfigurasi melalui saluran komunikasi terenkripsi.

Walaupun belum ada bukti pencurian akun atau aktivitas botnet, potensi penyalahgunaan tetap tinggi. Bahwa semua ini terjadi tanpa indikasi visual membuatnya semakin berbahaya.

Bagaimana Malware Bisa Menyusup Tanpa Disadari?

Insiden yang menimpa aplikasi SmartTube menjadi contoh, bagaimana sebuah perangkat lunak yang tampak sah dapat berubah menjadi ancaman serius ketika kunci digital pengembang jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Kunci digital pada dasarnya berfungsi sebagai sertifikat autentikasi resmi. Dengan hal tersebut kunci digital memastikan bahwa setiap pembaruan aplikasi benar-benar berasal dari pengembang asli dan belum dimodifikasi oleh pihak luar. Dengan adanya kunci ini, pengguna dapat mempercayai bahwa versi aplikasi yang mereka unduh adalah aman dan otentik.

Malware yang disisipkan dalam SmartTube tidak menampilkan tanda-tanda mencurigakan di layar pengguna. Tidak ada pop-up, notifikasi, atau perilaku aneh yang mudah dikenali. Sebaliknya, ia bekerja secara diam-diam di latar belakang, menjalankan instruksi tersembunyi tanpa interaksi langsung dengan pengguna.

Baca Juga: Kamu Tim IOS atau Android? Mana yang Lebih Aman?

Langkah Darurat Apa yang Harus Dilakukan Pengguna?

Para pakar kamar menyarankan beberapa langkah penting bagi pengguna yang terdampak seperti: 

  • Gunakan versi lama yang diketahui aman (30.19).
  • Matikan pembaruan otomatis untuk menjaga instalasi versi terkompromi.
  • Reset kata sandi akun Google dan periksa akses konsole untuk akses tidak sah.
  • Hapus lain mencurigakan yang muncul di perangkat.

Selain itu, Yuliskov berjanji akan merilis versi baru dan kunci digital yang berbeda mulai dari versi 30.55 ke atas, sehingga pengguna bisa kembali merasa aman.

Apakah SmartTube Masih Bisa Dipercaya?

Pertanyaan besar kini muncul apakah SmartTube masih layak digunakan?. Meski pengembang berjanji akan merilis versi baru dengan kunci digital yang berbeda kepercayaan komunitas itu sudah terlanjur rusak. Banyak pengguna mulai mempertimbangkan untuk kembali menggunakan aplikasi resmi YouTube meski harus menghadapi Iklan. Di sisi lain sebagian tetap menunggu rilis aman SmartTube karena fitur bebas iklan dianggap terlalu berharga untuk dilepaskan.

Pelajaran dari Kasus SmartTube Kasus

SmartTube menunjukkan bahwa keamanan digital tidak boleh dianggap remeh. Bahkan aplikasi populer dengan jutaan pengguna bisa menjadi target serangan. Hal terpenting dalam insiden ini mengingatkan kita bahwa: 

  • Digital adalah aset kritis yang harus dijaga dengan ketat.
  • Transparansi pengembang sangat menentukan kepercayaan komunitas.
  • Pengguna harus waspada dan tidak hanya mengandalkan reputasi aplikasi.

Smart mungkin akan kembali dengan versi aman tapi luka kepercayan ini tinggal sulit untuk dilupakan.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)



  •  

Benarkah iOS Lebih Aman daripada Android? Ini Fakta Keamanan Terbarunya!

Foto: PCMag

Teknologi.Id - Diskusi soal keamanan sistem operasi kembali menjadi pembahasan seiring meningkatnya ancaman saber di perangkat mobile. Smartphone Ini bukan sekedar alat komunikasi, melainkan pusat aktivitas digital yang menyimpan data pribadi, informasi finansial, hingga akses ke layanan penting lainnya. Tidak mengherankan isu ini menjadi salah satu faktor utama dalam memilih perangkat. 

Dalam pembahasan ini, banyak pihak yang beranggapan bahwa IOS lebih aman dibandingkan Android. Klaim ini muncul dikarenakan ekosistem Apple yang dikenal tertutup, terstandarisasi dan disiplin dalam memberikan pembaruan sistem. Apple mengontrol penuh perangkat keras, sistem operasi, hingga distribusi aplikasi melalui App Store, sehingga celah keamanan relatif lebih sedikit.

Sebaliknya, Android sering dicap lebih rentan. Sifat yang terbuka, mendukung lintas produsen, serta distribusi sistem yang terfragmentasi membuat Android memiliki lebih banyak titik rawan. Fragmentasi update menyebabkan sebagian perangkat tidak lagi menerima patch keamanan, sehingga lebih mudah dieksploitasi oleh Malware atau Spyware.

Namun pertanyaan muncul “Apakah benar klaim iOS menjadi jauh lebih aman secara menyeluruh atau sekedar hanya pembahasan semata karena persepsi publik?” 

Baca juga: Geger! India Minta iPhone Dipasang Aplikasi Pelacak, Apple Tegas Menolak

 Kontrol Ketat Apple Ekosistem yang Seragam

Apple mengontrol penuh hardware, sistem operasi hingga distribusi aplikasi melalui App Store. Sistem keamanan seperti Secure Enclave memastikan data biometrik tetap terenkripsi masih perangkat diretas. Perangkat terbaru seperti iphone 17 bahkan sudah dilengkapi Memori Integrity Enforcement (MIE), teknologi yang mencegah serangan Spyware dan eksploitasi memori. 

Apple dikenal memberi dukungan pembaruan keamanan panjang, sekitar 5 hingga 6 tahun, sehingga pengguna iPhone lama tetap bisa menikmati patch terbaru, dengan demikian IOS lebih konsisten Dalam standar keamanan dibanding Android.

Fragmentasi Android, Resiko dan Kelebihan

Android sebagai sistem open-source menawarkan fleksibilitas tetapi juga membuka celah resiko. Praktik sideloading aplikasi dari aplikasi luar Play Store, meningkatkan peluang Malware masuk. Menurut laporan Kaspersky, lebih dari 12 juta pengguna Android menjadi target Malware pada tahun 2025, dengan peningkatan 27% dibandingkan tahun sebelumnya.

Meski begitu, tidak semua perangkat Android berada pada level keamanan yang sama. Produsen tertentu menambahkan proteksi ekstra. Samsung Knox, memberikan perlindungan berlapis pada perangkat Galaxy, sementara Google pixel menghadirkan chip keamanan Titan M2 dan menjanjikan hingga 7 tahun pembaruan keamanan.

Mana yang lebih privasi, Apple atau Google?

Apple menekankan bahwa privasi adalah hak dasar pengguna. Fitur seperti App Tracking Transparency mewajibkan aplikasi meminta izin sebelum melacak aplikasi. IOS juga memberikan indikator visual jika kamera atau microphone digunakan. 

Google juga makin serius soal privasi, tetapi karena sebagian besar pendapatan berasal dari iklan berbasis data, pendekatan yang dianggap kurang maksimal. Meski Android sudah memiliki pengaturan izin aplikasi, konsistensinya belum kita Apple.

Ancaman Malware Android Jadi Target Utama

Android ada sistem operasi yang paling banyak digunakan di dunia, sehingga menjadi target utama pembuat malware. Data menunjukkan lebih dari 80% malware mobile ditemukan di Android, akan tetapi bukan berarti iPhone lebih kebal. Kasus Spyware Pegasus membuktikan bahwa iOS juga bisa ditembus tanpa sepengetahuan keturunan. 

Statistik 2024 menunjukkan bahwa perangkat Android 50 kali lebih mungkin terinfeksi Malware dibandingkan IOS, tetapi serangan Phishing justru lebih tinggi pada iPhone, dengan 26% perangkat iOS menjadi target PhiShing, dibanding 12% kepada Android.

Baca juga: Android dan iPhone Kini Bisa Kirim File ala AirDrop: Quick Share Resmi Kompatibel

Jadi Mana yang Lebih Aman?

Jika dilihat dari desain sistem, pendekatan tertutup Apple memang membuat iOS lebih sulit ditembus dan lebih konsisten. Android secara logis memiliki lebih banyak titik rawan karena sifatnya yang terbuka dan variasi produsen. Akan tetapi, keamanan tidak hanya soal platform tapi juga pola pengguna. 

Penggunaan Android yang disiplin dilakukan update, tidak sembarangan menginstal aplikasi, serta memanfaatkan fitur keamanan bawaan Knox atau Titan M2 tetap bisa menikmati sistem yang aman. Begitu pula pengguna iOS tetap harus waspada terhadap PhiShing dan Spyware.

Akhirnya Pengguna yang Harus Beradaptasi

Pendapat bahwa “Android kurang aman” tidak sebetulnya tepat. Yang benar standarisasi Android lebih kompleks karena variasi produsen dan tingkat pembaharuan yang berbeda-beda. IOS memang lebih kuat secara struktur, tetapi Android modern dengan patch rutin dan proteksi tambahan bisa setara. 

Keamanan smartphone pada akhirnya bergantung pada kombinasi platform, produsen, dan perilaku pengguna itu sendiri. Dengan ancaman siber yang terus meningkat disiplin update dan kesadaran privasi menjadi faktor penentu utama.



Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)

  •  

Rugi Triliunan, Ambisi Metaverse Mark Zuckerberg Berakhir Pahit

Foto: Reuters

Teknologi.Id - Pada Oktober 2021, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa nama perusahaan akan diubah menjadi Meta. Pengumuman ini bukan sekadar rebranding, tetapi juga rencana besar untuk menjadikan metaverse sebagai masa depan interaksi digital. Dunia virtual yang diciptakan Zuckerberg dimaksudkan untuk menjadi tempat baru di mana orang dapat berinteraksi satu sama lain, bermain game, dan bekerja.

Namun, proyek metaverse ini menghadapi masalah besar sejak awal. Platform Horizon Worlds, yang dimaksudkan untuk membuka pintu ke dunia virtual Meta, mendapat kritik karena grafisnya yang kaku dan pengalaman penggunanya yang tidak menarik. Horizon Worlds hanya menunjukkan kekurangan teknologi VR saat ini daripada mengarah pada revolusi digital.

Meskipun Meta telah menggelontorkan lebih dari US$60 miliar sejak 2020, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Investasi besar itu belum berhasil menciptakan lingkungan metaverse yang menarik bagi investor dan pengguna. Sebaliknya, prospek realitas virtual sebagai platform utama interaksi digital diragukan lagi oleh proyek ini.

Baca Juga: Cara Login Facebook Tanpa Password, Simak Caranya!

Kerugian Fantastis Reality Labs

Sekarang unit Reality Labs, yang bertanggung jawab atas proyek Metaverse, HeadSet VR Quest, dan perangkat Augmented Reality (AR), menjadi pusat kerugian terbesar Meta. Sejak 2021, unit ini tercatat mengalami kerugian lebih dari US$70 miliar, menjadikannya salah satu divisi paling merugi dalam sejarah teknologi. Bahkan pada kuartal kedua 2025, divisi ini terus mengalami kerugian hingga US$4,53 miliar, memperburuk keadaan keuangan perusahaan. 

Investor semakin gelisah karena kerugian beruntun ini. Metaverse tidak lagi menjadi masa depan teknologi yang diimpikan Mark Zuckerberg, tetapi malah menjadi masalah keuangan yang mengganggu kepercayaan pasar. Sementara, adopsi pengguna dunia virtual masih sangat terbatas, banyak analis berpendapat bahwa strategi besar Meta terlalu dini dan terlalu mahal.

Pemangkasan Anggaran Drastis

Sebuah laporan berita Bloomberg menyebutkan bahwa Meta akan memangkas anggaran Metaverse sebesar 30% mulai 2026. Ini kemungkinan akan mencakup pemutusan hubungan kerja yang akan dimulai pada Januari 2026. 

Ironisnya, pengumuman tersebut menghasilkan kenaikan saham Meta lebih dari 4%. Ini menunjukkan bahwa investor lebih senang melihat perusahaan meninggalkan rencana MetaVerse yang dianggap tidak berhasil.

Respon Investor dan Pasar Saham

Pasar sangat menyambut berita bahwa anggaran proyek Metaverse akan dikurangi 30%. Setelah berita tersebut diumumkan, saham Meta dilaporkan naik lebih dari 4%. Lonjakan ini menunjukkan bahwa investor sudah muak dengan kerugian besar Reality Labs dan ingin perusahaan berkonsentrasi pada bidang yang lebih menguntungkan. 

Menurut analisis yang dilakukan oleh Huber Research Partners, pemangkasan ini disebut sebagai "Langkah pintar, hanya saja terlambat". Pernyataan ini mencerminkan pandangan bahwa MetaVerse sudah kehilangan momentum, sementara teknologi lain seperti AI dianggap lebih relevan dan menguntungkan dalam jangka pendek.

Dampak Terhadap Reality Labs

Divisi Reality Labs, yang selama ini menjadi pusat pengembangan Metaverse, Headset VR Quest, dan perangkat AR, akan terkena dampak paling besar dari pemangkasan anggaran. Laporan menyebutkan bahwa pemotongan bisa mencakup PHK masalah mulai Januari 2026

Dengan pemangkasan ini, masa depan Horizon Worlds dan perangkat VR Quest menjadi semakin tidak pasti. Banyak pihak menilai bahwa Meta akan mengurangi ambisi VR plastik dan hanya mempertahankan produk yang masih memiliki potensi pasar terbatas.

Baca Juga: Dapat Cuan Dari VOD Facebook, Kamu Harus Tau!

Pergeseran Fokus ke Artificial Intelligence

Di tengah kegagalan MetaVerse, Meta kini beralih ke kecerdasan buatan (AI). Perusahaan berkomitmen menggelontorkan dana fantastis sekitar US $60-72 Miliar untuk pengembangan AI pada tahun 2026. 

Zuckerberg menyebutkan AI sebagai obsesi baru perusahaan, dengan proyek besar seperti Llama 4 dan rencana membangun pusat data raksasa berisi lebih dari 1,3 juta GPU. Fokus ini diharapkan mengembalikan relevansi Meta Dalam persaingan teknologi melawan Microsoft dan Google.

Apakah Ini Akhir Metaverse?

Pertanyaan besar kini muncul “Apakah ini benar-benar akhir dari impian Metaverse Zuckerberg?”. Meski proyek mungkin masih bertahan dalam bentuk terbatas, tanda-tanda kegagalan yang sudah jelas. Horizon World tidak berkembang, Headset VR Quest tidak mampu menembus pasar massal, kerugian Reality Labs terus kian membengkak. 

Investor tampaknya sudah kehilangan kesabaran. Dengan pergeseran fokus ke AI, MetaVerse praktis ditinggalkan sebagai ambisi yang terlalu dini dan terlalu mahal.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)



  •  
❌