Alasan Minimnya Minat Ritel Kini Tak Lagi Sinyalkan Market Bottom
Partisipasi ritel di pasar aset kripto terus menurun sepanjang siklus ini. Minat yang tercatat semakin melemah seiring berakhirnya tahun.
Sementara beberapa analis masih menafsirkan menurunnya keterlibatan ritel sebagai sinyal klasik bahwa pasar sudah di dasar atau bottom, sebagian lain berpendapat penurunan saat ini mencerminkan perubahan budaya dan sosial yang lebih dalam, di mana perhatian investor sudah beralih sepenuhnya dari kripto.
Apakah Apatisme Ritel Sinyalkan Bottom atau Fase Baru?
Penurunan pasar aset kripto mendorong banyak analis untuk menerawang potensi terbentuknya market bottom, dengan mengutip berbagai faktor seperti data on-chain, pola teknikal, hingga perubahan perilaku investor. Di antara semua indikator ini, jauhnya keterlibatan ritel kerap dianggap sebagai penanda terbentuknya market bottom.
Analis menyatakan bahwa masa-masa pesimisme ekstrem serta rendahnya partisipasi biasanya bertepatan dengan terbentuknya market bottom, sehingga mereka menafsirkan sikap masa bodoh yang makin meluas kini sebagai titik balik serupa.
“Ritel masuk di PUNCAK, bukan di bottom, dan absennya ritel pada momen ini menyiratkan bahwa ini bukan puncak pasar, melainkan market bottom yang sedang terbentuk,” ujar seorang analis.
Namun, data baru menunjukkan situasinya mungkin sudah berubah. Dalam sebuah unggahan baru-baru ini, analis Luc menyoroti pergeseran yang lebih dalam di kalangan ritel. Menurut dia,
“Ini bersifat kultural. Sebuah pergeseran sosial. Perhatian telah berpindah.”
Salah satu tanda nyata yaitu minat pada platform konten kripto yang merosot tajam. Misalnya, seorang YouTuber kripto dengan 139.000 subscriber melaporkan bahwa jumlah tayangannya turun jauh lebih besar dibanding titik terendah lima tahun terakhir.
Para influencer kripto terkenal juga mulai berfokus ke pasar saham tradisional. Bersama-sama, tren ini mengisyaratkan melemahnya perhatian, bukan sekadar koreksi sementara.
Di kalangan investor muda, persepsi pun berubah. Saat ini, kripto harus bersaing dengan alternatif yang lebih mudah dijangkau seperti prediction market dan saham kripto, yang memiliki risiko “rug pull” lebih rendah.
“Setiap instrumen kini semakin mudah diakses. Mulai dari COIN yang menambahkan perdagangan saham, HOOD dengan opsi 0DTE, hingga prediction market secara keseluruhan…semuanya tersedia…tanpa risiko rug-pull yang dipersepsikan dari lanskap kripto ‘tanpa hukum’ yang dulu menjadi daya tarik utama kripto,” kata Luc.
Baru-baru ini, BeInCrypto melaporkan bahwa banyak investor baru lebih memilih emas dan perak ketimbang kripto di tengah inflasi yang terus-menerus serta ketidakpastian ekonomi makro. Pergeseran ini menandai perubahan arah generasi yang lebih luas.
Citra kripto juga semakin menurun akibat banyaknya kasus peretasan dan penipuan. Menurut Chainalysis, industri kripto kehilangan lebih dari US$3,4 miliar dari Januari hingga awal Desember.
Selama periode ini, insiden keamanan meningkat, dan para penyerang memakai taktik yang makin canggih demi mencuri dana dan mengeksploitasi pengguna.
“Sekarang dianggap cringe berada di kripto. Terlalu banyak scam untuk ditangani degen rata-rata. Anak-anak lebih memilih bekerja di AI atau hal lain. Populasi umum sebenarnya tidak ingin berurusan dengan kripto, kita gagal menebus diri setelah debakel Luna + FTX + JPEG illiquid tahun 2022,” ujar Kate, pengamat pasar lainnya.
Masuknya Institusi Mulai Ubah Dinamika Pasar
Di saat minat ritel menurun, perusahaan keuangan mapan semakin memperluas kehadirannya di kripto. Aishwary Gupta dari Polygon Labs menyampaikan ke BeInCrypto bahwa institusi saat ini menyumbang sekitar 95% aliran dana ke kripto, sedangkan partisipasi ritel turun ke sekitar 5–6%.
Dari munculnya digital asset treasury (DAT) sampai semakin banyak institusi keuangan tradisional yang masuk ke ruang ini, pasar menjadi semakin digerakkan oleh institusi. Tetap saja, dominasi institusi membawa dua sisi.
Kondisi ini menambah legitimasi serta akses yang lebih mudah, akan tetapi daya tarik awal sektor ini justru mengundang orang-orang yang ingin keluar dari keuangan tradisional. Semakin besarnya dominasi institusi bisa jadi malah menggerus hal mendasar tersebut.
“Namun dengan keterlibatan broker legacy seperti Schwab/JPMorgan dan minat pemerintah, apakah kripto sedang kehilangan demografi yang membuatnya populer sejak awal?” ujar Luc.
Luc juga menyadari bahwa banyak dinamika semacam ini sudah pernah muncul di bear market kripto sebelumnya. Tetapi, ia menekankan sekarang ada variabel baru yang “mengubah permainan”.
“Kripto nampaknya sedang berada dalam fase transisi…dari aset momentum menjadi aset infrastruktur,” tambahnya.
Jika partisipasi ritel memang menurun secara struktural, maka pertanyaan utama adalah apakah utilitas kripto di dunia nyata dapat mengimbangi menurunnya permintaan spekulatif. Adopsi blockchain untuk pembayaran, rantai pasok, dan decentralized finance semakin berkembang.
Meski begitu, masih belum jelas apakah perkembangan ini dapat memunculkan antusiasme sebesar yang mendorong siklus pasar sebelumnya. Menjelang 2026, dinamika sektor kripto mungkin bisa memberikan gambaran lebih jelas apakah ini sekadar fase sementara atau benar-benar perubahan permanen.
Bagaimana pendapat Anda tentang minimnya minat ritel yang tak lagi cerminkan market bottom kripto? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!