Reading view

Terbongkar! Jalur Tikus DeepSeek Dapat Chip Nvidia via Singapura & Malaysia

Foto: Securityweek

Teknologi.id – Misteri di balik kebangkitan mendadak DeepSeek, perusahaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) asal China yang baru-baru ini mengguncang Silicon Valley, mulai terkuak. Di tengah ketatnya sanksi ekspor teknologi yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS), banyak pihak bertanya-tanya: Bagaimana mungkin sebuah startup China bisa melatih model AI sekelas dunia tanpa akses resmi ke perangkat keras tercanggih?

Jawabannya ternyata melibatkan operasi klandestin yang rumit, "pusat data hantu", dan jalur penyelundupan yang melintasi negara-negara tetangga Indonesia. Sebuah laporan investigasi mengejutkan mengungkapkan bahwa DeepSeek diduga kuat menggunakan ribuan chip Nvidia canggih yang diselundupkan melalui Singapura dan Malaysia, mengakali blokade teknologi Washington dengan cara yang licin dan terorganisir.

Modus Operandi: Pusat Data Palsu di Negeri Tetangga

Laporan yang pertama kali diangkat oleh The Information dan dikutip oleh Kompas Tekno ini memaparkan taktik "Kuda Troya" yang digunakan oleh perantara DeepSeek. Karena AS melarang penjualan langsung chip AI berkinerja tinggi (seperti Nvidia H100 atau seri Blackwell terbaru) ke China, para perantara ini tidak mengirim barang langsung ke Beijing atau Shanghai.

Sebaliknya, mereka mendirikan pusat data palsu (fake data centers) atau perusahaan cangkang di negara-negara yang tidak terkena sanksi ketat, khususnya Singapura dan Malaysia. Secara administratif, pembelian chip tersebut terlihat legal. Perusahaan "lokal" di Asia Tenggara memesan server AI untuk kebutuhan riset atau bisnis lokal.

Namun, begitu server-server mahal tersebut tiba dan lolos dari pemeriksaan bea cukai setempat, fungsi aslinya sebagai pusat data tidak pernah dijalankan. Dalam hitungan hari atau minggu, server-server tersebut dibongkar (dismantled). Komponen paling berharga di dalamnya, yakni unit pemroses grafis (GPU) buatan Nvidia, dicopot satu per satu.

Baca juga: DeepSeek V3.2 Speciale, Model AI China yang Lampaui Gemini 3.0 Pro

Koper, Kargo Kecil, dan Pasar Gelap

Setelah dicopot dari rak server, chip-chip seharga puluhan ribu dolar per unit tersebut memulai perjalanan klandestin mereka menuju China. Laporan menyebutkan bahwa ribuan GPU ini diselundupkan dalam partai kecil untuk menghindari deteksi.

Metodenya beragam, mulai dari penggunaan jasa kurir perorangan yang membawa komponen di dalam koper bagasi pesawat, hingga pengiriman kargo komersial yang disamarkan sebagai barang elektronik umum. Jalur perdagangan bebas dan tingginya volume logistik di Asia Tenggara dimanfaatkan sebagai celah yang sempurna.

Sesampainya di China, komponen-komponen selundupan ini dirakit kembali menjadi kluster supercomputer raksasa. Inilah "dapur pacu" rahasia yang memungkinkan DeepSeek melatih model bahasa besar (Large Language Model/LLM) mereka, DeepSeek-V3, yang kinerjanya diklaim setara dengan GPT-4 milik OpenAI namun dengan biaya latihan yang jauh lebih murah.


Foto: Reuters

Skala Operasi: Puluhan Ribu Unit H100

Dugaan skala penyelundupan ini sangat masif. Beberapa sumber industri memperkirakan DeepSeek berhasil mengumpulkan hingga 50.000 unit prosesor Nvidia H100 melalui berbagai jalur pasar gelap (black market).

Sebagai konteks, satu unit Nvidia H100 di pasar legal dibanderol sekitar USD 25.000 hingga USD 30.000. Di pasar gelap China, harganya bisa melonjak dua hingga tiga kali lipat. Fakta bahwa DeepSeek mampu mendanai operasi ini menunjukkan betapa vitalnya chip tersebut bagi ambisi AI nasional China.

Keberadaan 50.000 chip ini menjawab keraguan para analis Barat. Sebelumnya, banyak yang skeptis bagaimana China bisa terus berinovasi di bidang AI tanpa perangkat keras terbaru. Ternyata, tembok sanksi AS tidak sepenuhnya kedap air; ia bocor di wilayah Asia Tenggara.

Nvidia Membantah, AS Geram

Menanggapi laporan panas ini, Nvidia segera mengeluarkan bantahan. Raksasa teknologi yang dipimpin Jensen Huang tersebut menyatakan bahwa klaim DeepSeek menggunakan puluhan ribu chip selundupan adalah "mengada-ada". Nvidia menegaskan komitmennya untuk mematuhi seluruh regulasi ekspor AS dan berjanji akan menyelidiki setiap indikasi penyalahgunaan rantai pasok.

Namun, bagi pemerintah AS, laporan ini adalah tamparan keras. Departemen Perdagangan AS di bawah administrasi Biden telah berupaya keras memutus akses China terhadap teknologi AI canggih karena kekhawatiran akan penggunaannya untuk militer dan spionase.

Terbongkarnya jalur Singapura-Malaysia ini berpotensi memicu konsekuensi diplomatik dan ekonomi baru. AS diprediksi akan memperketat pengawasan ekspor ke negara-negara Asia Tenggara. Perusahaan-perusahaan teknologi di kawasan ASEAN mungkin akan menghadapi prosedur kepatuhan (compliance) yang jauh lebih rumit dan ketat di masa depan, karena AS tidak ingin wilayah ini menjadi "pintu belakang" bagi China.

Baca juga: Nvidia Boleh Ekspor Chip AI ke China, Trump Ambil Risiko Besar atau Strategi Cerdas?

Implikasi bagi Industri AI Global

Kasus DeepSeek ini membuktikan satu hal: dalam perang teknologi, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Sanksi ekonomi mungkin memperlambat, tetapi tidak serta-merta menghentikan aliran teknologi, terutama ketika permintaan pasar begitu tinggi dan keuntungan finansial dari penyelundupan begitu menggiurkan.

Bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya, isu ini menjadi peringatan untuk lebih waspada terhadap arus barang teknologi tinggi yang melintasi perbatasan. Posisi strategis sebagai hub logistik global kini membawa risiko terseret ke dalam pusaran konflik geopolitik antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Sementara itu, di laboratorium rahasia di China, mesin-mesin selundupan itu terus bekerja siang malam, melatih kecerdasan buatan yang siap menantang dominasi Barat.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News 

(WN/ZA)

  •  

Speaker Gaming Murah! Black Shark Rilis Speaker Magnetik RGB Cuma 300 Ribuan

Foto: Blackshark

Teknologi.id – Bagi para mobile gamer dan penikmat konten multimedia, kualitas suara dari speaker bawaan ponsel sering kali terasa kurang memuaskan. Suara yang cempreng (tinny), bass yang tidak terasa, hingga posisi lubang speaker yang sering tertutup tangan saat bermain game adalah masalah klasik. Menjawab keluhan tersebut, produsen perangkat gaming ternama, Black Shark, baru saja merilis solusi cerdas yang menggabungkan estetika, fungsi, dan portabilitas: Black Shark Magnetic Bluetooth Speaker.

Perangkat audio mungil ini bukan sekadar speaker eksternal biasa. Ia dirancang dengan mekanisme magnetik canggih yang memungkinkannya menempel langsung di punggung smartphone, memberikan pengalaman audio yang lebih immersive tanpa perlu memegang perangkat tambahan atau menggunakan kabel yang merepotkan.

Desain Futuristik: Magnet N52 dan Lampu RGB

Daya tarik utama dari perangkat ini adalah desainnya yang sangat fungsional. Black Shark menggunakan material premium yang memadukan logam dan ABS yang kokoh. Di balik kerangkanya, tertanam cincin magnet N52 yang sangat kuat.

Magnet N52 adalah salah satu grade magnet neodymium terkuat yang tersedia secara komersial. Kekuatan ini menjamin speaker dapat menempel dengan pakem di punggung ponsel, bahkan saat pengguna bergerak aktif atau ponsel digoyangkan saat bermain game yang intens. Fitur ini jelas terinspirasi dari mekanisme MagSafe pada iPhone, namun Black Shark membuatnya kompatibel secara luas. Bagi ponsel Android yang belum memiliki fitur magnetik bawaan, speaker ini tetap bisa digunakan dengan bantuan stiker cincin magnet tambahan.

Tidak lengkap rasanya jika perangkat gaming tanpa lampu warna-warni. Black Shark menyematkan cincin lampu RGB yang dinamis pada bodi speaker. Lampu ini dapat berkedip mengikuti irama musik atau efek suara dalam game, menciptakan atmosfer visual yang seru, terutama saat dimainkan di ruangan gelap.

Baca juga: Speaker Baru Samsung Bisa Berfungsi Sebagai Bingkai Foto

Fungsi Ganda: Audio Booster Sekaligus Kickstand

Salah satu fitur paling cerdas dari desain fisik speaker ini adalah kemampuannya berfungsi sebagai penyangga ponsel (phone stand).

Saat ditempelkan di bagian tengah atau bawah punggung ponsel, bodi speaker yang cukup tebal dapat menopang ponsel dalam posisi miring. Ini sangat berguna bagi pengguna yang gemar menonton film, serial Netflix, atau video YouTube sambil makan atau bekerja, tanpa perlu memegang ponsel terus-menerus. Posisi horizontal (landscape) menjadi lebih stabil dan sudut pandang layar menjadi lebih ergonomis.

Foto: Blackshark

Spesifikasi Audio: Kecil tapi Menggelegar

Jangan tertipu oleh ukurannya yang ringkas. Black Shark Magnetic Bluetooth Speaker dibekali dengan spesifikasi audio yang serius. Jantung suaranya berasal dari driver full-range berukuran 1,45 inci yang mampu menyemburkan daya keluaran sebesar 4 watt.

Untuk ukuran speaker portabel sekecil ini, daya 4 watt tergolong cukup besar. Black Shark mengklaim perangkat ini mampu menghasilkan tingkat kekerasan suara hingga 90 dB. Ini berarti suara ledakan dalam game PUBG Mobile atau dentuman bass lagu EDM akan terdengar jauh lebih nendang dibandingkan speaker internal ponsel flagship sekalipun.

Kualitas suara ini diperkuat dengan teknologi DSP (Digital Signal Processing) Pro 2.0. Algoritma ini bekerja secara real-time untuk memproses sinyal audio, mengurangi distorsi pada volume tinggi, dan meningkatkan respons frekuensi rendah (bass) serta kejernihan vokal (treble). Hasilnya adalah profil suara yang seimbang, jernih, dan bertenaga.

Konektivitas Masa Depan: Bluetooth 6.0

Salah satu kejutan terbesar dari perangkat ini adalah penggunaan standar konektivitas nirkabel terbaru, yakni Bluetooth 6.0.

Di saat banyak perangkat high-end masih berkutat di Bluetooth 5.3 atau 5.4, Black Shark melangkah lebih maju. Bluetooth 6.0 menawarkan keunggulan signifikan dalam hal kecepatan transfer data, stabilitas koneksi, dan efisiensi daya. Bagi gamer, ini berarti latensi (jeda suara) yang sangat rendah. Suara langkah kaki musuh atau tembakan akan terdengar sinkron dengan visual di layar, menghilangkan delay yang sering menjadi kelemahan speaker Bluetooth konvensional.

Selain itu, speaker ini mendukung fitur TWS (True Wireless Stereo) Pairing. Jika pengguna membeli dua unit speaker ini, keduanya dapat dihubungkan secara nirkabel untuk menciptakan sistem suara stereo kiri-kanan (left-right channel) yang sesungguhnya, memberikan efek ruang yang jauh lebih luas.

Baca juga: Cara Hubungkan Ponsel ke Lebih dari Satu Speaker Bluetooth

Baterai Awet dan Harga Terjangkau

Untuk mendukung sesi bermain game maraton, Black Shark menanamkan baterai berkapasitas 750 mAh. Berdasarkan pengujian internal, baterai ini mampu bertahan antara 6 hingga 16 jam pemutaran musik non-stop, tergantung pada tingkat volume dan penggunaan lampu RGB. Pengisian daya juga sudah menggunakan port modern USB Type-C, dengan waktu pengisian penuh sekitar 2,5 jam.

Yang paling menarik adalah harganya. Di pasar China, Black Shark Magnetic Bluetooth Speaker dibanderol hanya 129 Yuan atau setara dengan Rp280.000 - Rp300.000. Harga ini tergolong sangat agresif mengingat fitur-fitur premium yang ditawarkannya (Magnet N52, RGB, Bluetooth 6.0).

Meskipun saat ini baru tersedia di pasar domestik China, antusiasme penggemar teknologi global sangat tinggi. Mengingat popularitas merek Black Shark di Indonesia, besar kemungkinan aksesori unik ini akan segera masuk ke pasar tanah air melalui jalur distributor resmi maupun importir umum dalam waktu dekat.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News 

(WN/ZA)

  •  

Mendunia! Lagu Indo "Stecu Stecu" Kalahkan Coldplay di Top Chart TikTok

Foto: Gemini

Teknologi.id – Siapa sangka, irama musik lokal yang lahir dari kreativitas anak bangsa di Indonesia Timur mampu mengguncang panggung musik dunia dan mengalahkan nama-nama raksasa industri hiburan global? Tahun 2025 menjadi saksi sejarah baru bagi industri musik tanah air. Sebuah lagu dengan judul unik, "Stecu Stecu", karya musisi Faris Adam, secara mengejutkan berhasil menembus daftar prestisius "Global Top 20 Songs 2025" yang dirilis oleh platform video pendek raksasa, TikTok.

Prestasi ini bukan kaleng-kaleng. Lagu yang kental dengan nuansa elektronik lokal yang catchy ini menempati peringkat ke-8 di seluruh dunia. Posisi ini secara otomatis menempatkan "Stecu Stecu" di atas karya musisi legendaris dunia. Lagu "Sparks" milik band ikonik asal Inggris, Coldplay, harus puas berada di posisi ke-15, sementara lagu hits "Ocean Eyes" dari penyanyi fenomenal Billie Eilish tertahan di posisi ke-12.

Fenomena "Stecu": Dari Lokal Menjadi Global

Keberhasilan "Stecu Stecu" adalah anomali yang menyenangkan dalam industri musik global yang biasanya didominasi oleh pop Barat atau K-Pop. Lagu ini menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia yang berhasil masuk ke dalam jajaran elit tersebut di tahun 2025.

Judul "Stecu" sendiri diambil dari istilah gaul atau slang lokal yang merupakan singkatan dari "Stelan Cuek". Istilah ini menggambarkan sikap santai, percaya diri, dan tidak mempedulikan omongan orang lain—sebuah filosofi yang mungkin sangat resonan dengan Generasi Z di seluruh dunia.

Faris Adam, sang kreator yang berasal dari Maluku Utara, berhasil meramu musik yang melampaui batasan bahasa. Meskipun liriknya berbahasa Indonesia (dengan dialek lokal), beat atau ketukan lagunya memiliki daya tarik universal. Irama yang menghentak namun asyik dibuat bergoyang ini menjadi bensin utama bagi viralitasnya di TikTok.

Baca juga: 5 Raja Streaming Musik 2025: Siapa Juara Lossless dan Siapa Jagoan AI?

Mengapa Bisa Mengalahkan Coldplay?

Pertanyaan besar yang muncul di benak banyak orang adalah: Bagaimana mungkin lagu lokal bisa mengalahkan Coldplay dalam hal metrik viralitas? Jawabannya terletak pada algoritma dan kultur penggunaan TikTok itu sendiri.

  1. Kekuatan "Sound" untuk Konten: Di TikTok, popularitas sebuah lagu tidak ditentukan oleh kompleksitas lirik atau ketenaran penyanyinya, melainkan oleh seberapa "enak" lagu tersebut digunakan sebagai latar video. "Stecu Stecu" memiliki struktur looping yang sempurna untuk konten berdurasi 15 hingga 60 detik.
  2. Versatilitas Penggunaan: Berbeda dengan lagu Coldplay yang mungkin lebih cocok untuk konten galau atau sinematik, "Stecu Stecu" bersifat serbaguna (versatile). Lagu ini digunakan oleh jutaan kreator konten dari Amerika, Eropa, hingga Asia untuk berbagai jenis video: mulai dari dance challenge, transisi makeup, video memasak, hingga video komedi (meme).
  3. Efek Domino FYP: Ketika sebuah lagu mulai dipakai secara masif di satu negara, algoritma TikTok "For You Page" (FYP) akan mendorongnya ke negara lain. Pengguna di Brasil atau Jepang mungkin tidak tahu arti kata "Stecu", tetapi mereka menikmati energinya. Inilah yang membuat lagu ini meledak secara organik tanpa kampanye pemasaran global yang mahal.

Foto: TikTok

Kebangkitan Musik Indonesia Timur 

Kesuksesan Faris Adam juga menyoroti potensi besar dari kancah musik Indonesia Timur. Selama beberapa tahun terakhir, lagu-lagu dari wilayah ini—yang sering kali mengusung genre House Music lokal, Funkot, atau Remix—kerap menjadi viral di media sosial nasional. Namun, menembus pasar global di peringkat 8 dunia adalah pencapaian tertinggi sejauh ini. 

Hal ini membuktikan bahwa selera musik dunia semakin inklusif dan terdesentralisasi. "Sound of Indonesia" kini memiliki tempat tersendiri. Fenomena ini mirip dengan bagaimana musik Reggaeton dari Amerika Latin atau Afrobeats dari Afrika mengambil alih tangga lagu dunia beberapa tahun lalu. Kini, giliran irama khas Nusantara yang mendapatkan panggungnya.

Baca juga: Fitur Baru TikTok: Shared Collections & Shared Feeds untuk Kolaborasi Konten

Dampak Bagi Industri Musik Tanah Air

Laporan TikTok ini memberikan angin segar dan motivasi luar biasa bagi para kreator musik independen di Indonesia. Kasus "Stecu Stecu" membuktikan bahwa Anda tidak perlu rekaman di studio mahal di Jakarta atau Los Angeles untuk didengar dunia. Kreativitas yang autentik, dipadukan dengan pemahaman akan tren digital, bisa membawa seorang musisi dari daerah untuk bersanding—bahkan mengungguli—pemenang Grammy Awards.

Ke depannya, fenomena ini diprediksi akan memicu gelombang baru eksplorasi musik lokal. Produser musik dunia mungkin akan mulai melirik talenta-talenta dari Indonesia untuk kolaborasi, mencari "bumbu" unik yang bisa membuat karya mereka viral di platform media sosial. Bagi Faris Adam dan "Stecu Stecu", peringkat ke-8 dunia bukan sekadar angka. Itu adalah pernyataan tegas bahwa Indonesia ada di peta musik digital dunia, dan kita tidak datang hanya untuk meramaikan, tetapi untuk memimpin tren. Coldplay mungkin memiliki stadion, tetapi di layar ponsel miliaran manusia tahun 2025, Faris Adam adalah rajanya.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News

(WN/ZA)

  •  

Siap-Siap Mahal! Tarif Ojol Bakal Disesuaikan Ikuti Kenaikan BBM & UMR

Foto: Universitas Gadjah Mada

Teknologi.id – Kabar penting bagi jutaan pengguna setia layanan transportasi daring (online) di Indonesia. Era tarif lama ojek online (ojol) yang telah berlaku selama setengah dekade terakhir tampaknya akan segera berakhir. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara resmi memberikan sinyal kuat bahwa penyesuaian tarif ojol kini bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah urgensi yang sedang dalam tahap pematangan regulasi.

Langkah ini diambil sebagai respons atas dinamika ekonomi yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, di mana biaya hidup dan operasional terus merangkak naik, sementara pendapatan dasar mitra pengemudi relatif stagnan. Pemerintah menyadari bahwa membiarkan tarif tidak berubah lebih lama lagi berpotensi memicu gejolak sosial di kalangan pengemudi yang merupakan tulang punggung ekonomi gig di Indonesia.

Akhir Penantian 5 Tahun: Mengapa Harus Naik Sekarang?

Dalam sebuah diskusi bertajuk "Sinergi Ekosistem Transportasi Digital" yang digelar di Jakarta Selatan, Utomo Harmawan, Kasubdit Angkutan Tidak dalam Trayek Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, mengungkapkan fakta yang menjadi dasar keputusan ini. Ia menyoroti bahwa sudah sekitar 4 hingga 5 tahun tidak ada revisi tarif ojol yang signifikan.

"Pasti tarif akan kita sesuaikan, karena memang sejak ditetapkan yang 4-5 tahun yang lalu belum ada perubahan," tegas Utomo.

Selama periode stagnasi tersebut, Indonesia telah melewati berbagai gelombang ekonomi, mulai dari pemulihan pasca-pandemi, inflasi, hingga fluktuasi harga energi. Ketidakseimbangan antara pendapatan pengemudi dengan biaya operasional harian inilah yang selama ini memicu berbagai aksi demonstrasi dan keresahan di kalangan asosiasi pengemudi ojol. Kemenhub menilai, revisi tarif adalah langkah korektif yang tidak bisa ditunda lagi untuk menjaga keberlangsungan ekosistem ini.

Baca juga: Tarif Ojol Naik, Gojek Buka Suara: Komitmen Ikuti Regulasi dan Jaga Ekosistem

Rumus Baru: UMR + BBM = Tarif Baru

Lantas, berapa besar kenaikannya dan apa landasannya? Kemenhub membocorkan bahwa skema tarif baru ini tidak diputuskan secara sembarangan. Pemerintah sedang menyusun formula yang mempertimbangkan dua variabel makro ekonomi utama:

  1. Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR): Kenaikan upah buruh dan pekerja formal setiap tahunnya menjadi tolok ukur daya beli dan standar hidup layak. Tarif ojol harus disesuaikan agar pendapatan bersih pengemudi tetap relevan dengan standar hidup di masing-masing daerah operasional.
  2. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM): Sebagai komponen biaya operasional terbesar bagi pengemudi, fluktuasi harga BBM memiliki dampak langsung terhadap pendapatan bersih ("uang dapur") yang dibawa pulang.

"Kami sepakat dan di regulasi kami ini kita sudah menyusun penyusunan tarif berdasarkan kenaikan harga UMR dan kenaikan harga BBM," jelas Utomo. Dengan memasukkan kedua komponen ini, diharapkan tarif baru nanti akan lebih fair atau adil bagi mitra pengemudi tanpa memberatkan konsumen secara berlebihan.

Foto: Kontan

PR untuk Aplikator: Algoritma "Anti-Macet"

Selain urusan dompet, Kemenhub juga menyoroti aspek teknis operasional yang selama ini dikeluhkan masyarakat umum: kemacetan di titik penjemputan. Fenomena "lautan jaket hijau/kuning" di stasiun KRL atau pusat perbelanjaan sering kali menjadi biang kerok kemacetan lalu lintas.

Kemenhub secara spesifik "menentil" peran aplikator (seperti Gojek, Grab, Maxim, dll) yang disebut sebagai "Mak Comblang"—pihak yang mempertemukan pengemudi dan penumpang. Pemerintah meminta aplikator untuk tidak hanya fokus pada transaksi, tetapi juga bertanggung jawab atas ketertiban umum melalui teknologi.

Utomo menantang para perusahaan teknologi ini untuk memodifikasi algoritma mereka. Tujuannya adalah memecah konsentrasi massa di satu titik.

"Apakah algoritmanya tidak bisa mengarahkan penumpang berjalan 20-30 meter ke titik yang lebih longgar?" tanyanya. Ide ini sederhana namun berdampak besar: aplikasi bisa menyarankan titik jemput yang sedikit bergeser dari kerumunan utama, sehingga arus lalu lintas tetap lancar dan keselamatan penumpang maupun pengemudi lebih terjamin. Ini menuntut perubahan perilaku penumpang untuk mau berjalan sedikit demi kenyamanan bersama.

Baca juga: Maxim Aplikasi Transportasi Online Terpercaya Indonesia

Perlindungan Sosial: JKK dan JKM

Di sisi lain, payung hukum untuk kesejahteraan pengemudi juga sedang diperkuat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya telah membocorkan bahwa aturan baru ojol nantinya tidak hanya bicara soal tarif, tetapi juga perlindungan sosial.

Pemerintah sedang merumuskan regulasi yang mewajibkan adanya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Ini adalah langkah maju untuk memanusiakan profesi ojol yang memiliki risiko kecelakaan tinggi di jalan raya. Dengan adanya jaminan ini, diharapkan mitra pengemudi memiliki jaring pengaman sosial yang lebih kuat, setara dengan pekerja formal lainnya.

Kesimpulannya, tahun 2026 kemungkinan besar akan menjadi tahun perubahan besar bagi industri ojek online di Indonesia. Konsumen harus bersiap dengan penyesuaian harga, sementara pengemudi bisa sedikit bernapas lega dengan potensi pendapatan dan perlindungan yang lebih baik. Pemerintah kini memegang peran kunci sebagai wasit untuk memastikan keseimbangan baru ini tidak merugikan salah satu pihak.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News 

(WN/ZA)

  •  
❌