Normal view

Received — 18 December 2025 Crypto News & Update

Prediksi Harga Ethereum: ETH Turun di Bawah $2.900, Arus Keluar ETF Berlanjut

18 December 2025 at 18:48

Ethereum tergelincir di bawah $2.900 akibat tekanan jual institusi dan arus keluar ETF yang masif. Kondisi pasar yang tidak menentu membuat prediksi harga Ethereum menjadi perhatian utama, terutama setelah ETH kehilangan level psikologis $3.000.

Jika penutupan harga tetap berada di bawah level $2.800, risiko koreksi menuju area $2.500 atau lebih rendah menjadi sangat nyata. Namun, aksi akumulasi oleh beberapa pemegang besar menunjukkan masih adanya harapan untuk pemulihan jangka panjang di tengah volatilitas ini.

Tekanan Arus Keluar ETF dan Gejolak Pasar: Apakah Ethereum Mampu Bertahan?

Kondisi pasar kripto di pertengahan Desember 2025 ini sedang diuji oleh volatilitas tinggi yang memaksa Ethereum (ETH) jatuh ke bawah level psikologis $2.900.

Penurunan sebesar 11,8% dalam sepekan terakhir bukan tanpa alasan; investor institusional terpantau mulai mengurangi eksposur mereka pada aset digital seiring dengan ketidakpastian kebijakan moneter global dan gonjang-ganjing di pasar ekuitas AS.

Sentimen bearish semakin diperparah oleh data arus keluar (outflow) dari ETF Ethereum spot yang mencatat rekor negatif berturut-turut selama lima hari, dengan total kerugian mencapai $533 juta.

Dana besar dari penerbit utama seperti BlackRock dan Fidelity terlihat mulai ditarik keluar, menandakan sikap wait and see dari para pemain besar.

Kondisi ini membuat prediksi harga Ethereum menjadi topik yang cukup mendebarkan bagi para trader, mengingat level $2.800 kini menjadi benteng pertahanan terakhir. Jika penutupan harga Desember gagal bertahan di atas area ini, risiko terjun bebas ke zona $2.500 hingga $2.000 menjadi ancaman yang sangat nyata.

Namun, di tengah kepanikan ritel, aktivitas “Whale” justru memberikan perspektif berbeda.

Beberapa institusi seperti BitMine dilaporkan justru melakukan akumulasi besar-besaran senilai $140 juta saat harga terkoreksi di bawah $3.000, menunjukkan adanya keyakinan jangka panjang bahwa Ethereum tetap akan menjadi tulang punggung ekosistem Web3.

Sementara itu, investor yang mencari alternatif lebih stabil mulai melirik Bitcoin Hyper (HYPER). Dengan infrastruktur Layer-2 inovatif dan keberhasilan presale yang menembus $29,5 juta (Rp490 miliar).

HYPER kini dianggap sebagai “safe haven” baru bagi mereka yang ingin menghindari risiko langsung dari fluktuasi tajam Ethereum saat ini.

ETF Ethereum Kehilangan $582 Juta Selama Lima Hari Kerugian Berturut-turut

Pelepasan aset Ethereum secara besar-besaran oleh investor institusional melalui ETF spot menjadi sorotan utama di penghujung tahun 2025. Dalam kurun waktu lima hari saja, arus keluar (outflow) dana dari produk Fidelity dan BlackRock menyentuh angka fantastis, yakni $582 juta.

Outflow ETF ETH - Prediksi harga Ethereum
Inflow/Outflow ETF ETH | Sumber: CoinGlass

Fenomena ini mencerminkan sikap kehati-hatian Wall Street terhadap volatilitas pasar kripto yang dipicu oleh ketidakpastian data ekonomi AS, terutama lonjakan tingkat pengangguran yang mencapai puncaknya sejak 2021.

Akibatnya, sentimen risk-off mendominasi, menyeret harga ETH ke bawah zona psikologis $3.000.

Namun, di tengah kepanikan ritel dan penarikan dana institusi, “Whale” besar justru menunjukkan langkah yang berlawanan. BitMine, perusahaan treasury Ethereum yang dipimpin oleh analis kawakan, Tom Lee, baru saja mengeksekusi strategi buy the dip dengan menyerok ETH senilai $140 juta saat harga terkoreksi.

Langkah agresif ini meningkatkan total kepemilikan mereka menjadi hampir 4 juta ETH, atau sekitar 3% dari total pasokan dunia. Tom Lee sendiri tetap optimis terhadap prediksi harga Ethereum jangka panjang, menyebutkan bahwa fundamental jaringan pasca-upgrade “Fusaka” tetap kokoh meski harga jangka pendek mengalami guncangan.

Bagi para spekulan, area $2.800 kini menjadi titik krusial. Analisis pasar menunjukkan bahwa jika Ethereum gagal mempertahankan level ini sebelum penutupan tahun, maka target penurunan berikutnya bisa meluas ke area $2.500.

Sebaliknya, akumulasi masif oleh entitas seperti BitMine seringkali dianggap sebagai sinyal “kekuatan beli tersembunyi” yang bisa memicu short squeeze jika sentimen makro tiba-tiba membaik.

Fokus pasar kini tertuju pada apakah dukungan institusional jangka panjang mampu meredam tekanan jual jangka pendek dari para pemegang ETF.

Prediksi Harga Ethereum: $3.000 Jebol, Ethereum Bakal Terperosok ke $2.500?

Ethereum kini sedang berada di zona merah setelah gagal mempertahankan level psikologis $3.000. Data terbaru dari CoinMarketCap menunjukkan harga ETH tergerus hingga ke kisaran $2.834, sebuah penurunan yang cukup melukai kepercayaan diri para investor ritel.

Penolakan harga di zona atas ini memicu aksi jual berantai, yang secara teknis telah menyeret nilai altcoin nomor satu ini turun 16% dari level tertinggi jangka pendeknya.

Kondisi ini membuat banyak analis mulai merevisi prediksi harga Ethereum untuk penutupan tahun 2025. Jika dalam beberapa hari ke depan ETH tidak mampu kembali ke atas $2.900 dan justru ditutup di bawah $2.800 pada akhir Desember, pintu menuju penurunan yang lebih dalam akan terbuka lebar.

Secara historis, jika level support kunci ini patah, Ethereum berisiko meluncur bebas menuju area $2.500. Bahkan, dalam skenario terburuk di mana tekanan makro ekonomi global terus memburuk, tidak menutup kemungkinan harga akan menguji kembali zona $2.000 yang merupakan level krusial dari siklus pasar sebelumnya.

Harga ETH/USD - Prediksi harga Ethereum
Harga ETH | Sumber: TradingView

Beberapa pengamat pasar dari TradingView mencatat bahwa volume perdagangan saat ini menunjukkan tanda-tanda kelelahan dari sisi pembeli.

Tanpa adanya katalis positif yang signifikan, seperti perubahan kebijakan suku bunga atau kejutan dari sisi adopsi jaringan, Ethereum harus bersiap menghadapi periode konsolidasi yang menyakitkan.

Fokus pasar sekarang tertuju pada kemampuan bulls untuk melakukan perlawanan di sekitar area $2.800 guna menghindari skenario bearish yang lebih ekstrim.

Bitcoin Hyper (HYPER): “Safe Haven” Baru di Tengah Tekanan Pasar Ethereum

Saat sentimen pasar terhadap prediksi harga Ethereum cenderung melandai, Bitcoin Hyper (HYPER) justru mencuri panggung dengan performa presale yang impresif.

Proyek Layer-2 inovatif ini telah berhasil mengumpulkan dana lebih dari $29,5 juta (sekitar Rp490 miliar), sebuah angka yang menunjukkan besarnya kepercayaan investor terhadap solusi skalabilitas Bitcoin berbasis Solana Virtual Machine (SVM).

Dengan lebih dari 645 juta token yang telah terjual, $HYPER dipandang sebagai aset infrastruktur yang mampu menjembatani likuiditas Bitcoin ke dunia DeFi secara instan.

Daya tarik utama Bitcoin Hyper terletak pada ekosistemnya yang menawarkan efisiensi tinggi dengan imbal hasil yang menggiurkan. Saat ini, token $HYPER masih tersedia di harga presale diskon sebesar $0,013445.

Bitcoin Hyper - Prediksi harga Ethereum

Tak hanya menawarkan potensi kenaikan nilai saat listing, investor juga dapat menikmati fitur staking dengan APY mencapai 39%. Angka ini menjadi magnet bagi para pemburu pendapatan pasif yang ingin mengoptimalkan aset mereka sembari menunggu pemulihan pasar global.

Bagi investor yang ingin tahu cara beli Bitcoin Hyper, prosesnya cukup sederhana dan inklusif. Anda hanya perlu mengunjungi situs resmi Bitcoin Hyper, menghubungkan dompet digital seperti MetaMask atau Best Wallet, dan melakukan transaksi menggunakan ETH, USDT, atau kartu bank.

Dengan fundamental yang solid dan audit keamanan dari Coinsult, banyak pengamat memberikan prediksi harga Bitcoin Hyper yang optimis, memproyeksikannya sebagai salah satu peluncuran kripto paling sukses di tahun 2026 mendatang.

Beli Bitcoin Hyper di Sini

Disclaimer: Pendapat dan pandangan yang diungkapkan dalam postingan ini tidak selalu mencerminkan kebijakan atau posisi resmi Cryptonews. Informasi yang disediakan dalam postingan ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat keuangan, investasi, atau profesional. Cryptonews tidak mendukung produk, layanan, atau perusahaan tertentu yang disebutkan dalam postingan ini. Pembaca disarankan untuk melakukan riset mandiri dan berkonsultasi dengan profesional yang berkualifikasi sebelum mengambil keputusan keuangan apa pun. Jangan pernah menginvestasikan lebih dari yang Anda siap kehilangan.

The post Prediksi Harga Ethereum: ETH Turun di Bawah $2.900, Arus Keluar ETF Berlanjut appeared first on Cryptonews Indonesia.

💾

Coinbase Resmi Dapat Izin Akuisisi CoinDCX Senilai $2,45 Miliar di India

18 December 2025 at 18:46

Coinbase berhasil memperoleh persetujuan dari Komisi Persaingan Usaha India (CCI) untuk membeli sebagian saham CoinDCX, salah satu platform crypto terbesar di negara tersebut, dengan valuasi mencapai $2,45 miliar atau sekitar Rp40,9 triliun.

Persetujuan ini menjadi tonggak penting dalam ekspansi Coinbase ke pasar crypto Asia yang berkembang pesat. Dengan masuknya Coinbase sebagai investor strategis, posisi CoinDCX di India dan kawasan sekitarnya diperkirakan akan makin kokoh. Chief Legal Officer Coinbase, Paul Grewal, menyebut langkah ini sebagai bentuk komitmen jangka panjang terhadap pertumbuhan ekosistem crypto lokal.

Dampak Akuisisi terhadap Masa Depan CoinDCX

Langkah ini tidak hanya memperkuat kepemilikan Coinbase, tetapi juga memperdalam kemitraan strategis dengan CoinDCX yang kini telah melayani lebih dari 20,4 juta pengguna di India dan Uni Emirat Arab.

We appreciate the Competition Commission of India approval of our proposal to acquire a minority stake in @CoinDCX, marking an important regulatory milestone and deepening Coinbase’s long-term partnership with one of India’s most established and trusted digital asset platforms. pic.twitter.com/IzTmJkyO7u

— paulgrewal.eth (@iampaulgrewal) December 17, 2025

Total aset yang dikelola CoinDCX kini mencapai lebih dari $1,2 miliar atau sekitar Rp20 triliun. Coinbase sebelumnya sudah menjadi investor awal CoinDCX sejak 2020, namun kali ini investasinya datang setelah perusahaan India tersebut menghadapi salah satu tantangan keamanan terbesar sepanjang sejarahnya. Grewal menyebut keputusan ini sebagai “milestone regulasi penting” yang semakin memperkuat kepercayaan terhadap tim CoinDCX.

Pemulihan Pasca Peretasan $44 Juta

Persetujuan ini hadir tujuh bulan setelah CoinDCX mengalami peretasan besar yang menyebabkan kerugian senilai $44 juta atau sekitar Rp733 miliar dari akun likuiditas internal mereka. Insiden ini terhubung dengan kelompok Lazarus asal Korea Utara berdasarkan investigasi dari perusahaan keamanan siber Cyvers.

Modus serangan mengikuti pola serupa dengan kasus pembobolan WazirX senilai $234 juta pada tahun sebelumnya. Hacker menjalankan tujuh transaksi cepat hanya dalam waktu lima menit setelah melakukan uji coba beberapa hari sebelumnya. Polisi India kemudian menangkap seorang software engineer internal yang datanya diretas. Meskipun demikian, sang karyawan mengklaim bahwa peretas mengakses sistemnya ketika ia bekerja sebagai freelancer menggunakan perangkat milik perusahaan.

CEO CoinDCX, Sumit Gupta, menegaskan bahwa dana pelanggan tetap aman selama kejadian berlangsung. Sebagai bentuk tanggung jawab, pihaknya meluncurkan program bounty pemulihan aset dengan imbalan hingga 25% dari total dana yang berhasil dikembalikan, berpotensi mencapai Rp183 miliar. Coinbase secara eksplisit menyebut insiden tersebut dalam pernyataan investasinya dan menyatakan bahwa cara CoinDCX menangani peretasan justru memperkuat keyakinan mereka terhadap tim dan platform tersebut.

Strategi Coinbase Perluas Jangkauan di Asia

Investasi ini turut memperkuat kehadiran Coinbase di India dan Timur Tengah, dua kawasan yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan crypto tertinggi berkat adopsi yang tinggi, regulasi yang mulai mendukung, dan daya beli masyarakat yang besar. Tahun lalu, CoinDCX juga mengakuisisi BitOasis yang berbasis di Dubai sebagai bagian dari ekspansi regional.

🇮🇳 Coinbase returns to India after two-year absence, with plans to introduce rupee deposits and fiat trading by 2026.#Coinbase #Indiahttps://t.co/xTgnD4Ux9I

— Cryptonews.com (@cryptonews) December 8, 2025

Menurut Gupta, suntikan dana segar ini akan mempercepat peluncuran produk baru di ekosistem Web3, memperluas jangkauan pasar, dan meningkatkan sistem keamanan. Ia menambahkan bahwa investasi Coinbase bukan sekadar dana, melainkan bentuk kepercayaan mendalam terhadap misi, pendekatan, dan kualitas tim mereka.

Coinbase juga telah kembali membuka operasional langsung di India setelah sempat vakum selama dua tahun. Saat ini, mereka sudah menawarkan layanan trading crypto-to-crypto, dengan rencana integrasi sistem deposit dalam mata uang rupee pada 2026. Sebelum kembali beroperasi, Coinbase memastikan semua aspek hukum terpenuhi setelah sempat dihentikan oleh penyedia layanan pembayaran India yang memblokir akses ke Unified Payments Interface (UPI).

Kepatuhan Hukum Jadi Prioritas Ekspansi Coinbase

Direktur wilayah Asia-Pasifik Coinbase, John O’Loghlen, menjelaskan bahwa keputusan menghentikan akun pelanggan lama bertujuan menciptakan fondasi regulasi yang bersih. Langkah ini dianggap tak lazim secara bisnis, namun krusial untuk membangun reputasi jangka panjang.

Setelahnya, Coinbase memperoleh pendaftaran dari Financial Intelligence Unit India, bersama beberapa kompetitor exchange crypto terbaik seperti Binance, KuCoin, dan Bybit yang juga melewati proses regulasi ketat dan membayar penalti sebelum melanjutkan operasi. Pendekatan ini mencerminkan upaya Coinbase untuk menyeimbangkan ekspansi agresif dengan kepatuhan terhadap hukum lokal.

Langkah Strategis Coinbase di Luar India

Akuisisi CoinDCX juga memperkuat posisi Coinbase di pasar crypto India, yang meskipun dibatasi oleh pajak tinggi termasuk pajak keuntungan 30% dan potongan transaksi sebesar 1% tetap menjadi salah satu pasar dengan adopsi crypto tertinggi secara global.

Coinbase kini mempekerjakan lebih dari 500 staf di India, dan masih membuka lowongan untuk posisi strategis di dalam dan luar negeri. Grewal juga baru-baru ini bergabung dengan dewan US-India Business Council untuk mempererat hubungan komersial kedua negara.

🇺🇸 US crypto exchange Coinbase is letting users to trade stocks on its platform and place bets on a wide range of events through a partnership with Kalshi.#Coinbase #CoinbaseKalshi #PredictionMarkethttps://t.co/7X7UId3tKZ

— Cryptonews.com (@cryptonews) December 18, 2025

Investasi ini selaras dengan rencana ekspansi Coinbase ke berbagai lini bisnis baru. Perusahaan baru saja meluncurkan platform prediction market bekerja sama dengan Kalshi, menambahkan fitur trading saham, serta mengumumkan integrasi jaringan Solana dalam event produk di San Francisco. CEO Brian Armstrong dalam acara tersebut menyatakan bahwa Coinbase akan menjadi tempat terbaik untuk trading semua jenis aset, bukan hanya crypto.

Coinbase juga telah mengajukan izin kepada regulator AS untuk mendapatkan National Trust Company Charter, yang memungkinkan mereka menawarkan layanan pembayaran dan finansial tanpa bergantung pada bank pihak ketiga. Perusahaan juga memindahkan registrasi korporatnya dari Delaware ke Texas untuk mendapatkan fleksibilitas dan efisiensi regulasi yang lebih baik.

Bitcoin Hyper – Coin yang Akan Listing di Coinbase

Sementara perhatian investor ritel terhadap meme coin semakin menurun dan tren pasar mulai bergeser, aliran modal justru bergerak diam-diam ke proyek-proyek yang menghadirkan utilitas nyata. Di tengah perubahan arah ini, Bitcoin Hyper ($HYPER) muncul sebagai kandidat kuat untuk membawa peningkatan besar dalam siklus pasar berikutnya.

Bitcoin Hyper - Layer 2 Bitcoin

Dengan mengintegrasikan Solana Virtual Machine ke dalam ekosistem Bitcoin, Bitcoin Hyper tidak hanya menawarkan kecepatan, tetapi juga efisiensi yang sulit dicapai oleh protokol tradisional. Keunggulan teknis seperti canonical bridge, finality proof, dan ekosistem staking juga menjadikan proyek ini menarik bagi investor jangka panjang maupun komunitas developer Web3.

Saat ini, Bitcoin Hyper sedang dalam tahap presale dengan harga token $0.013445 atau sekitar Rp224. Total dana yang telah terkumpul mencapai $29,5 juta, mencerminkan antusiasme yang tinggi terhadap visi dan teknologi yang ditawarkan. Bagi yang tertarik mengikuti perkembangan proyek ini, silakan kunjungi laman prediksi harga Bitcoin Hyper untuk membaca analisis lebih dalam.

Bagi Anda yang tertarik, ikuti panduan cara beli Bitcoin Hyper untuk berpartisipasi sebelum listing publik. Tim pengembang juga aktif di komunitas Telegram melalui Bitcoin Hyper Telegram dan secara rutin memberikan pembaruan di akun X (Twitter) resmi mereka dan Kunjungi laman resmi proyek untuk whitepaper, roadmap, dan informasi teknis lainnya seputar proyek ini.

Beli Bitcoin Hyper di Sini

Disclaimer: Pendapat dan pandangan yang diungkapkan dalam postingan ini tidak selalu mencerminkan kebijakan atau posisi resmi Cryptonews. Informasi yang disediakan dalam postingan ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat keuangan, investasi, atau profesional. Cryptonews tidak mendukung produk, layanan, atau perusahaan tertentu yang disebutkan dalam postingan ini. Pembaca disarankan untuk melakukan riset mandiri dan berkonsultasi dengan profesional yang berkualifikasi sebelum mengambil keputusan keuangan apa pun. Jangan pernah menginvestasikan lebih dari yang Anda siap kehilangan.

The post Coinbase Resmi Dapat Izin Akuisisi CoinDCX Senilai $2,45 Miliar di India appeared first on Cryptonews Indonesia.

💾

Imbal Hasil Obligasi Jepang Sentuh 1,98%: Perubahan Suku Bunga BOJ Pengaruhi Emas, Perak, dan Bitcoin

18 December 2025 at 17:20

Imbal hasil obligasi pemerintah Jepang tenor 10 tahun melonjak menjadi 1,98% pada Desember 2025, yaitu level tertinggi sejak 1990-an. Kondisi ini terjadi saat pasar menunggu pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) pada 19 Desember.

Lonjakan ini telah memicu reli global pada logam mulia, dengan harga emas naik 135% dan perak melesat 175% sejak awal 2023. Sementara itu, Bitcoin sedang tertekan karena penjualan paksa makin intensif di exchange Asia, sehingga memperlihatkan perbedaan reaksi pasar terhadap perubahan suku bunga Jepang.

Imbal hasil obligasi Jepang capai 1,98%

Selama beberapa dekade, Jepang mempertahankan suku bunga hampir nol yang mendukung likuiditas global lewat yen carry trade.

Investor meminjam yen dengan bunga rendah untuk berinvestasi di seluruh dunia pada aset dengan yield lebih tinggi, sehingga mengekspor suku bunga sangat rendah.

Kenaikan sebesar 25 basis poin yang diperkirakan, sehingga suku bunga naik menjadi 0,75%, mungkin tampak kecil secara nominal, tapi kecepatan perubahan lebih penting daripada tingkat suku bunganya.

BOJ Interest Rate Probabilities
Probabilitas Suku Bunga BOJ | Sumber: Polymarket

“Carry trade berisiko: Tidak ada yang tahu kapan konsekuensi nyata akan muncul, tapi perubahan yang terus berlanjut ini sepertinya akan menguras likuiditas pasar, sehingga bisa memicu efek berantai lewat margin call dan aksi deleveraging paksa lainnya,” peringatkan CEO i3 Invest, Guilherme Tavares.

Analis menilai aksi BOJ ini bukan sekadar penyesuaian domestik.

“Saat imbal hasil Jepang bergerak, modal global langsung memperhatikan. Emas dan perak tidak merespons pada kabar inflasi. Mereka sedang mengantisipasi risiko neraca keuangan negara. Jepang sekarang bukan lagi negara pinggiran. Jepang adalah pusat perhatian,” teriang Simon Hou-Vangsaae Reseke.

Harga emas dan perak melonjak di tengah kenaikan risiko negara berdaulat

Logam mulia terus mengikuti pergerakan imbal hasil Jepang. Menurut Global Market Investor, emas dan perak bergerak hampir sejalan dengan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang. Ini menunjukkan bahwa logam mulia digunakan sebagai lindung nilai utama terhadap naiknya biaya utang pemerintah.

Harga Emas dan Perak Mengikuti Obligasi 10T Jepang | Sumber: Global Markets Investor di X

“Bukan soal yield-nya sendiri, melainkan apa arti pergerakannya — risiko utang negara yang naik, likuiditas global makin ketat, dan ada ketidakpastian soal kepercayaan pada mata uang. Emas merespons sebagai proteksi, dan perak mengikuti dengan volatilitas yang lebih besar,” komentar analis EndGame Macro.

Pasa perak menunjukkan tanda mania spekulatif. Dana China Silver Futures baru-baru ini diperdagangkan 12% di atas harga fisik logam yang menjadi acuannya, menandakan permintaan eksposur leverage telah melampaui aset dasarnya.

⚠️ Silver market mania is an UNDERSTATEMENT:

The China Silver Futures Fund was trading +12% above the actual value of the silver it is supposed to track

Investors are buying the fund much faster than the silver behind is rising, a sign of SPECULATION. 👇https://t.co/8kAngXV9CH

— Global Markets Investor (@GlobalMktObserv) December 17, 2025

Investor makin memposisikan emas dan perak sebagai lindung nilai terhadap risiko ekonomi makro yang lebih luas, bukan hanya sekadar inflasi.

Bitcoin Mengalami Tekanan karena Carry Trade Mulai Dibuka

Di sisi lain, harga Bitcoin semakin tertekan karena likuiditas yen yang semakin ketat.

“Exchange di Asia terus mengalami aksi jual spot yang konsisten. Cadangan miner menurun — akibat penjualan paksa, bukan pilihan…Holder jangka panjang Asia sepertinya sedang distribusi…Harga akan tetap berat sampai pasokan paksa benar-benar terserap,” tulis CryptoRus, sambil mengutip XWIN Research Japan.

Institusi AS terus membeli, karena Coinbase Premium masih positif, tapi likuidasi paksa di Asia dan penurunan hashrate Bitcoin sebanyak 8% turut menambah tekanan ke bawah.

Bitcoin Price and Coinbase Premium
Harga Bitcoin dan Coinbase Premium | Sumber: CryptoQuant

Perubahan suku bunga BOJ sebelumnya kerap bertepatan dengan penurunan besar BTC, sehingga para trader kini waspada pada risiko penurunan lanjutan ke area US$70.000.

THE BANK OF JAPAN MIGHT BE BITCOIN’S BIGGEST ENEMY

Japan holds the most US debt.
Every time they hike, Bitcoin bleeds:

March 2024: -23%
July 2024: -30%
Jan 2025: -31%

Next hike: Dec 19
Next move: loading…

If the pattern repeats, $70K is in play. pic.twitter.com/R5916R702I

— Merlijn The Trader (@MerlijnTrader) December 14, 2025

Reaksi yang berbeda antara logam mulia dan Bitcoin menyoroti perbedaan dalam posisi risiko. Emas dan perak menarik arus dana safe haven di tengah meningkatnya risiko kedaulatan, sementara Bitcoin mengalami tekanan harga akibat likuidasi.

Analis mencatat pemangkasan suku bunga The Fed di masa depan mungkin bisa menyeimbangkan dampak BOJ, tapi kecepatan perubahan kebijakan sangat penting.

Mengapa Level US$81.500 Kini Jadi Penentu Nasib Harga Bitcoin?

18 December 2025 at 16:35

Bitcoin saat ini bergerak di sekitar sebuah level yang bobotnya melampaui sekadar angka harga di headline. Sejumlah analis menyoroti zona yang merepresentasikan True Market Mean Price (TMMP), yakni harga rata-rata akumulasi on-chain investor non-miner, sebagai poros krusial dinamika pasar saat ini.

Menurut CryptoQuant, level ini telah menjelma menjadi retakan psikologis sekaligus struktural yang menguji apakah keyakinan investor masih cukup solid untuk menyerap pasokan yang muncul, atau justru mulai mengalami erosi.

Bitcoin di “Harga Keyakinan” saat US$81.500 Uji Keyakinan Pasar

Indikator on-chain mengindikasikan stres fase menengah siklus, sementara resistance teknikal masih menahan ruang kenaikan. Di sisi lain, komunitas analis nampak semakin terbelah. Kondisi ini akhirnya menciptakan kebuntuan rapuh antara dua kekuatan utama:

  • holder jangka panjang yang berupaya mempertahankan cost basis mereka, dan
  • penjual yang kian bersedia keluar dari pasar pada level impas.

Dalam lanskap ini, TMMP muncul sebagai batas utama Bitcoin. TMMP bukan sekadar indikator teknikal, melainkan jangkar psikologis kolektif yang menandai harga rata-rata masuknya modal riil ke dalam pasar.

Ketika Bitcoin diperdagangkan di sekitar level ini, investor dihadapkan pada dilema eksistensial pasar: bertahan di tengah ketidakpastian atau melepaskan posisi pada titik impas. Momen keputusan semacam ini kerap memperbesar tekanan pasar dan sering kali menjadi katalis bagi pergerakan besar berikutnya.

Analis CryptoQuant, Moreno, menyoroti US$81.500 sebagai TMMP, yakni titik di mana mayoritas modal efektif masuk ke pasar.

Who’s Still Willing to Hold?

“If Bitcoin holds above the TMMP ($81.5K) while AVIV stabilizes (0.8-0.9), it suggests investors are absorbing supply and defending their cost basis.

If price loses TMMP and AVIV continues to compress, it means profitability is fading, and… pic.twitter.com/XStWnGlXty

— CryptoQuant.com (@cryptoquant_com) December 17, 2025

Secara historis, perdagangan di atas zona ini mendorong pembelian saat koreksi dan akumulasi berkelanjutan. Sebaliknya, kegagalan mempertahankannya sering kali mengubah level tersebut menjadi resistance aktif, karena investor memanfaatkan reli untuk keluar mendekati harga masuk mereka. Pola ini kembali terpantau pada kondisi saat ini.

“Ketika BTC diperdagangkan di atas level ini, investor umumnya berada dalam kondisi psikologis yang relatif nyaman. Namun saat harga kehilangan level tersebut, zona yang sama sering berbalik menjadi resistance, karena mereka yang membeli di sekitar cost basis memanfaatkan reli untuk keluar,” terang Moreno.

Ujian di sekitar US$81.500 kini menempatkan investor pada momen penentuan: bertahan dengan keyakinan, atau mengamankan posisi di titik impas.

Pengalaman siklus sebelumnya menegaskan signifikansi zona ini. Dalam bull market 2020–2021, TMMP berulang kali berfungsi sebagai support dinamis. Sebaliknya, pada 2022, level ini beralih peran menjadi resistance seiring terkikisnya kepercayaan pasar. Peran TMMP selanjutnya berpotensi menentukan arah jangka pendek Bitcoin.

Bitcoin's TMMP at $81,500 acts as critical support
TMMP Bitcoin di US$81.500 berperan sebagai support penting | Sumber: CryptoQuant

Rasio AVIV Tunjukkan Stres Keyakinan yang Berlangsung Senyap

Dimensi perilaku pasar semakin diperdalam oleh rasio AVIV, sebuah metrik on-chain yang membandingkan valuasi pasar aktif dengan valuasi terealisasi, dengan fokus pada profitabilitas investor. Tidak seperti indikator momentum, AVIV mencerminkan sentimen yang berakar pada keuntungan yang benar-benar terealisasi.

Saat ini, rasio AVIV mulai turun menuju rentang 0,8–0,9, sebuah zona yang secara historis diasosiasikan dengan transisi fase menengah siklus. Dalam fase ini, pasar umumnya tidak runtuh secara dramatis, namun juga gagal membangun tren yang tegas.

The AVIV ratio indicates mid-cycle compression
Rasio AVIV menunjukkan tekanan di tengah siklus | Sumber: CryptoQuant

“Jika Bitcoin mampu bertahan di atas TMMP (US$81.500) sementara AVIV stabil di kisaran 0,8–0,9, itu menunjukkan investor masih menyerap suplai dan mempertahankan cost basis mereka. Namun, jika harga kehilangan TMMP dan AVIV terus turun, hal itu menandakan profitabilitas memudar dan kepercayaan mulai melemah,” imbuh analis CryptoQuant.

Lingkungan semacam ini cenderung menekan pelaku pasar yang rapuh bukan melalui penurunan tajam, melainkan lewat stagnasi yang berkepanjangan. Seiring profit yang belum terealisasi terus tergerus, keyakinan diuji secara perlahan, membuka ruang bagi akumulasi ulang atau memaksa pasar mencari permintaan di level yang lebih rendah.

Resistance Teknikal Perkuat Market Sideways saat Debat Makro Menguat

Dari sisi harga, Bitcoin sejauh ini belum menawarkan pelepasan tekanan. Aset ini berulang kali gagal menembus level pembukaan tahunan, memperkuat kehati-hatian di kalangan trader momentum dan pelaku teknikal.

Kegagalan merebut kembali level tersebut memperdalam persepsi bahwa potensi kenaikan masih kecil dalam waktu dekat.

Bitcoin (BTC) Price Performance
Performa Harga Bitcoin (BTC) | Sumber: TradingView

Kebuntuan teknikal ini mencerminkan perpecahan ideologis yang lebih luas di pasar. Holder veteran, banyak di antaranya ditempa oleh puncak 2021 dan crash 70% setelahnya, terlihat semakin responsif terhadap sinyal teknikal dan model siklus.

“Mengapa Bitcoin tidak pump? Karena 50% menjual (OG yang trauma 2021, investor teknikal yang menatap RSI, penggemar siklus empat tahunan yang menanti bear dua tahun pasca-halving) sementara 50% lainnya membeli, yakni investor fundamental, TradFi, dan bank. Pertarungan epik hingga amunisi penjual pun habis,” tulis analis PlanB.

Sebaliknya, pelaku institusional dan keuangan tradisional terlihat relatif tidak terlalu terikat pada siklus jangka pendek. Akumulasi mereka yang berlangsung stabil telah membantu menyerap pasokan yang beredar. Hanya saja, hingga kini itu masih belum cukup kuat untuk mendorong pasar keluar dari rentang konsolidasi yang membelenggu pergerakan harga.

Menambah lapisan ketidakpastian, analis makro Luke Gromen baru-baru ini mengungkap bahwa ia telah menjual mayoritas kepemilikan Bitcoin-nya di sekitar US$95.000. Gromen menautkan keputusannya pada kerusakan teknikal jangka panjang serta kekhawatiran sistemik yang kian mengemuka.

Keputusan tersebut, yang ia sampaikan melalui podcast Swan Bitcoin’s No Second Best, mempertebal narasi bearish pada saat profitabilitas investor sudah berada dalam tekanan.

Gromen menyoroti melemahnya momentum jangka panjang, gagalnya Bitcoin mencetak level tertinggi baru terhadap emas, serta memuncaknya kekhawatiran akan kerapuhan struktur pasar global menjelang 2026.

“Bitcoin is telling us the first half of 2026 is gonna be ugly.” — Luke Gromen

One of the most respected macro voices just turned bearish.
He didn’t just warn — he sold. Is this capitulation?

💥 New episode of No Second Best! 👇 pic.twitter.com/VKnSa3BcSr

— Swan (@Swan) December 16, 2025

Meski para pembawa acara Swan Bitcoin menyanggah kesimpulan tersebut, aksi jual itu sendiri telah menggema di kalangan investor, terutama mereka yang menyaksikan keyakinan pasar mulai goyah di dekat area support krusial.

Keluar masuknya figur berprofil tinggi kerap membawa bobot psikologis yang tidak proporsional, khususnya pada fase ketika harga tertekan dan indikator on-chain mengisyaratkan menyusutnya profitabilitas.

Akankah Keyakinan Mampu Bertahan?

Bitcoin kini berada di sebuah persimpangan yang lebih ditentukan oleh keteguhan keyakinan ketimbang euforia. Jika harga mampu bertahan di atas US$81.500 sembari rasio AVIV berangsur stabil, hal itu akan mengindikasikan bahwa investor masih bersedia mempertahankan cost basis mereka, sebuah prasyarat penting bagi kelanjutan tren naik.

Sebaliknya, bila gagal mempertahankan level tersebut maka berpotensi menimbulkan konsekuensi mahal. Penurunan tegas di bawah TMMP, disertai tekanan AVIV lanjutan, akan menandakan bahwa keyakinan semata tidak lagi memadai, memaksa pasar untuk mencari permintaan pada level yang lebih rendah.

Bagaimana pendapat Anda tentang nasib harga Bitcoin yang bergantung pada level US$81,5K di atas? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Harga Ethereum Mendekati Potensi Breakout — Tapi Harapan Pantulan Muncul

18 December 2025 at 16:00

Pergerakan harga Ethereum memberikan sinyal yang beragam. Setelah terkoreksi lebih dari 3% dalam sehari, ETH mulai menunjukkan tanda-tanda rebound awal, tapi risiko penurunan masih belum hilang. Struktur grafik, data momentum, dan level biaya on-chain semuanya menandakan zona keputusan yang sempit.

Saat ini, Ethereum terjebak antara kemungkinan rebound atau penurunan yang lebih dalam. Sebenarnya, jarak antara kedua kemungkinan itu lebih sempit dari kelihatannya. Yang perlu diperhatikan, zona breakdown justru semakin dekat!

Sinyal Rebound Berada di Dalam Pola Segitiga Sempit

Ethereum sedang diperdagangkan di dalam pola segitiga yang semakin menyempit, struktur yang mencerminkan keragu-raguan antara pembeli dan penjual yang semakin besar. Harga sudah menekan ke arah garis tren bawah, biasanya zona ini menjadi area di mana tekanan jual mulai berkurang.

Antara 1 Desember sampai 17 Desember, ETH mencatat low yang lebih tinggi di harga. Di saat yang sama, Relative Strength Index (RSI), alat ukur momentum, justru membentuk low yang lebih rendah. Ini menimbulkan hidden bullish divergence, artinya tekanan jual mulai melemah.

Hidden Bullish Divergence
Hidden Bullish Divergence: TradingView

Mau dapat insight token seperti ini? Daftar newsletter harian dunia aset kripto dari Editor Harsh Notariya di sini.

Setup seperti ini tidak menjamin akan terjadi reli. Tapi, ini mengisyaratkan tekanan turun sepertinya mulai habis seiring Ethereum mendekati support struktural, yaitu garis tren bawah segitiga tersebut. Secara sederhana, para penjual mulai melemah, sementara pembeli belum mengambil alih kendali.

Inilah yang membuat pergerakan berikutnya sangat sensitif terhadap level kunci.

Data Cost Basis Tunjukkan Di Mana Reli Harga Ethereum Bisa Terhambat

Data cost basis on-chain membantu menjelaskan mengapa pergerakan naik masih terbatas.

Zona resistance terkuat dalam waktu dekat berada di kisaran US$3.154 sampai US$3.179, di mana sekitar 2,8 juta ETH terkumpul. Ini adalah zona pasokan besar. Saat harga menyentuh rentang harga ini, banyak holder mencapai titik impas dan cenderung mengambil keuntungan dengan menjual.

Key Supply Cluster
Klaster Pasokan Kunci: Glassnode

Zona ini juga sangat dekat dengan resistance pada grafik di US$3.149, yang menandai potensi kenaikan hingga 11% dari harga saat ini. Walaupun harga Ethereum berhasil rebound, zona ini kemungkinan menarik aksi jual kecuali harga berhasil menutup harian dengan jelas di atasnya. Itulah sebabnya rebound tanpa penutupan harian di atas area ini tetap disebut sebagai koreksi, bukan perubahan tren.

Risiko penurunan justru lebih rawan.

Klaster support terpenting berada di antara US$2.801 sampai US$2.823. Rentang ini selama ini menjadi zona permintaan utama. Jika terjadi penutupan harian yang jelas di bawah US$2.801 (yang juga terlihat di grafik harga), situasinya perlu diwaspadai.

ETH Support Clusters
Klaster Support ETH: Glassnode

Penurunan ini hanya sekitar 1% saja, tapi dapat membuka peluang harga menuju US$2.617 yang merupakan support utama berikutnya di grafik.

Ethereum Price Analysis
Analisis Harga Ethereum: TradingView

Itulah yang membuat posisi saat ini berisiko untuk Ethereum. Kenaikan bisa terhambat di kisaran 11%, sedangkan risiko turun bisa terjadi hanya dengan penurunan kecil 1% saja.

Prediksi Kripto ke-11 dari Bitwise Mungkin Tak Bertahan—James Seyffart Peringatkan

18 December 2025 at 15:41

Pasar exchange-traded fund (ETF) aset kripto di AS semakin mendekati titik krusial. Prediksi Bitwise Asset Management untuk 2026 memperkirakan akan ada lebih dari 100 ETF baru yang terhubung dengan kripto, didorong oleh standar listing yang dipermudah oleh SEC yang mulai berlaku sejak Oktober 2025.

Sementara prospek menunjukkan rekor harga tertinggi baru untuk Bitcoin, Ethereum, dan Solana, analis ETF Bloomberg James Seyffart memperingatkan bahwa mungkin akan terjadi guncangan besar karena sektor ini jadi penuh sesak.

Bitwise Bagikan 11 Prediksi Aset Kripto untuk 2026

Bitwise membuat 10 prediksi untuk tahun 2026, mencakup pasar kripto dan ETF yang akan dipantau oleh para investor. Menurut manajer dana indeks aset kripto itu:

  • Bitcoin, Ethereum, dan Solana akan mencetak rekor harga tertinggi baru
  • Bitcoin akan mematahkan siklus empat tahun dan mencetak rekor harga tertinggi baru
  • Bitcoin akan jadi kurang volatil dibanding Nvidia.
  • ETF akan membeli lebih dari 100% pasokan baru Bitcoin, Ethereum, dan Solana karena permintaan institusi yang semakin meningkat.
  • Saham terkait kripto akan mengalahkan saham teknologi.
  • Open Interest di Polymarket akan mencetak rekor tertinggi baru, melampaui level pemilu 2024.
  • Stablecoin akan disalahkan karena mengacaukan mata uang negara berkembang.
  • Onchain vaults akan melipatgandakan asset under management (AUM).
  • Ethereum dan Solana akan mencetak rekor tertinggi baru (jika CLARITY Act disahkan).
  • Setengah dana abadi universitas Ivy League akan berinvestasi di kripto.
  • Lebih dari 100 ETF kripto akan diluncurkan di AS.
  • Korelasi Bitcoin dengan saham akan turun.

Gelombang Likuidasi ETF Bisa Terjadi pada 2026, kata James Seyffart

Prediksi kesebelas berhasil menarik perhatian, dan jadi kekhawatiran khusus para analis. Lonjakan peluncuran ETF kripto ini terjadi karena perubahan regulasi besar.

Pada September 2025, SEC memperkenalkan standar listing umum untuk komoditas trust shares, termasuk aset kripto.

“[Sejumlah exchange terkemuka] telah mengajukan perubahan aturan kepada SEC untuk mengadopsi standar listing umum bagi Commodity-Based Trust Shares. Setiap perubahan aturan ini… melewati tahap pemberitahuan dan komentar. Perintah ini menyetujui Proposal dengan proses percepatan,” ujar dokumen SEC itu.

Perubahan ini memungkinkan ETF untuk listing tanpa peninjauan satu per satu, yang mengurangi keterlambatan dan ketidakpastian.

Bitwise memprediksi kejelasan regulasi ini akan mendorong adopsi institusi dan aliran dana segar ke ETF kripto pada 2026.

2026 PREDICTION: More than 100 crypto-linked ETFs will launch in the U.S.⁰⁰In October 2025, the SEC published generic listing standards, allowing ETF issuers to launch crypto ETFs under a general set of rules. A clearer regulatory roadmap in 2026 is why we see the stage being… pic.twitter.com/rQbcWe6JE4

— Bitwise (@BitwiseInvest) December 17, 2025

“Saya setuju 100% dengan Bitwise di sini,” tutur Seyffart. “Saya juga pikir kita akan melihat banyak likuidasi di produk ETP kripto. Mungkin terjadi di akhir 2026, tapi kemungkinan besar sebelum akhir 2027. Para penerbit melemparkan BANYAK produk sekaligus ke pasar.”

Dominasi ETF Bitcoin dan Saturasi Altcoin

Data Bloomberg menunjukkan saat ini ada 90 ETP kripto yang mengelola dana sebesar US$153 miliar, dengan 125 pengajuan produk yang masih antre. Bitcoin mendominasi dengan US$125 miliar di 60 produk, sementara Ethereum menempati urutan kedua dengan US$22 miliar di 25 ETF.

Altcoin seperti XRP dan Solana masih tergolong niche, masing-masing baru ada 11–13 produk dan punya aset US$1,5–US$1,6 miliar, menandakan risiko kejenuhan pasar yang mulai meningkat.

The state of crypto ETFs/ETPs
Kondisi ETF/ETP Kripto | Sumber: James Seyffart dari Bloomberg di X

Dengan pasar yang akan banjir produk baru, para analis memperkirakan akan terjadi persaingan ketat dalam memperebutkan modal investor. namun, tren historis memperlihatkan perlunya kehati-hatian, karena sekitar 40% ETF yang diluncurkan sejak 2010 berakhir ditutup, biasanya karena kurang aset atau volume transaksi rendah.

Shakeout ETF Kripto yang Akan Datang: Pemenang, Pecundang, dan Munculnya Aset ‘Zombie’

Peringatan Seyffart mencerminkan kekhawatiran umum bahwa ekspansi cepat biasanya diikuti konsolidasi. ETF kripto yang gagal menarik dana kelolaan (AUM), membedakan strategi, atau membangun kanal distribusi yang kuat bisa cepat tutup.

Produk dengan strategi paparan khusus, fitur pendapatan, atau profil risiko yang disesuaikan bisa punya peluang bertahan lebih lama.

Chris Matta, CEO Liquid Collective, juga menyoroti isu ini dalam konteks proyek “zombie”, yaitu aset kripto dengan kapitalisasi pasar di atas US$1 miliar tapi minim pengembangan ekosistem.

“Mungkin kegagalan mempertahankan ETF di pasar tradisional justru jadi sinyal lebih kuat dan menghasilkan perbedaan kinerja makin besar antara aset kripto aktif dan yang mati,” ucap Matta.

Jadi, investor yang masuk ke sektor ETF perlu benar-benar selektif. Likuiditas perdagangan, akurasi pelacakan harga, struktur biaya, dan kredibilitas penerbit menjadi hal penting untuk membedakan produk yang berkelanjutan dengan yang kemungkinan besar akan gagal.

Sementara itu, prediksi bullish Bitwise menunjukkan bahwa ETF utama yang terkait aset besar mungkin akan terus menikmati aliran dana institusi yang konsisten.

Gelombang likuidasi yang diperkirakan terjadi pada akhir 2027 sepertinya akan mengubah sektor ini, karena modal akan terkonsentrasi pada produk-produk terkuat.

Walaupun proses ini mengganggu, pada akhirnya bisa memperkuat pasar exchange-traded fund (ETF) aset kripto di AS dengan cara:

  • Menghilangkan produk yang lemah,
  • Memperjelas pilihan untuk investor, dan
  • Menyoroti strategi yang berbeda dan unik.

Pertanyaannya tetap sama: di sektor ETF yang semakin padat, produk mana yang akan bertahan dan mana yang akan menjadi bagian dari deretan aset “zombie” kripto yang terlupakan?

Putar Haluan, Peter Brandt Kini Mengaku Bearish pada Harga XRP

18 December 2025 at 20:26

Trader veteran Peter Brandt mengambil sikap bearish pada harga XRP. Ia memperingatkan bahwa token tersebut kemungkinan tengah membentuk pola double-top klasik. Pandangan ini muncul di tengah upaya Ripple yang justru semakin agresif mendorong ekspansi ekosistem melalui ekspansi stablecoin multichain serta pengembangan perangkat institusional bagi holder XRP.

Nada hati-hati Brandt muncul pada saat narasi fundamental XRP terlihat semakin solid. Kondisi ini menciptakan jurang yang kian lebar antara sinyal teknikal jangka pendek dan perkembangan adopsi jangka panjang.

Brandt Soroti Risiko Double-Top pada Harga XRP

Chartist alias analis grafik senior ini menyoroti apa yang ia anggap sebagai setup teknikal berpotensi bearish pada grafik harga XRP. Menurut Brandt, XRP terlihat sedang membentuk double-top. Ini adalah pola pembalikan yang lazim muncul ketika sebuah aset gagal menembus level resistance setelah dua kali percobaan.

XRP chart showing potential double top pattern
Grafik harga XRP menyoroti potensi formasi double-top | Sumber: Peter Brandt di X

Dalam analisis teknikal, pola double-top kerap menandakan melemahnya momentum bullish. Juga, ini bisa menjadi pendahulu koreksi yang lebih dalam apabila mendapat konfirmasi lanjutan.

“Saya sudah tahu sebelumnya bahwa semua Riplost XRP akan terus mengingatkan saya soal posting ini — tanya saja apakah saya peduli. Ini adalah potensi double-top,” ujar Brandt lewat unggahannya.

Harga XRP sendiri tengah bergerak dalam fase konsolidasi setelah reli yang perkasa pada akhir 2024. Sehingga ini membuat ketahanan level support menjadi fokus utama pelaku pasar.

Meski demikian, Brandt juga mengakui bahwa pola tersebut masih berpotensi gagal.

“Tentu saja ini bisa gagal, dan saya akan menghadapinya jika itu terjadi. Namun untuk saat ini, implikasinya bearish. Suka atau tidak, ini harus dihadapi,” tambahnya.

Analis Lain Soroti Konteks Historis yang Bullish

Berbeda dengan Brandt, sejumlah analis justru menilai struktur saat ini dari sudut pandang yang lebih konstruktif. Analis Steph is Crypto menyoroti pola historis XRP di sekitar simple moving average (SMA) 50 pekan, dengan argumen bahwa siklus sebelumnya lebih mengarah pada kelelahan penurunan, bukan awal tren bearish besar.

“Di setiap siklus, ketika XRP turun ke bawah SMA 50 pekan dan bertahan di sana selama sekitar 50–84 hari, reli kuat selalu menyusul,” jelasnya.

Contoh historisnya mencakup:

  • reli 211% setelah 70 hari di bawah SMA pada 2017,
  • kenaikan 70% setelah 49 hari pada 2021,
  • lonjakan 850% setelah 84 hari pada 2024.

Saat ini, harga XRP telah berada sekitar 70 hari di bawah SMA 50 pekan, tepat di dalam rentang historis yang sama.

XRP historical performance relative to 50-week SMA
Reli historis XRP setelah waktu lama di bawah SMA 50-mingguan | Sumber: Steph_iscrypto

Analisis ini mengindikasikan bahwa struktur yang terlihat bearish secara terisolasi justru bisa selaras dengan fase bottom siklus. Hal ini mencerminkan perpecahan interpretasi teknikal yang kini mengemuka di pasar.

Ripple Perluas RLUSD ke Layer-2 di Tengah Perdebatan Teknikal

Sementara perdebatan teknikal memanas, Ripple terus memperluas fondasi ekosistemnya. Pada 16 Desember, Ripple mengumumkan bahwa stablecoin berbasis dolar AS miliknya, Ripple USD (RLUSD), akan berekspansi ke jaringan Optimism, Base, Ink, dan Unichain.

Ekspansi ini memanfaatkan standar Native Token Transfers (NTT) dari Wormhole untuk mendukung interoperabilitas multichain.

Sebelumnya, RLUSD diterbitkan di XRP Ledger dan Ethereum. Ekspansi ke layer-2 dirancang untuk meningkatkan skalabilitas, kelancaran pergerakan likuiditas, serta utilitas di sektor DeFi dan platform institusional.

Ripple menegaskan bahwa RLUSD diterbitkan di bawah trust charter dari New York Department of Financial Services (NYDFS). Langkah ini menjadikannya salah satu stablecoin paling teregulasi yang memasuki ekosistem L2.

Selain itu, Ripple juga telah mengajukan OCC charter di Amerika Serikat. Pun, baru-baru ini mengantongi pengakuan regulasi di Dubai dan Abu Dhabi.

Wormhole menambahkan bahwa holder XRP nantinya dapat menggunakan XRP bersama RLUSD sebagai pasangan likuiditas dan perdagangan utama di berbagai chain yang didukung, melalui penerbitan wrapped XRP (wXRP) untuk penggunaan lintas chain.

Enhanced utility is coming for $XRP

XRP holders can use XRP alongside $RLUSD as a premier trading and liquidity pair on supported chains, allowing businesses to facilitate payments and checkout options that let users buy, sell, or send digital assets. pic.twitter.com/DMcSWyQ2XV

— Wormhole (@wormhole) December 17, 2025

Perangkat Institusional XRP Terus Berkembang

Ekspansi juga terjadi di sisi institusional. Digital Wealth Partners baru-baru ini meluncurkan strategi trading XRP berbasis algoritma untuk akun pensiun yang memenuhi syarat, dengan kustodian berasuransi melalui Anchorage Digital.

Layanan ini memungkinkan investor bernilai tinggi mengakses trading XRP secara sistematis dalam kerangka akun teregulasi dan berinsentif pajak, mencerminkan upaya berkelanjutan untuk mengintegrasikan kripto ke dalam struktur manajemen kekayaan tradisional.

Digital Wealth Partners Launches Algorithmic XRP Trading Strategy Powered by @tryarchpublic for Qualified Retirement Accountshttps://t.co/ro7ipgP48D

— Digital Wealth Partners (@DWP_advisors) December 16, 2025

Di tengah sinyal teknikal yang saling bertentangan, arah harga XRP ke depan kemungkinan akan ditentukan oleh apakah pola bearish pada grafik yang akan mendominasi, atau justru siklus historis serta ekspansi utilitas yang kembali mengambil alih kendali.

Bagaimana pendapat Anda tentang Peter Brandt yang putar haluan ke arah bearish atas harga XRP ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Whiplash 5% pada Bitcoin Bukan Kebetulan — Grafik Menunjukkan Kisah Lengkapnya

18 December 2025 at 14:07

Pergerakan tajam Bitcoin pada 17 Desember mengejutkan para trader. Dalam satu hari, BTC melonjak ke sekitar US$90.500 lalu langsung berbalik tajam dan turun menuju US$85.200. Dari titik tertinggi ke terendah, pergerakan itu lebih dari 5%, atau kurang lebih US$5.000.

Pergerakan ini bukan karena berita, melainkan karena struktur pasar. Tiga grafik berikut menjelaskan mengapa hal ini terjadi, mengapa berhenti tepat di titik tersebut, dan kenapa volatilitas serupa masih mungkin terjadi.

Pecahan Volume Sudah Isyaratkan Risiko sebelum Harga Turun

Sebelum koreksi itu terjadi, pergerakan harga BTC sebenarnya sudah menunjukkan tanda stres. Antara 15 hingga 17 Desember, harga Bitcoin di grafik harian mencetak higher low tipis. Sekilas, kondisi itu tampak stabil. Tapi On-Balance Volume (OBV) memberi gambaran berbeda.

OBV melacak apakah volume mendukung pergerakan harga. Pada periode tersebut, OBV gagal mengikuti harga naik dan justru membentuk lower low. Divergensi bearish itu menandakan distribusi. Sederhananya, harga masih bertahan, namun volume perlahan keluar secara diam-diam.

Ingin lebih banyak insight token seperti ini? Daftar ke Newsletter Crypto Harian Editor Harsh Notariya di sini.

First Trigger For The Volatile Price Swing
Pemicu Pertama Lonjakan Harga Volatil: TradingView

Saat Bitcoin menuju US$90.500, pergerakan itu terjadi dengan partisipasi yang lemah. Hal ini membuat reli menjadi rapuh. Begitu aksi jual dimulai, tidak ada dukungan volume di bawahnya, sehingga koreksi langsung berubah menjadi whiplash tajam dalam satu hari.

Di bursa, “whiplash” artinya pergerakan cepat naik lalu turun tajam, atau sebaliknya, dalam waktu singkat.

Heatmap Cost Basis Menunjukkan Kenapa US$90.500 Ditolak dan US$85.200 Bertahan

Data cost basis on-chain menjelaskan titik balik utama pergerakan harga ini.

Heatmap cost basis memperlihatkan klaster pasokan yang padat di kisaran US$90.168 hingga US$90.591. Sekitar 115.188 BTC terakumulasi di zona ini. Saat harga kembali ke kisaran tersebut, banyak holder sudah berada di level impas.

Klaster Pasokan BTC: Glassnode

Hal tersebut bisa menimbulkan tekanan jual secara langsung. Digabung dengan lemahnya OBV, klaster ini berfungsi layaknya batas atas. Reli berhenti dan akhirnya berbalik arah.

Di sisi bawah, ceritanya pun berubah.

Ada satu klaster kuat lainnya di kisaran US$84.845 hingga US$85.243. Inilah area support terpadat dalam jangka pendek di grafik. Saat harga jatuh, pembeli agresif masuk di zona ini. Itu sebabnya harga Bitcoin tidak anjlok lebih dalam, bahkan saat terjadi likuidasi paksa.

Klaster Support Kunci: Glassnode

Jadi, pergerakan harga terkunci di situ. Penjual bertahan di US$90.500. Pembeli bertahan di US$85.200. Whiplash terjadi di dalam “dinding” tersebut.

Level Harga Bitcoin Sekarang yang Menentukan Apakah Volatilitas Kembali

Secara struktur, Bitcoin masih menjaga tren naik ringan dari titik terendah 21 November. Hal ini penting. Peristiwa volatilitas kemarin masih terjadi dalam rentang tersebut.

Untuk melanjutkan ke atas, ada satu level yang paling penting. Bitcoin harus mampu mencatat penutupan harian bersih di atas US$90.500. Level ini belum pernah ditembus lagi sejak 13 Desember. Tanpa penutupan harian di atas angka ini, setiap reli akan berisiko ditolak kembali.

Setelah itu, area US$92.200 sampai US$92.300 menjadi krusial. Data on-chain menunjukkan ada lagi klaster pasokan di sana. Trader sebaiknya siap menghadapi hambatan ekstra kecuali harga sukses menembus zona tersebut secara meyakinkan. Selain itu, trader yang membaca artikel ini disarankan memperhatikan penutupan harian di atas level-level kunci pada grafik, bukan breakout berbasis wick semata.

Key Upside Clusters
Klaster Upside Kunci: Glassnode

Di sisi bawah, area US$85.000-US$85.200 tetap jadi kunci penting. Selama klaster ini bertahan, tekanan turun lebih lanjut kecil kemungkinannya. Jika gagal, harga bisa menuju US$83.800, tetapi menembus US$85.000 butuh tekanan likuidasi baru.

Bitcoin Price Analysis
Analisis Harga Bitcoin | Sumber: TradingView

Kesimpulannya sangat jelas. Pergerakan naik turun Bitcoin lebih dari 5% ini bukan terjadi secara acak. Hal ini terjadi karena volume yang lemah, pasokan besar di level biaya tertentu, serta likuiditas yang ketat. Sampai kondisi tersebut berubah, pergerakan tajam seperti ini tetap menjadi kenyataan di pasar aset kripto.

CPI AS di Sorot saat Investor Menimbang Outlook Suku Bunga The Fed Januari

18 December 2025 at 13:33

Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) akan merilis data Consumer Price Index (CPI) yang sangat penting untuk bulan November pada hari Kamis pukul 13:30 GMT.

Laporan inflasi ini tidak akan mencantumkan angka CPI untuk Oktober dan juga tidak menyajikan data CPI bulanan untuk November karena tidak ada pengumpulan data selama penutupan pemerintahan. Oleh karena itu, para investor akan memperhatikan data CPI tahunan dan core CPI untuk menilai bagaimana dinamika inflasi bisa memengaruhi prospek kebijakan The Fed ke depan.

Apa yang bisa diharapkan pada laporan data CPI berikutnya?

Berdasarkan perubahan pada CPI, inflasi di AS diperkirakan naik dengan laju tahunan sebesar 3,1% pada bulan November, sedikit di atas angka bulan September. Inflasi core CPI yang tidak termasuk kategori makanan dan energi yang volatil, juga diprediksi meningkat 3% di periode ini.

Analis TD Securities memperkirakan inflasi tahunan akan naik lebih tinggi dari perkiraan, namun melihat inflasi inti tetap stabil.

“Kami memperkirakan CPI AS akan naik 3,2% y/y pada November – laju tercepat sejak 2024. Peningkatannya akan dipicu oleh kenaikan harga energi, sementara kami prediksi core CPI tetap stabil di 3,0%,” terang mereka.

Bagaimana laporan Consumer Price Index AS bisa memengaruhi US$?

Menjelang pertarungan data inflasi AS pada hari Kamis, investor melihat kemungkinan hampir 20% adanya pemotongan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin di Januari mendatang, menurut alat CME FedWatch.

Laporan ketenagakerjaan resmi BLS yang tertunda menunjukkan pada Selasa bahwa Nonfarm Payrolls turun sebanyak 105.000 di Oktober dan naik sebesar 64.000 di November. Selain itu, Tingkat Pengangguran meningkat menjadi 4,6% dari 4,4% di September. Angka-angka ini tidak mengubah ekspektasi pasar terhadap keputusan The Fed di Januari, sebab penurunan tajam payrolls di Oktober sudah diperkirakan karena hilangnya pekerjaan pemerintah saat penutupan pemerintahan.

Dalam sebuah postingan blog yang dirilis Selasa malam, Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic menyatakan bahwa laporan pekerjaan yang beragam tersebut tidak mengubah prospek kebijakan, dan menambahkan bahwa ada “banyak survei” yang mengindikasikan peningkatan biaya input dan perusahaan bertekad menjaga margin mereka dengan menaikkan harga.

Peningkatan yang nyata, dengan hasil inflasi CPI tahunan sebesar 3,3% atau lebih, bisa memperkuat kebijakan The Fed untuk menahan suku bunga pada Januari dan langsung mendorong US Dollar (USD). Sementara itu, jika inflasi tahunan turun menjadi 2,8% atau lebih rendah, para pelaku pasar bisa mulai memprediksi adanya pemotongan suku bunga The Fed di Januari. Dalam keadaan seperti ini, USD bisa langsung mendapatkan tekanan jual yang cukup berat.

Eren Sengezer, European Session Lead Analyst di FXStreet, membagikan pandangan teknikal singkat untuk US Dollar Index (DXY) dan menguraikan:

“Outlook teknikal jangka pendek menunjukkan bias bearish di USD Index masih bertahan, tapi ada beberapa tanda yang menunjukkan momentum negatif mulai berkurang. Indikator Relative Strength Index (RSI) di grafik harian sudah kembali naik ke atas 40 dan USD Index masih bertahan di atas retracement Fibonacci 50% dari tren naik September-November.”

“Simple Moving Average (SMA) 100-hari berada di level pivot 98,60. Jika USD Index naik di atas level ini dan menegaskannya sebagai support, para penjual teknikal bisa kehilangan kepercayaan. Dalam skenario ini, retracement Fibonacci 38,2% bisa menjadi resistance berikutnya di 98,85 sebelum mencapai area 99,25-99,40, tempat di mana terdapat SMA 200-hari dan retracement Fibonacci 23,6%.”

“Pada sisi bawah, level retracement Fibonacci 61,8% berada di 98,00 sebagai support utama sebelum ke 97,40 (retracement Fibonacci 78,6%) dan 97,00 (angka bulat).”

Posisi Long Bitcoin Whale di Bitfinex Melonjak 36%: Apa Artinya?

18 December 2025 at 13:23

Investor Bitcoin besar di Bitfinex kembali menjadi perhatian pasar. Analis yang memantau data posisi leverage menunjukkan posisi long margin Bitcoin yang dipegang oleh crypto whale melonjak tajam, hampir menyentuh level tertinggi seperti pada Maret 2024.

Peningkatan akumulasi ini terjadi meski partisipasi pasar secara umum sedang melandai, sehingga muncul pertanyaan mengenai sinyal apa yang ingin dikirimkan oleh para trader bermodal besar ini.

Apa Arti Rekor Tertinggi Posisi Long Crypto Whale di Bitfinex?

Menurut analis on-chain James Van Straten, whale di Bitfinex terus menambah posisi secara agresif.

“Whale Bitfinex terus menambah posisi margin long bitcoin, mendekati level tertinggi Maret 2024. 36% lebih tinggi dalam 3 bulan terakhir,” tulisnya di X (Twitter).

Data tersebut menunjukkan tren akumulasi yang konsisten sejak September, di mana eksposur long justru bertambah saat harga lemah, bukan ketika reli terjadi.

Pihak Bitfinex sendiri sepertinya mengakui aktivitas tersebut, dengan menyoroti bahwa trader besar dan berpengalaman sedang memasang posisi dengan keyakinan, sementara peserta yang lebih kecil memilih mengurangi risiko.

Whale moves 🐳https://t.co/1Zgcof54xV

— Bitfinex (@bitfinex) December 8, 2025

Perbedaan perilaku ini pun patut dicatat. Walau pergerakan harga Bitcoin memang masih cukup fluktuatif dalam beberapa minggu terakhir, akumulasi oleh whale malah semakin kuat.

TradingView chart showing BTCUSD long positions on Bitfinex
Posisi long Bitcoin Bitfinex hampir menyamai level tertinggi Maret 2024 | Sumber: btcjvs

Secara historis, posisi long Bitfinex ini sering dihubungkan dengan trader yang memanfaatkan leverage secara taktis. Mereka biasanya menambah posisi saat harga turun, bukan saat harga melonjak.

Menurut eksekutif kripto Samson Mow, dinamika saat ini memperlihatkan perpindahan koin dari penjual yang tidak sabaran ke holder jangka panjang.

“Whale Bitfinex ramai-ramai beli dari tangan-tangan lemah,” ujar dia, menyoroti kontras antara tekanan jual dari pihak lemah dan pembelian berkelanjutan oleh akun-akun besar.

Sinyal Kontrarian, tapi Bukan Alat Waktu

Metode pemantauan posisi long whale Bitfinex sudah lama dianggap sebagai salah satu indikator yang bisa memimpin dalam analisis teknikal. Tapi, interpretasinya perlu kehati-hatian.

Trader seperti ini punya pola yang tercatat jelas, yaitu menambah posisi long saat harga melemah dan mengurangi posisi saat harga menguat. Oleh karena itu, posisi long yang tinggi sering kali justru diikuti, bukan mendahului, reli harga.

Van Straten mengingatkan bahwa nilai utama dari sinyal ini lebih baik dipakai untuk memantau jika terjadi pembalikan tren, bukan sekadar pada level angkanya saja.

“Jangka pendek, begitu tren berbalik arah,” terang dia, yang menyiratkan bahwa penurunan posisi long tersebut di kemudian hari mungkin jauh lebih informatif daripada ukurannya saat ini.

Tidak semua pihak sepakat indikator ini selalu bisa diandalkan. Analis Parabear Nick mempertanyakan interpretasi berlebihan terhadap data whale bahkan menepis beberapa narasi bullish, di tengah klaim bahwa akumulasi whale saja sudah pasti membawa harga naik.

Kenyataannya, data sejarah justru mendukung pandangan lebih seimbang. Posisi long whale memang sempat menyentuh titik ekstrem di berbagai fase siklus sebelumnya, bahkan kadang bertahan tinggi selama beberapa bulan sebelum harga benar-benar bergerak signifikan.

Multi-year comparison of whale positioning versus Bitcoin price trends
Perbandingan posisi whale dan tren harga Bitcoin selama beberapa tahun | Sumber: Parabear Nick di X

Artinya, meski metrik ini dapat memberi gambaran tentang posisi dan sentimen, tetap perlu dievaluasi bersama indikator lain, seperti open interest, funding rate, dan likuiditas makro.

Peningkatan akumulasi saat ini terjadi bersamaan dengan tren penurunan open interest di pasar derivatif, menandakan partisipasi trader ritel dan jangka pendek semakin menurun.

Dalam kondisi seperti ini, konsentrasi leverage di kalangan whale jadi makin berarti. Dengan jumlah pelaku spekulasi yang berkurang, pemain besar lebih mudah menggerakkan harga di pasar.

Yang masih belum jelas adalah waktunya. Posisi long whale yang tinggi memang menandakan ekspektasi harga akan naik, tapi bukan berarti breakout akan segera terjadi.

Titik krusial baru akan terjadi jika dan ketika posisi besar ini mulai dilepas. Sejarah memperlihatkan, perubahan semacam itu kerap mendahului pergantian rezim pasar.

Statistik Pembayaran USDT Tether Tunjukkan Kondisi Sebenarnya Adopsi Aset Kripto di 2025

18 December 2025 at 11:00

USDT milik Tether memproses pembayaran senilai US$156 miliar untuk transaksi US$1.000 atau kurang di tahun 2025, menurut data yang dibagikan hari ini oleh CEO Paolo Ardoino, berdasarkan data Chainalysis dan Artemis.

Angka ini menyoroti sisi adopsi aset kripto yang sering tidak terlihat di grafik harga maupun aliran ETF, yaitu penggunaan transaksi sehari-hari.

USDT digunakan sebagai pengganti bank dan uang tunai

Transfer dengan nilai kecil sekarang menjadi bagian signifikan dari aktivitas USDT. Data menunjukkan pertumbuhan stabil sejak 2020, bahkan makin cepat di sepanjang 2024 hingga 2025, karena rata-rata volume harian untuk transfer di bawah US$1.000 naik melampaui US$500 juta.

Hal ini menunjukkan USDT berfungsi bukan hanya sebagai instrumen trading, tapi lebih sebagai jalur pembayaran digital.

Data Pembayaran USDT yang Dibagikan CEO Tether | Sumber: X/Paolo Ardoino

Pentingnya terlihat dari siapa yang menggunakan stablecoin dan bagaimana caranya. Transfer di bawah US$1.000 biasanya mencerminkan pengiriman uang, gaji, pembayaran ritel, perpindahan dana tabungan, dan transaksi antar pengguna, terutama di negara-negara berkembang.

Berbeda dengan arus besar di exchange, transaksi ini umumnya tidak bersifat spekulatif dan terjadi secara rutin.

Secara praktis, USDT semakin sering digunakan sebagai pengganti uang tunai dan transfer bank di wilayah di mana akses terhadap dollar terbatas atau mahal.

Tren ini sejalan dengan perkembangan USDT di tahun 2025. Pasokan yang beredar mencapai rekor tertinggi selama tahun ini, menggambarkan permintaan likuiditas dollar yang melampaui sekadar trading aset kripto.

Pada saat yang sama, perubahan regulasi juga memengaruhi di mana dan bagaimana USDT beredar.

Di AS, GENIUS Act memperjelas aturan hukum untuk stablecoin pembayaran, sehingga memperkuat kepercayaan institusional terhadap token dollar yang sesuai regulasi.

Di Eropa, MiCA memperkenalkan aturan lisensi yang lebih ketat sehingga beberapa aktivitas di platform berlisensi bergeser dari USDT, tapi tidak mengurangi penggunaan USDT di jaringan global.

Kapitalisasi Pasar Stablecoin di 2025 | Sumber: DeFilLama

Tether juga memperluas infrastruktur miliknya. Investasi terbaru dalam jalur pembayaran berbasis Lightning menandakan upaya untuk membawa USDT ke jaringan settlement yang lebih cepat dan biaya rendah.

Kemitraan regional di Afrika serta Timur Tengah juga menegaskan fokus pada pembayaran dan akses keuangan, bukan hanya likuiditas exchange.

Secara menyeluruh, angka US$156 miliar ini mengubah sudut pandang soal adopsi kripto. Walau siklus pasar mendominasi berita utama, stablecoin terus berkembang diam-diam sebagai infrastruktur keuangan sehari-hari.

Pertumbuhan pembayaran kecil dengan USDT menunjukkan bahwa di tahun 2025, adopsi kripto kini bukan hanya soal spekulasi, tapi soal manfaat nyata, ketahanan, dan kemudahan akses ke dollar global. Pergeseran ini bisa jadi jauh lebih tahan lama dibanding reli pasar bullish manapun.

Japan’s Bond Yields Hit 1.98%: BOJ Rate Shift Impacts Gold, Silver, and Bitcoin

18 December 2025 at 17:20

Japan’s 10-year government bond yields surged to 1.98% in December 2025, the highest level since the 1990s. It comes as markets braced for the Bank of Japan’s (BOJ) policy meeting on December 19.

The move has triggered a global rally in precious metals, with gold and silver surging 135% and 175%, respectively, since early 2023. Meanwhile, Bitcoin is under pressure as forced selling intensifies across Asian exchanges, highlighting a divergence in market reactions to Japan’s rate shift.

Japan’s Bond Yields Hit 1.98%

For decades, Japan maintained near-zero interest rates, anchoring global liquidity through the yen carry trade.

Investors borrowed yen at a low rate to fund higher-yielding assets worldwide, effectively exporting ultra-low interest rates.

An expected 25-basis-point hike, raising the rate to 0.75%, may appear modest in absolute terms, but the pace of change matters more than the level.

BOJ Interest Rate Probabilities
BOJ Interest Rate Probabilities. Source: Polymarket

“Carry trade at risk: Nobody knows when the real consequences will materialize, but this continued shift will likely drain liquidity from markets, potentially causing a ripple effect through margin calls and other forced deleveraging,” warned Guilherme Tavares, CEO at i3 Invest.

Analysts see the BOJ move as more than a domestic adjustment.

“When Japan’s yields move, global capital pays attention. Gold and silver aren’t reacting to inflation headlines. They’re pricing sovereign balance sheet risk. Japan isn’t a sideshow anymore. It’s the fulcrum,” noted Simon Hou-Vangsaae Reseke.

Gold and Silver Prices Surge Amid Rising Sovereign Risk

Precious metals have been closely tracking Japanese yields. According to Global Market Investor, gold and silver are moving almost perfectly in line with Japanese government bond yields. This suggests that precious metals are being used as a primary hedge against the rising cost of government debt.

Gold and Silver Prices Tracking Japan’s 10Y Bond. Source: Global Markets Investor on X

“It’s not the yield itself, it’s what the move represents — rising sovereign risk, tighter global liquidity, and uncertainty about currency credibility. Gold responds as protection, and silver follows with more volatility,” commented analyst EndGame Macro.

The silver market is showing signs of speculative mania. The China Silver Futures Fund recently traded 12% above the physical metal it tracks, indicating that demand for leveraged exposure is outpacing the underlying asset.

⚠️ Silver market mania is an UNDERSTATEMENT:

The China Silver Futures Fund was trading +12% above the actual value of the silver it is supposed to track

Investors are buying the fund much faster than the silver behind is rising, a sign of SPECULATION. 👇https://t.co/8kAngXV9CH

— Global Markets Investor (@GlobalMktObserv) December 17, 2025

Investors are increasingly treating gold and silver as hedges against broader macro risks, rather than just inflation.

Bitcoin Faces Pressure as Carry Trades Unwind

Meanwhile, the Bitcoin price is feeling the strain of tightening yen liquidity.

“Asia-based exchanges have seen persistent spot selling. Miner reserves are falling — forced selling, not choice…Long-term Asian holders appear to be distributing…Price stays heavy until forced supply is cleared,” wrote CryptoRus, citing XWIN Research Japan.

US institutions continue buying, with the Coinbase Premium positive, but forced liquidations in Asia and an 8% drop in Bitcoin hashrate have added downward pressure.

Bitcoin Price and Coinbase Premium
Bitcoin Price and Coinbase Premium. Source: CryptoQuant

Past BOJ rate shifts have coincided with significant BTC declines, and traders are watching closely for further downside toward $70,000.

THE BANK OF JAPAN MIGHT BE BITCOIN’S BIGGEST ENEMY

Japan holds the most US debt.
Every time they hike, Bitcoin bleeds:

March 2024: -23%
July 2024: -30%
Jan 2025: -31%

Next hike: Dec 19
Next move: loading…

If the pattern repeats, $70K is in play. pic.twitter.com/R5916R702I

— Merlijn The Trader (@MerlijnTrader) December 14, 2025

The contrasting reactions of precious metals and Bitcoin highlight differences in risk positioning. Gold and silver are attracting safe-haven flows amid growing sovereign risk, while Bitcoin faces liquidation-driven price pressure.

Analysts note that future Fed rate cuts may offset the BOJ’s impacts, but the speed of the policy change is crucial.

The post Japan’s Bond Yields Hit 1.98%: BOJ Rate Shift Impacts Gold, Silver, and Bitcoin appeared first on BeInCrypto.

Ethereum Price Nears Possible Breakdown — Yet A Bounce Hope Emerges

18 December 2025 at 16:00

Ethereum price action is sending mixed signals. After correcting over 3% in a day, ETH is flashing early rebound signs, but downside risk has not cleared yet. The chart structure, momentum data, and on-chain cost levels all point to a narrow decision zone.

Right now, Ethereum is stuck between a possible bounce and a deeper breakdown. And the gap between those two outcomes is smaller than it looks. What’s worth noting is that the breakdown zone looms closer!

Rebound Signal Sits Inside a Tight Triangle

Ethereum is trading inside a narrowing triangle, a structure that reflects growing buyer-seller indecision. Price has compressed toward the lower trendline, often a zone where selling pressure starts to fade.

Between December 1 and December 17, ETH printed a higher low on price. At the same time, the RSI (Relative Strength Index), a momentum measuring tool, made a lower low. This creates hidden bullish divergence, meaning selling momentum is weakening.

Hidden Bullish Divergence
Hidden Bullish Divergence: TradingView

Want more token insights like this? Sign up for Editor Harsh Notariya’s Daily Crypto Newsletter here.

This setup does not guarantee a rally. But it does suggest downside pressure may be exhausting as Ethereum approaches structural support, the lower triangle trendline. In simple terms, sellers are losing strength, but buyers have not taken control yet.

That makes the next move highly sensitive to key levels.

Cost Basis Data Shows Where Ethereum Price Rebound Could Stall

On-chain cost basis data helps explain why upside may remain capped.

The strongest near-term resistance sits between $3,154 and $3,179, where roughly 2.8 million ETH were accumulated. This is a heavy supply zone. When price revisits this range, many holders reach break-even and tend to sell.

Key Supply Cluster
Key Supply Cluster: Glassnode

This aligns closely with the chart resistance at $3,149, which marks an 11% upside from current levels. Even if the Ethereum price rebounds, this zone is likely to attract selling unless the price closes cleanly above it. That is why any bounce without a daily close above this area would still be considered corrective, not trend-changing.

The downside picture is more fragile.

The most important support cluster sits between $2,801 and $2,823. This range has acted as a key demand zone. A clean daily close below $2,801 (which also shows up on the price chart) would be a warning signal.

ETH Support Clusters
ETH Support Clusters: Glassnode

That move would represent barely a 1% downside break, but it could open the door toward $2,617, the next major support level on the chart.

Ethereum Price Analysis
Ethereum Price Analysis: TradingView

This is what makes Ethereum’s current position dangerous. Upside could stall near 11%, but downside risk begins with just a 1% failure.

The post Ethereum Price Nears Possible Breakdown — Yet A Bounce Hope Emerges appeared first on BeInCrypto.

The 11th Crypto Prediction from Bitwise May Not Survive—James Seyffart Warns

18 December 2025 at 15:41

The US crypto ETF (exchange-traded fund) market is approaching a tipping point. Bitwise Asset Management’s 2026 forecast anticipates the launch of more than 100 new crypto-linked ETFs, driven by the SEC’s streamlined listing standards effective from October 2025.

While the outlook projects new all-time highs for Bitcoin, Ethereum, and Solana, Bloomberg ETF analyst James Seyffart warns that a significant shakeout may be inevitable as the sector becomes overcrowded.

Bitwise Shares 11 Crypto Predictions for 2026

Bitwise has made 10 projects for 2026, spanning crypto and ETF markets that investors will track closely. According to the crypto index fund manager:

  • Bitcoin, Ethereum, and Solana will set new all-time highs
  • Bitcoin will break the four-year cycle and set new all-time highs
  • Bitcoin will be less volatile than Nvidia.
  • ETFs will purchase more than 100% of the new supply of Bitcoin, Ethereum, and Solana as institutional demand accelerates.
  • Crypto equities will outperform tech equities.
  • Polymarket open interest will set a new all-time high, surpassing 2024 election levels.
  • Stablecoins will be blamed for destabilizing an emerging market currency.
  • Onchain vaults will double in AUM.
  • Ethereum and Solana will set new all-time highs (if the CLARITY Act passes).
  • Half of Ivy League endowments will invest in crypto.
  • More than 100 crypto-linked ETFs will launch in the US.
  • Bitcoin’s correlation to stocks will fall.

A Wave of ETF Liquidations Could Occur in 2026, James Seyffart

The eleventh prediction turned heads, becoming of particular concern for analysts. The surge of anticipated crypto-linked ETF launches follows a major regulatory shift.

In September 2025, the SEC introduced generic listing standards for commodity-based trust shares, including crypto assets.

“[Several leading exchanges] filed with the SEC proposed rule changes to adopt generic listing standards for Commodity-Based Trust Shares. Each of the foregoing proposed rule changes… was subject to notice and comment. This order approves the Proposals on an accelerated basis,” the SEC’s filing claimed.

This change allows ETFs to list without individualized review, reducing delays and uncertainty.

Bitwise expects this regulatory clarity to drive institutional adoption and fresh inflows into crypto ETFs in 2026.

2026 PREDICTION: More than 100 crypto-linked ETFs will launch in the U.S.⁰⁰In October 2025, the SEC published generic listing standards, allowing ETF issuers to launch crypto ETFs under a general set of rules. A clearer regulatory roadmap in 2026 is why we see the stage being… pic.twitter.com/rQbcWe6JE4

— Bitwise (@BitwiseInvest) December 17, 2025

“I’m in 100% agreement with Bitwise here,” Seyffart indicated. “I also think we’re going to see a lot of liquidations in crypto ETP products. Might happen at the tail end of 2026, but likely by the end of 2027. Issuers are throwing A LOT of products at the wall.”

Bitcoin ETF Dominance and Altcoin Saturation

Bloomberg data shows 90 existing crypto ETPs managing $153 billion, with 125 filings pending. Bitcoin leads with $125 billion across 60 products, while Ethereum follows at $22 billion in 25 ETFs.

Altcoins like XRP and Solana remain niche, with 11–13 products each and $1.5–$1.6 billion in assets, signaling rising saturation risks.

The state of crypto ETFs/ETPs
The state of crypto ETFs/ETPs. Source: Bloomberg’s James Seyffart on X

With the market poised to be flooded, analysts anticipate direct competition for investor capital. However, historical trends suggest caution, with roughly 40% of ETFs launched since 2010 eventually closing, often due to insufficient assets or trading volume.

The Coming Crypto ETF Shakeout: Winners, Losers, and the Rise of ‘Zombie’ Assets

Seyffart’s warning reflects a broader concern that fast expansion often precedes consolidation. Crypto ETFs that fail to attract sufficient AUM, differentiate their strategies, or establish strong distribution networks may face early closure.

Products offering specialized exposure strategies, income features, or tailored risk profiles could establish lasting positions.

Chris Matta, CEO of Liquid Collective, echoes this concern in the context of “zombie” projects, describing crypto assets with market caps of $1 billion or more but minimal development.

“Maybe the failure to sustain an ETF in trad markets will be a stronger signal and will result in larger performance dispersion between active and dead crypto assets,” Matta said.

Therefore, investors entering the ETF space will need to be highly selective. Trading liquidity, tracking accuracy, fee structures, and issuer credibility will be crucial in distinguishing sustainable products from those that are likely to fail.

Meanwhile, Bitwise’s bullish predictions suggest that leading ETFs tied to major assets may continue to benefit from sustained institutional inflows.

The expected wave of liquidations by late 2027 will likely reshape the sector, consolidating capital among the strongest products.

While disruptive, the process may ultimately strengthen the US crypto ETF market by:

  • Removing weak offerings,
  • Clarifying choices for investors, and
  • Highlighting differentiated strategies.

The question remains: in a crowded ETF sector, which products will survive and which will join the growing ranks of crypto’s forgotten “zombie” assets?

The post The 11th Crypto Prediction from Bitwise May Not Survive—James Seyffart Warns appeared first on BeInCrypto.

Gamma Prime Highlights Its Marketplace for Uncorrelated Strategies at the Tokenized Capital Summit in Abu Dhabi

18 December 2025 at 14:43

Gamma Prime successfully hosted the Tokenized Capital Summit 2025 in Abu Dhabi on December 9, bringing together more than 2,500 attendees. The event welcomed decision-makers from family offices, investment firms, hedge funds, venture capital funds, and other institutional capital vehicles, positioning it as the most important tokenization-focused gathering of the year.

The summit featured a high-profile speaker lineup, including Reeve Collins, Bryan Pellegrino, Charles Hoskinson, and Yat Siu, alongside senior executives from 21Shares, Galaxy Ventures, Spartan Capital, Crypto.com, HashKey, Revolut, and the founder of The Sandbox. Collectively, the participating speakers and organizations represented over $15 billion in assets under management, offering attendees deep insights into institutional adoption, tokenized capital markets, and emerging private investment structures.

During the event, attendees actively engaged in networking, held one-on-one meetings, and recorded interviews and media content throughout the day. The summit created a practical environment for meaningful connections, with discussions continuing well beyond the main stage sessions.

The Tokenized Capital Summit 2025 is a key industry gathering for the tokenization space, reinforcing its role as an important meeting point for institutional capital, technology providers, and market leaders shaping the next phase of tokenized finance.

Gamma Prime’s Product

Gamma Prime runs a compliant and secure marketplace for private investments, giving investors access to opportunities that are typically difficult to reach. The platform is built around non-correlated strategies, helping investors diversify beyond public markets in a practical and structured way.

Operating in line with regulatory requirements across multiple jurisdictions, Gamma Prime positions itself as a global marketplace for hedge funds, venture capital, private equity, and other illiquid assets. This approach enables funds to engage with institutional investors, family offices, and accredited investors worldwide, while expanding the range of available private market opportunities.

The leadership team brings together experience from DeFi, traditional finance, and academic research, and Stanford PhDs. This combination supports a balance between blockchain innovation and the governance and operational standards expected by institutional participants.

Where Traditional Finance Meets Tokenization

The Tokenized Capital Summit marks a significant step for the institutional digital asset sector. The event creates a focused environment where participants from traditional finance and leaders in tokenization can engage directly, exchange perspectives, and better understand how capital markets are evolving.

By hosting the Tokenized Capital Summit 2025 in Abu Dhabi on December 9, Gamma Prime reinforces its role in enabling secure and compliant access to private market opportunities. The summit also reflects a broader industry shift, as institutional investors, family offices, and Web3 companies increasingly collaborate to define the next phase of financial market development.

About Gamma Prime

Gamma Prime is a marketplace for private investments, offering investors streamlined access to hard-to-find, non-correlated yield and enabling funds to expand their reach globally. Fully regulatory compliant and built with institutional security standards, Gamma Prime is positioned to become the leading global platform for hedge funds, venture capital, private equity, and other illiquid private investment opportunities. The company was founded by a team of DeFi pioneers, traditional finance professionals, and Stanford PhDs.

The post Gamma Prime Highlights Its Marketplace for Uncorrelated Strategies at the Tokenized Capital Summit in Abu Dhabi appeared first on BeInCrypto.

Peter Brandt Turns Bearish on XRP Price Despite Ripple’s Push for Multichain Expansion

18 December 2025 at 14:27

Veteran trader Peter Brandt has struck a bearish tone on XRP price, warning that the token may be forming a classic double-top pattern. His stance comes despite Ripple accelerating ecosystem growth through multichain stablecoin expansion and new institutional tools for XRP holders.

Brandt’s caution comes at a moment when XRP’s fundamentals and infrastructure narrative appear to be strengthening, creating a growing disconnect between technical signals and long-term adoption developments.

Brandt Flags Potential Double-Top Risk for XRP Price

The veteran chartist highlighted what he views as a potentially bearish setup on the XRP price chart. According to Peter Brandt, XRP may be forming a double-top, an often-cited reversal pattern that emerges when an asset fails to break above resistance after two attempts.

XRP chart showing potential double top pattern
XRP price chart highlighting potential double-top formation. Source: Peter Brandt on X

Double-top patterns in technical analysis typically signal waning bullish momentum and can precede deeper pullbacks if confirmation follows.

“I know in advance that all you Riplosts XRP will forever remind me of this post — ask me if I care. This is a potential double top,” Brandt wrote.

The XRP price has been consolidating after its late-2024 rally, placing greater focus on whether support levels can hold.

However, Brandt also acknowledged that the pattern could fail, leaving room for alternative interpretations.

“Sure, it may fail, and I will deal with this if it does. But for now, this has bearish implications. Love it or not — you need to deal with it,” he added.

Analysts Highlight Bullish Historical Context

Other market analysts see the current setup very differently. Analyst Steph is Crypto pointed to XRP’s recurring behavior around its 50-week simple moving average (SMA), arguing that prior cycles suggest downside exhaustion rather than the start of a larger decline.

“Every cycle, when XRP breaks below the 50-week SMA and stays there for roughly 50–84 days, a strong rally has followed,” the analyst noted.

Historical examples include a 211% rally after 70 days below the SMA in 2017, a 70% move following 49 days in 2021, and an 850% surge after 84 days in 2024.

The XRP price has now spent roughly 70 days below its 50-week SMA, placing it squarely within the same historical window..

XRP historical performance relative to 50-week SMA
XRP’s historical rallies following extended periods below 50-week SMA. Source: Steph_iscrypto

The analysis suggests that what appears bearish in isolation could align with past cycle bottoms, mirroring the current split in technical interpretation.

Ripple Expands RLUSD Across Layer 2 Networks As Institutional Access Continues to Grow

While technical debate intensifies, Ripple continues to expand its ecosystem. On December 16, the company announced that its US dollar stablecoin, Ripple USD (RLUSD), will expand to Optimism, Base, Ink, and Unichain.

It leverages Wormhole’s Native Token Transfers (NTT) standard for multichain interoperability.

RLUSD was initially issued on the XRP Ledger and Ethereum. The Layer 2 rollout is designed to improve scalability, liquidity movement, and real-world utility across DeFi and institutional platforms.

Ripple emphasized that RLUSD is issued under a trust charter granted by the New York Department of Financial Services (NYDFS). This positions it as one of the most tightly regulated stablecoins entering Layer 2 ecosystems.

The company has also applied for a US OCC charter and recently gained regulatory recognition in Dubai and Abu Dhabi.

Wormhole added that XRP holders will be able to use XRP alongside RLUSD as a “premier trading and liquidity pair” across supported chains, supported by wrapped XRP (wXRP) issuance for cross-chain use.

Enhanced utility is coming for $XRP

XRP holders can use XRP alongside $RLUSD as a premier trading and liquidity pair on supported chains, allowing businesses to facilitate payments and checkout options that let users buy, sell, or send digital assets. pic.twitter.com/DMcSWyQ2XV

— Wormhole (@wormhole) December 17, 2025

Institutional tooling for XRP is also expanding. Digital Wealth Partners recently launched an algorithmic XRP trading strategy for qualified retirement accounts, offering insured custody through Anchorage Digital.

The service gives high-net-worth investors access to systematic XRP trading within regulated, tax-advantaged accounts. This reflects broader efforts to integrate crypto into traditional wealth management structures.

Digital Wealth Partners Launches Algorithmic XRP Trading Strategy Powered by @tryarchpublic for Qualified Retirement Accountshttps://t.co/ro7ipgP48D

— Digital Wealth Partners (@DWP_advisors) December 16, 2025

As XRP faces conflicting technical signals, its trajectory may hinge on whether bearish chart patterns dominate or whether historical cycles and expanding utility ultimately reassert control.

The post Peter Brandt Turns Bearish on XRP Price Despite Ripple’s Push for Multichain Expansion appeared first on BeInCrypto.

Bitcoin’s 5% Whiplash Was No Accident — Charts Reveal The Full Story

18 December 2025 at 14:07

Bitcoin’s violent move on December 17 caught traders off guard. In a single day, BTC surged to around $90,500 before reversing hard and sliding toward $85,200. From high to low, that was a swing of more than 5%, or roughly $5,000.

This was not news-driven. It was structure-driven. Three charts explain why the move happened, why it stalled exactly where it did, and why similar volatility remains possible.

Volume Breakdown Signaled Risk Before the Drop

Before the sell-off, the BTC price action already showed stress. Between December 15 and December 17, the Bitcoin price printed a marginal higher low on the daily chart. On the surface, that looked stable. But On-Balance Volume told a different story.

OBV tracks whether volume confirms price moves. During this period, OBV failed to follow the price higher and instead made a lower low. That bearish divergence signaled distribution. In simple terms, price was holding up, but volume was quietly flowing out.

Want more token insights like this? Sign up for Editor Harsh Notariya’s Daily Crypto Newsletter here.

First Trigger For The Volatile Price Swing
First Trigger For The Volatile Price Swing: TradingView

When Bitcoin pushed toward $90,500, it did so with weak participation. That made the rally fragile. Once selling started, there was no volume support beneath, which turned a pullback into a sharp intraday whiplash.

In markets, whiplash refers to a rapid move up followed immediately by a sharp move down, or vice versa.

Cost Basis Heatmap Shows Why $90,500 Rejected and $85,200 Held

On-chain cost basis data explains the exact turning points.

The cost basis heatmap shows a dense supply cluster between $90,168 and $90,591. Around 115,188 BTC were accumulated in this zone. When the price revisited this range, many holders reached break-even.

BTC Supply Cluster: Glassnode

That could have created immediate sell pressure. Combined with OBV weakness, this cluster acted like a ceiling. The rally stalled, then reversed.

On the downside, the story changes.

Another strong cluster sits between $84,845 and $85,243. This is the most concentrated near-term support zone on the chart. As the price fell, buyers stepped in aggressively here. That is why the Bitcoin price did not collapse further, even during forced liquidations.

Key Support Cluster: Glassnode

So the move was boxed in. Sellers defended $90,500. Buyers defended $85,200. The whiplash happened inside those walls.

Bitcoin Price Levels Now Decide If Volatility Returns

Structurally, Bitcoin is still holding a mild uptrend from the November 21 low. That matters. Yesterday’s volatility event was inside the range.

For upside continuation, one level stands out. Bitcoin must post a clean daily close above $90,500. That level has not been reclaimed since December 13. Without a close above it, any rally risks another rejection.

Above that, $92,200 to $92,300 becomes critical. On-chain data shows another supply cluster there. Traders should expect friction unless the price clears that zone decisively. Also, traders reading this might want to consider complete daily closes above key levels mentioned on the charts instead of wick-styled breakouts.

Key Upside Clusters
Key Upside Clusters: Glassnode

On the downside, $85,000-$85,200 remains the key zone. As long as this cluster holds, a deeper downside is less likely. A failure there would expose $83,800, but breaching $85,000 would require fresh liquidation pressure.

Bitcoin Price Analysis
Bitcoin Price Analysis: TradingView

The takeaway is simple. Bitcoin’s 5%+ whiplash was not random. It was the result of weak volume, heavy supply at known cost levels, and tight liquidity. Until those structures change, sharp moves like this remain part of the crypto market’s reality.

The post Bitcoin’s 5% Whiplash Was No Accident — Charts Reveal The Full Story appeared first on BeInCrypto.

US CPI in Focus as Investors Weigh Fed’s January Rate Outlook

18 December 2025 at 13:33

The United States (US) Bureau of Labor Statistics (BLS) will publish the all-important Consumer Price Index (CPI) data for November on Thursday at 13:30 GMT. 

The inflation report will not include CPI figures for October and will not offer monthly CPI prints for November due to a lack of data collection during the government shutdown. Hence, investors will scrutinize the annual CPI and core CPI prints to assess how inflation dynamics could influence the Federal Reserve’s (Fed) policy outlook. 

What to expect in the next CPI data report? 

As measured by the change in the CPI, inflation in the US is expected to rise at an annual rate of 3.1% in November, mildly above September’s reading. The core CPI inflation, which excludes the volatile food and energy categories, is also forecast to rise 3% in this period. 

TD Securities analysts expect annual inflation to rise at a stronger pace than anticipated, but see the core inflation holding steady.

“We look for the US CPI to rise 3.2% y/y in November – its fastest pace since 2024. The increase will be driven by rising energy prices, as we look for the core CPI to remain steady at 3.0%,” they explain. 

How could the US Consumer Price Index report affect the US Dollar? 

Heading into the US inflation showdown on Thursday, investors see a nearly 20% probability of another 25-basis-point Fed rate cut in January, according to the CME FedWatch Tool. 

The BLS’ delayed official employment report showed on Tuesday that Nonfarm Payrolls declined by 105,000 in October and rose by 64,000 in November. Additionally, the Unemployment Rate climbed to 4.6% from 4.4% in September. These figures failed to alter the market pricing of the January Fed decision, as the sharp decline seen in payrolls in October was not surprising, given the loss of government jobs during the shutdown.

In a blog post published late Tuesday, Atlanta Fed President Raphael Bostic argued that the mixed jobs report did not change the policy outlook and added that there are “multiple surveys” that suggest there are higher input costs and that firms are determined to preserve their margins by increasing prices. 

A noticeable increase, with a print of 3.3% or higher, in the headline annual CPI inflation, could reaffirm a Fed policy hold in January and boost the US Dollar (USD) with the immediate reaction. On the flip side, a soft annual inflation print of 2.8% or lower could cause market participants to lean toward a January Fed rate cut. In this scenario, the USD could come under heavy selling pressure with the immediate reaction. 

Eren Sengezer, European Session Lead Analyst at FXStreet, offers a brief technical outlook for the US Dollar Index (DXY) and explains: 

“The near-term technical outlook suggests that the bearish bias remains intact for the USD Index, but there are signs pointing to a loss in negative momentum. The Relative Strength Index (RSI) indicator on the daily chart recovers above 40 and the USD Index holds above the Fibonacci 50% retracement of the September-November uptrend.”

“The 100-day Simple Moving Average (SMA) aligns as a pivot level at 98.60. In case the USD Index rises above this level and confirms it as support, technical sellers could be discouraged. In this scenario, the Fibonacci 38.2% retracement could act as the next resistance level at 98.85 ahead of the 99.25-99.40 region, where the 200-day SMA and the Fibonacci 23.6% retracement are located.” 

“On the downside, the Fibonacci 61.8% retracement level forms a key support level at 98.00 before 97.40 (Fibonacci 78.6% retracement) and 97.00 (round level).”

The post US CPI in Focus as Investors Weigh Fed’s January Rate Outlook appeared first on BeInCrypto.

Bitfinex Bitcoin Whale Long Positions Surge 36%: What Does it Mean?

18 December 2025 at 13:23

Large Bitcoin investors on Bitfinex are once again commanding market attention. Analysts tracking leveraged positioning data show that margined Bitcoin long positions held by “whales” have surged sharply, approaching levels last seen in March 2024.

The renewed build-up is occurring even as broader market participation cools, raising questions about what these well-capitalized traders are signaling.

What Does the Record High in Whale Long Positions on Bitfinex Signify?

According to on-chain analyst James Van Straten, Bitfinex whales have continued to add aggressively to their positions.

“Bitfinex whale continues to add to its margin long bitcoin position, approaching March 2024 highs. 36% higher in the past 3 months,” he wrote on X (Twitter).

The data highlights a steady accumulation trend since September, with long exposure expanding during periods of price weakness rather than rallies.

Bitfinex itself appeared to acknowledge the activity, highlighting that large, experienced traders may be positioning with conviction, while smaller participants are reducing risk.

Whale moves 🐳https://t.co/1Zgcof54xV

— Bitfinex (@bitfinex) December 8, 2025

This divergence in behavior is notable. While Bitcoin’s price action has remained choppy in recent weeks, whale accumulation has intensified.

Bitfinex Bitcoin long positions approaching March 2024 highs
Bitfinex Bitcoin long positions approaching March 2024 highs. Source: TradingView

Historically, these Bitfinex long positions have been associated with traders who use leverage tactically. They often scale into positions during drawdowns rather than chasing upside momentum.

According to crypto executive Samson Mow, the current dynamic is a transfer of coins from impatient sellers to long-term holders.

“Bitfinex whales out in force buying from paper hands,” he said, pointing to the contrast between selling pressure from weaker hands and sustained buying by large accounts.

A Contrarian Signal, But Not a Timing Tool

The Bitfinex whale long metric has long been watched as a potential leading indicator in technical analysis. However, its interpretation requires nuance.

These traders have a documented pattern of increasing long exposure during declines and trimming positions into strength. As a result, elevated long positions are often followed, not preceded, by price rallies.

Van Straten cautioned that the signal’s real value lies in watching for reversals rather than absolute levels.

“Short term, once the trend reverses,” he noted, implying that the eventual reduction of these longs may be more informative than their current size.

Not everyone agrees on the reliability of the indicator. Analyst Parabear Nick challenges overly confident interpretations of whale data, dismissing some bullish narratives entirely, amid claims that whale accumulation alone guarantees higher prices.

Indeed, historical data support a more balanced view. Whale long positions have reached extremes at different points in past cycles, sometimes remaining elevated for months before any decisive move in price.

Multi-year comparison of whale positioning versus Bitcoin price trends
Multi-year comparison of whale positioning versus Bitcoin price trends. Source: Parabear Nick on X

This suggests that while the metric can provide insight into positioning and sentiment, it should be evaluated in conjunction with other indicators, such as open interest, funding rates, and macro liquidity conditions.

The current accumulation comes as open interest across derivatives markets trends lower, signaling reduced participation from retail and short-term traders.

In that context, the concentration of leverage among whales becomes more significant. With fewer speculative participants, large players exert greater influence over marginal price movements.

What remains unclear is timing. Elevated whale longs suggest expectations of higher prices, but not necessarily an imminent breakout.

The key inflection point will come if and when these positions begin to unwind. Historically, such shifts have preceded changes in market regimes.

The post Bitfinex Bitcoin Whale Long Positions Surge 36%: What Does it Mean? appeared first on BeInCrypto.

Tether’s USDT Payment Stats Show the Real State of Crypto Adoption in 2025

18 December 2025 at 11:00

Tether’s USDT processed $156 billion in payments of $1,000 or less in 2025, according to figures shared today by CEO Paolo Ardoino, based on Chainalysis and Artemis data. 

The number highlights a side of crypto adoption often missed by price charts and ETF flows – everyday transactional use.

USDT is Being Used as a Substitute for Banks and Cash

Small-value transfers now represent a meaningful share of USDT activity. The data shows steady growth since 2020, with acceleration through 2024 and into 2025, as average daily volumes for sub-$1,000 transfers climbed above $500 million. 

This points to USDT functioning less as a trading instrument and more as a digital payments rail.

USDT Payments Data Shared By Tether CEO. Source: X/Paolo Ardoino

The significance lies in who uses stablecoins and how. Transfers under $1,000 typically reflect remittances, payroll, retail payments, savings movement, and peer-to-peer transfers, especially in emerging markets. 

Unlike large exchange flows, these transactions tend to be non-speculative and recurring. 

In practical terms, USDT is increasingly acting as a substitute for cash and bank wires in regions where access to dollars is limited or expensive.

This trend aligns with USDT’s broader trajectory in 2025. Circulating supply reached new highs during the year, reflecting demand for dollar liquidity beyond crypto trading. 

At the same time, regulatory developments reshaped where and how USDT circulates. 

In the US, the GENIUS Act clarified the legal framework for payment stablecoins, reinforcing institutional confidence in compliant dollar-backed tokens. 

In Europe, MiCA introduced stricter licensing rules, shifting some regulated platform activity away from USDT but not slowing global on-chain usage.

Stablecoins Market Cap In 2025. Source: DeFilLama

Tether has also expanded its infrastructure footprint. Recent investments in Lightning-based payment rails signal an effort to push USDT into faster, lower-cost settlement networks. 

Regional partnerships in Africa and the Middle East further indicate a focus on payments and financial access, not just exchange liquidity.

Taken together, the $156 billion figure reframes the crypto adoption debate. While market cycles drive headlines, stablecoins continue to scale quietly as financial plumbing. 

The growth in small USDT payments suggests that, in 2025, crypto adoption is less about speculation and more about utility, resilience, and global dollar access. This shift may prove more durable than any bull market.

The post Tether’s USDT Payment Stats Show the Real State of Crypto Adoption in 2025 appeared first on BeInCrypto.

❌