Normal view

Alasan Minimnya Minat Ritel Kini Tak Lagi Sinyalkan Market Bottom

25 December 2025 at 16:59

Partisipasi ritel di pasar aset kripto terus menurun sepanjang siklus ini. Minat yang tercatat semakin melemah seiring berakhirnya tahun.

Sementara beberapa analis masih menafsirkan menurunnya keterlibatan ritel sebagai sinyal klasik bahwa pasar sudah di dasar atau bottom, sebagian lain berpendapat penurunan saat ini mencerminkan perubahan budaya dan sosial yang lebih dalam, di mana perhatian investor sudah beralih sepenuhnya dari kripto.

Apakah Apatisme Ritel Sinyalkan Bottom atau Fase Baru?

Penurunan pasar aset kripto mendorong banyak analis untuk menerawang potensi terbentuknya market bottom, dengan mengutip berbagai faktor seperti data on-chain, pola teknikal, hingga perubahan perilaku investor. Di antara semua indikator ini, jauhnya keterlibatan ritel kerap dianggap sebagai penanda terbentuknya market bottom.

Analis menyatakan bahwa masa-masa pesimisme ekstrem serta rendahnya partisipasi biasanya bertepatan dengan terbentuknya market bottom, sehingga mereka menafsirkan sikap masa bodoh yang makin meluas kini sebagai titik balik serupa.

“Ritel masuk di PUNCAK, bukan di bottom, dan absennya ritel pada momen ini menyiratkan bahwa ini bukan puncak pasar, melainkan market bottom yang sedang terbentuk,” ujar seorang analis.

Namun, data baru menunjukkan situasinya mungkin sudah berubah. Dalam sebuah unggahan baru-baru ini, analis Luc menyoroti pergeseran yang lebih dalam di kalangan ritel. Menurut dia,

“Ini bersifat kultural. Sebuah pergeseran sosial. Perhatian telah berpindah.”

Salah satu tanda nyata yaitu minat pada platform konten kripto yang merosot tajam. Misalnya, seorang YouTuber kripto dengan 139.000 subscriber melaporkan bahwa jumlah tayangannya turun jauh lebih besar dibanding titik terendah lima tahun terakhir.

Para influencer kripto terkenal juga mulai berfokus ke pasar saham tradisional. Bersama-sama, tren ini mengisyaratkan melemahnya perhatian, bukan sekadar koreksi sementara.

Di kalangan investor muda, persepsi pun berubah. Saat ini, kripto harus bersaing dengan alternatif yang lebih mudah dijangkau seperti prediction market dan saham kripto, yang memiliki risiko “rug pull” lebih rendah.

“Setiap instrumen kini semakin mudah diakses. Mulai dari COIN yang menambahkan perdagangan saham, HOOD dengan opsi 0DTE, hingga prediction market secara keseluruhan…semuanya tersedia…tanpa risiko rug-pull yang dipersepsikan dari lanskap kripto ‘tanpa hukum’ yang dulu menjadi daya tarik utama kripto,” kata Luc.

Baru-baru ini, BeInCrypto melaporkan bahwa banyak investor baru lebih memilih emas dan perak ketimbang kripto di tengah inflasi yang terus-menerus serta ketidakpastian ekonomi makro. Pergeseran ini menandai perubahan arah generasi yang lebih luas.

Citra kripto juga semakin menurun akibat banyaknya kasus peretasan dan penipuan. Menurut Chainalysis, industri kripto kehilangan lebih dari US$3,4 miliar dari Januari hingga awal Desember.

Selama periode ini, insiden keamanan meningkat, dan para penyerang memakai taktik yang makin canggih demi mencuri dana dan mengeksploitasi pengguna.

“Sekarang dianggap cringe berada di kripto. Terlalu banyak scam untuk ditangani degen rata-rata. Anak-anak lebih memilih bekerja di AI atau hal lain. Populasi umum sebenarnya tidak ingin berurusan dengan kripto, kita gagal menebus diri setelah debakel Luna + FTX + JPEG illiquid tahun 2022,” ujar Kate, pengamat pasar lainnya.

Masuknya Institusi Mulai Ubah Dinamika Pasar

Di saat minat ritel menurun, perusahaan keuangan mapan semakin memperluas kehadirannya di kripto. Aishwary Gupta dari Polygon Labs menyampaikan ke BeInCrypto bahwa institusi saat ini menyumbang sekitar 95% aliran dana ke kripto, sedangkan partisipasi ritel turun ke sekitar 5–6%.

Dari munculnya digital asset treasury (DAT) sampai semakin banyak institusi keuangan tradisional yang masuk ke ruang ini, pasar menjadi semakin digerakkan oleh institusi. Tetap saja, dominasi institusi membawa dua sisi.

Kondisi ini menambah legitimasi serta akses yang lebih mudah, akan tetapi daya tarik awal sektor ini justru mengundang orang-orang yang ingin keluar dari keuangan tradisional. Semakin besarnya dominasi institusi bisa jadi malah menggerus hal mendasar tersebut.

“Namun dengan keterlibatan broker legacy seperti Schwab/JPMorgan dan minat pemerintah, apakah kripto sedang kehilangan demografi yang membuatnya populer sejak awal?” ujar Luc.

Luc juga menyadari bahwa banyak dinamika semacam ini sudah pernah muncul di bear market kripto sebelumnya. Tetapi, ia menekankan sekarang ada variabel baru yang “mengubah permainan”.

“Kripto nampaknya sedang berada dalam fase transisi…dari aset momentum menjadi aset infrastruktur,” tambahnya.

Jika partisipasi ritel memang menurun secara struktural, maka pertanyaan utama adalah apakah utilitas kripto di dunia nyata dapat mengimbangi menurunnya permintaan spekulatif. Adopsi blockchain untuk pembayaran, rantai pasok, dan decentralized finance semakin berkembang.

Meski begitu, masih belum jelas apakah perkembangan ini dapat memunculkan antusiasme sebesar yang mendorong siklus pasar sebelumnya. Menjelang 2026, dinamika sektor kripto mungkin bisa memberikan gambaran lebih jelas apakah ini sekadar fase sementara atau benar-benar perubahan permanen.

Bagaimana pendapat Anda tentang minimnya minat ritel yang tak lagi cerminkan market bottom kripto? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Harga XRP Turun, Evernorth Alami Potensi Kerugian Lebih dari US$200 Juta

25 December 2025 at 15:05

Evernorth, institusi terbesar yang memegang XRP, sedang menanggung kerugian belum terealisasi lebih dari US$200 juta.

Posisi ini memperlihatkan volatilitas dan risiko yang terkait dengan kepemilikan aset kripto institusional saat pasar sedang turun.

Perusahaan Treasury XRP Evernorth Alami Penurunan Nilai Kepemilikan Lebih dari US$200 Juta

Evernorth telah muncul sebagai pemain utama dalam adopsi institusional XRP. Pada akhir Oktober, perusahaan yang berbasis di Nevada ini mengumumkan rencana mengumpulkan dana sebesar US$1 miliar untuk membangun apa yang mereka sebut sebagai “perusahaan treasury publik XRP terbesar di dunia.”

Pada 4 November 2025, Evernorth membeli 84,36 juta XRP dengan harga rata-rata US$2,54 per token. Transaksi tersebut mendorong total kepemilikan XRP Evernorth menjadi lebih dari 473,27 juta token.

“This continued accumulation reflects Evernorth’s conviction in XRP as the most important asset of the internet, and its mission to build a long-term, institutional-grade XRP treasury with compounding yield,” terang perusahaan itu dalam rilis resmi.

Tapi, pembelian ini juga berdampak. Berdasarkan data dari CryptoQuant, posisi XRP milik Evernorth sekarang menunjukkan kerugian belum terealisasi yang sudah melebihi US$200 juta.

Evernorth XRP Holdings Performance
Performa Kepemilikan XRP Evernorth | Sumber: CryptoQuant

Situasi ini juga mencerminkan lemahnya pasar XRP secara umum. Hampir separuh suplai token yang beredar sekarang dipegang dalam kondisi rugi. Penurunan ini disebabkan oleh lemahnya harga XRP belakangan ini.

Altcoin ini sudah turun sekitar 25% sejak Evernorth pertama kali mengumumkan treasury mereka. Saat ini, harganya diperdagangkan di bawah level harga pada awal tahun, yang menunjukkan tantangan yang dihadapi XRP seiring momentum yang terus melemah.

Pada waktu publikasi, harga XRP berada di US$1,87. Harga ini naik 1,5% dalam sehari terakhir seiring reli pasar yang lebih luas.

XRP Price Performance
Performa Harga XRP | Sumber: BeInCrypto Markets

Meski begitu, BeInCrypto melaporkan bahwa siklus pasar saat ini mengancam akan mengakhiri rekor dua tahun XRP mencatatkan imbal hasil tahunan positif, dengan token ini kemungkinan akan menutup tahun turun sekitar 11%.

Sementara itu, XRP bukan satu-satunya aset kripto utama yang menghadapi tekanan di kuartal keempat 2025. Aset kripto utama lainnya juga mengalami penurunan, sehingga membuat investor institusi yang memiliki posisi besar on-chain turut tertekan.

Berdasarkan penjelasan analis Maartunn, BitMine saat ini menanggung kerugian belum terealisasi sekitar US$3,5 miliar dari kepemilikan Ethereum mereka. Walaupun mengalami penurunan, perusahaan tersebut tetap menambah kepemilikan ETH.

Bitmine is currently sitting on an unrealized loss of -$3.5B — a massive drawdown. 🤯 pic.twitter.com/dp2lQMaPWl

— Maartunn (@JA_Maartun) December 24, 2025

Treasury dengan fokus pada Bitcoin juga menghadapi tantangan serupa. Kepemilikan Bitcoin Metaplanet turun sekitar 18,8%, sedangkan beberapa pemegang institusional lainnya juga mengalami penurunan seiring pelemahan pasar secara luas yang masih berlanjut.

XRP Price Slump Leaves Evernorth Facing Over $200 Million in Unrealized Losses

25 December 2025 at 15:05

Evernorth, the largest institutional holder of XRP, is sitting on more than $200 million in unrealized losses.

This position highlights the volatility and risks associated with institutional cryptocurrency holdings during a market downturn.

XRP Treasury Firm Evernorth Sees Value of Holdings Drop by Over $200 Million

Evernorth has emerged as a prominent player in the institutional adoption of XRP. In late October, the Nevada-based firm announced plans to raise $1 billion to establish what it described as the “largest public XRP treasury company.”

On November 4, 2025, Evernorth acquired 84.36 million XRP at an average price of $2.54 per token. The transaction pushed the company’s total XRP holdings to more than 473.27 million tokens.

“This continued accumulation reflects Evernorth’s conviction in XRP as the most important asset of the internet, and its mission to build a long-term, institutional-grade XRP treasury with compounding yield,” the firm stated.

However, these purchases have come at a cost. According to data from CryptoQuant, Evernorth’s XRP position is now showing unrealized losses exceeding $200 million.

Evernorth XRP Holdings Performance
Evernorth XRP Holdings Performance. Source: CryptoQuant

This mirrors broader weakness across the XRP market. Nearly half of the token’s circulating supply is currently held at a loss. The drawdown stems from XRP’s recent price weakness.

The altcoin has fallen by roughly 25% since Evernorth’s initial treasury announcement. It is now trading below price levels seen at the start of the year, highlighting the challenges facing XRP as momentum continues to fade.

At the time of writing, XRP’s trading price stood at $1.87. The price rose 1.5% over the past day as part of the broader market rally.

XRP Price Performance
XRP Price Performance. Source: BeInCrypto Markets

Still, BeInCrypto reported that the current market cycle threatens to end XRP’s two-year streak of positive annual returns, with the token likely to close the year down approximately 11%.

Meanwhile, XRP is not the only major crypto asset facing pressure in the fourth quarter of 2025. Other leading cryptocurrencies have also declined, weighing on institutional investors with large on-chain positions.

According to analyst Maartunn, BitMine is currently sitting on an unrealized loss of approximately $3.5 billion on its Ethereum holdings. Despite the drawdown, the firm has continued to accumulate ETH.

Bitmine is currently sitting on an unrealized loss of -$3.5B — a massive drawdown. 🤯 pic.twitter.com/dp2lQMaPWl

— Maartunn (@JA_Maartun) December 24, 2025

Bitcoin-focused treasuries are facing similar challenges. Metaplanet’s Bitcoin holdings are down roughly 18.8%, while several other institutional holders are showing comparable declines as broader market weakness persists.

The post XRP Price Slump Leaves Evernorth Facing Over $200 Million in Unrealized Losses appeared first on BeInCrypto.

Multicoin Capital Beli 60 Juta Worldcoin (WLD) saat Keterlibatan Ritel Turun dan Harga Anjlok

25 December 2025 at 14:29

Multicoin Capital dikabarkan telah membeli 60 juta Worldcoin (WLD) melalui transaksi over-the-counter (OTC) dengan tim proyek tersebut, bertaruh pada protokol identitas biometrik Worldcoin.

Pembelian ini terjadi di tengah menurunnya minat investor, di mana harga WLD turun 21% selama sebulan terakhir.

Multicoin Capital kembali investasi besar di Worldcoin meski harga turun

Berdiri sejak 2017, Multicoin Capital adalah perusahaan yang berfokus pada proyek aset kripto dan blockchain berdasarkan riset mendalam. Perusahaan analitik blockchain, Lookonchain, menemukan adanya transaksi besar dengan wallet yang diduga milik Multicoin Capital (0xf0007b56607BB268efFe4126655f077F8cf42696).

Multicoin Capital's WLD Purchase
Pembelian WLD oleh Multicoin Capital | Sumber: X/Lookonchain

Berdasarkan data on-chain, alamat wallet tersebut telah mentransfer 30 juta USDC kepada tim Worldcoin satu hari yang lalu. Setelah itu, Multicoin menerima 60 juta token WLD, menunjukkan adanya kesepakatan OTC langsung dengan tim proyek bukan dari pembelian di pasar terbuka.

Waktu transaksi ini cukup menarik, sebab data on-chain dan pencarian internet menunjukkan ketertarikan terhadap Worldcoin semakin menurun. Data dari Dune Analytics menunjukkan jumlah wallet aktif baru turun drastis sejak September.

New Worldcoin Wallets
Wallet Worldcoin Baru | Sumber: Dune

Perlambatan jumlah partisipan baru menandakan permintaan ritel yang mulai menurun, meski investor institusi masih melakukan akumulasi. Tren pencarian internet juga bergerak dengan pola serupa.

Data dari Google Trends menunjukkan pencarian tentang “Worldcoin” turun tajam setelah mencapai skor tertinggi 100 pada bulan September. Lonjakan itu terutama dipicu oleh listing WLD di Upbit yang juga mendorong naik harga token saat itu. Namun setelah itu, Worldcoin menghapus kenaikan tersebut dan minat pencarian kini turun ke skor 6 per saat publikasi.

Pergerakan harga juga mencerminkan momentum yang mulai mengendur. Menurut data pasar BeInCrypto, WLD telah kehilangan lebih dari 21% nilainya selama sebulan terakhir.

Pada waktu publikasi, token WLD diperdagangkan di harga US$0,49614, naik 2,57% selama 24 jam terakhir. Rebound jangka pendek ini terjadi di tengah pemulihan pasar yang lebih luas, di mana kapitalisasi pasar aset kripto secara total naik hampir 0,5%.

Performa Harga Worldcoin (WLD) | Sumber: BeInCrypto Markets

Selain dari sisi harga, proyek ini juga menghadapi tekanan regulasi yang semakin besar. Pada akhir November, otoritas Thailand memerintahkan Worldcoin untuk menghentikan aktivitas pendaftaran berbasis iris mata di negara tersebut serta menghapus data biometrik milik lebih dari 1 juta orang.

Perintah ini muncul setelah tindakan pada Oktober lalu, di mana pejabat setempat menggerebek salah satu lokasi pemindaian iris milik proyek di Thailand.

“Kolaborasi ini akan meningkatkan efektivitas penegakan hukum dalam menindak dan memberantas bisnis aset digital tanpa izin, sekaligus melindungi pengguna dari kurangnya perlindungan hukum serta mengurangi risiko penipuan dan pencucian uang,” terang Ms. Jomkwan Kongsakul, Wakil Sekretaris Jenderal SEC, dalam keterangannya.

Perkembangan ini menambah tantangan yang sudah ada sebelumnya. Pada bulan Mei, proyek ini menghadapi kendala regulasi di Indonesia dan Kenya.

Multicoin Capital Buys 60 Million Worldcoin (WLD) as Retail Engagement and Price Slide

25 December 2025 at 14:29

Multicoin Capital has reportedly purchased 60 million Worldcoin (WLD) in an over-the-counter transaction with the project’s team, betting on the biometric identity protocol.

The acquisition comes amid a period of declining investor engagement, with WLD’s price slipping 21% over the past month.

Multicoin Capital Doubles Down on Worldcoin Despite Price Slide

Founded in 2017, Multicoin Capital is a thesis-driven firm specializing in crypto and blockchain projects. Blockchain analytics firm Lookonchain identified a large transaction involving a wallet reportedly associated with Multicoin Capital (0xf0007b56607BB268efFe4126655f077F8cf42696).

Multicoin Capital's WLD Purchase
Multicoin Capital’s WLD Purchase. Source: X/Lookonchain

According to on-chain data, the address transferred 30 million USDC to the Worldcoin team one day ago. Then, Multicoin received 60 million WLD tokens, suggesting an OTC deal directly with the project rather than an open-market purchase.

The timing of the transaction is notable, as on-chain and search data point to declining interest in Worldcoin. Dune Analytics showed that the number of new active wallet addresses has fallen sharply since September.

New Worldcoin Wallets
New Worldcoin Wallets. Source: Dune

The slowdown in new participants suggests weakening retail demand, even as institutional investors continue to accumulate. Search interest has followed a similar trajectory.

Google Trends data revealed that searches for “Worldcoin” dropped significantly after peaking at a score of 100 in September. That surge was largely driven by Upbit’s listing of WLD, which also pushed the token’s price up at the time. Since then, however, Worldcoin has erased those gains, with search interest falling to a score of 6 at press time.

Price action reflects this cooling momentum. According to BeInCrypto Markets data, WLD has lost more than 21% of its value over the past month.

At the time of writing, the token was trading at $0.49614, representing a 2.57% increase over the past 24 hours. The short-term rebound comes amid a broader market recovery, with the total crypto market capitalization rising by nearly 0.5%.

Worldcoin (WLD) Price Performance. Source: BeInCrypto Markets

Beyond its price performance, the project is also under growing regulatory pressure. In late November, Thai authorities ordered World to suspend its iris-based enrollment activities in the country and erase biometric data gathered from more than 1 million individuals.

The order followed an October enforcement action, during which officials raided one of the project’s iris-scanning sites in Thailand.

“This collaboration will enhance the effectiveness of law enforcement in prosecuting and suppressing unlicensed digital asset businesses, while protecting users from lack of legal protection and mitigating risks of scams and money laundering,” Ms. Jomkwan Kongsakul, SEC Deputy Secretary-General, noted.

These developments add to earlier challenges. In May, the project encountered regulatory setbacks in both Indonesia and Kenya.

The post Multicoin Capital Buys 60 Million Worldcoin (WLD) as Retail Engagement and Price Slide appeared first on BeInCrypto.

Why Retail’s Lack of Interest May No Longer Signal a Market Bottom

25 December 2025 at 13:19

Retail participation in the cryptocurrency market has continued to decline throughout this cycle, with interest weakening further as the year draws to a close.

While some analysts still interpret fading retail engagement as a classic bottom signal, others argue the current downturn reflects a deeper cultural and social shift, where investor attention has moved away from crypto altogether.

Does Retail Apathy Mark a Bottom or a New Phase?

The crypto market’s downturn has prompted many analysts to call for a potential bottom, citing a range of factors from on-chain data and technical patterns to shifts in investor behavior. Among these indicators, retail disengagement has often been viewed as a key bottom signal.

Analysts argue that periods of extreme pessimism and low participation have coincided with market bottoms, leading them to interpret today’s widespread indifference as a similar turning point.

“Retail comes in at the TOP, not at the bottom, and the absence of retail at this moment implies this is not a market top, but rather a market bottom in the making,” an analyst stated.

However, new data suggests things may have changed. In a recent post, analyst Luc highlighted a deeper shift in retail. According to him,

“It’s cultural. A social shift. Attention has relocated.”

One clear sign is plunging interest in crypto content platforms. For example, a crypto YouTuber with 139,000 subscribers reported that their views have dropped more than at any other point in the past five years.

Well-known crypto influencers are also shifting focus to traditional equities. Together, these trends suggest a fading of attention rather than a temporary retracement.

Among younger investors, perceptions have changed. Crypto now competes with accessible alternatives such as prediction markets and crypto stocks, which have a lower risk of “rug pulls.”

“Every vehicle is becoming more accessible. From COIN adding stock trading, to HOOD adding 0DTE options, to prediction markets as a whole…Everything’s right there…without the perceived risk of a rug-pull via the “lawless” crypto landscape that defined crypto’s appeal in the first place,” Luc said.

Recently, BeInCrypto reported that many new investors are favoring gold and silver over crypto amid persistent inflation and broader macroeconomic uncertainty. This shift points to a wider generational turn.

Crypto’s image struggles further due to the rising number of hacks and scams. According to Chainalysis, the crypto industry lost more than $3.4 billion between January and early December.

Security incidents have increased during this period, with attackers employing increasingly sophisticated tactics to steal funds and exploit users.

“It’s now considered cringe to be in crypto. There’s too many scams for the average degen to handle. Kids would rather work in AI or something. general population doesnt really wanna do anything with crypto we didnt redeem ourselves after luna + ftx + illiquid jpegs debacles of 2022,” Kate, another market watcher, said.

Institutional Entry Is Changing Market Dynamics

While retail interest wanes, established financial firms are expanding their presence in crypto. Polygon Labs’ Aishwary Gupta told BeInCrypto that institutions account for an estimated 95% of crypto inflows, while retail participation has dropped to around 5–6%.

From the rise of digital asset treasuries (DATs) to legacy financial institutions increasingly entering the space, the market is becoming more institutionally driven. Yet, increased institutional involvement is a double-edged sword.

This adds legitimacy and easier access, but the sector’s original appeal drew people keen to escape traditional finance. Growing institutional dominance may undermine that core.

“But with legacy brokerages like Schwab/JPMorgan getting involved + gov’t interest, is crypto losing the demographic that made it popular in the first place?” Luc remarked.

Luc acknowledged that many of these dynamics have appeared in previous crypto bear markets. However, he emphasized that new variables now “change the game.”

“Crypto seems to be in a transition phase…from a momentum asset to an infrastructure asset,” he added.

If retail participation has indeed structurally declined, the key question becomes whether real-world crypto utility can offset fading speculative demand. Blockchain adoption in payments, supply chains, and decentralized finance is growing.

Still, it remains unclear whether these developments can generate the level of enthusiasm that fueled previous market cycles. As 2026 approaches, the dynamics of the crypto sector may offer clearer insight into whether this shift represents a temporary phase or a lasting transformation.

The post Why Retail’s Lack of Interest May No Longer Signal a Market Bottom appeared first on BeInCrypto.

Bagaimana Korea Utara Meraup US$2 Miliar dari Pencurian Aset Kripto pada 2025

18 December 2025 at 21:00

Industri aset kripto mengalami lonjakan besar dalam kasus pencurian aset kripto secara global di tahun 2025, dengan total kerugian melebihi US$3,4 miliar dari Januari hingga awal Desember, menurut laporan baru dari Chainalysis.

Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh peretas yang terafiliasi dengan Korea Utara, yang bertanggung jawab atas sebagian besar dana yang dicuri sepanjang tahun.

Mengungkap Pencurian Aset Kripto Rekor US$2 Miliar oleh Korea Utara

Dalam laporan terbarunya, perusahaan analitik blockchain Chainalysis menyoroti bahwa frekuensi serangan dari Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) memang menurun secara signifikan. tapi, mereka tetap mencatat rekor baru dalam hal pencurian aset kripto di tahun 2025.

Peretas dari Korea Utara menjarah setidaknya US$2,02 miliar aset digital di tahun 2025. Angka ini menandai kenaikan 51% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan tingkat di tahun 2020, jumlah ini mengalami lonjakan sekitar 570%.

“Perolehan rekor tahun ini berasal dari insiden yang jauh lebih sedikit. Pergeseran — insiden yang lebih sedikit tapi menghasilkan lebih banyak — menunjukkan dampak besar dari peretasan Bybit yang masif pada Maret 2025,” terang Chainalysis.

Selain itu, laporan tersebut mengungkapkan bahwa aktor yang terafiliasi DPRK bertanggung jawab atas rekor 76% dari seluruh kompromi layanan di sepanjang tahun.

Jika dijumlahkan, data tahun 2025 ini mendorong estimasi kumulatif terendah dana aset kripto yang dicuri oleh Korea Utara menjadi US$6,75 miliar.

Perkembangan ini merupakan kelanjutan dari tren jangka panjang. Peretas dari Korea Utara memang sudah lama menunjukkan tingkat kecanggihan yang tinggi, dan operasi mereka di 2025 menunjukkan bahwa mereka terus mengembangkan taktik serta target favoritnya,” jelas Andrew Fierman, Head of National Security Intelligence dari Chainalysis, kepada BeInCrypto.

Berdasarkan data historis, Chainalysis menyimpulkan jika DPRK masih terus melancarkan serangan bernilai tinggi dibandingkan kelompok ancaman lainnya.

“Pola ini menegaskan bahwa saat peretas Korea Utara beraksi, mereka menarget layanan berskala besar dan berusaha menciptakan dampak maksimal,” tulis laporan itu.

DRPK vs Peretas Lain | Sumber: Chainalysis

Menurut Chainalysis, peretas yang terhubung dengan Korea Utara makin banyak mendapat hasil besar dengan menempatkan operatif di posisi teknis pada perusahaan-perusahaan terkait aset kripto. Cara ini, yang menjadi salah satu vektor serangan utama, memungkinkan pelaku ancaman memperoleh akses istimewa dan melakukan penetrasi yang lebih merusak.

Pada bulan Juli, penyelidik blockchain ZachXBT merilis investigasi yang mengklaim bahwa operatif Korea Utara telah menyusup ke 345 hingga 920 pekerjaan di industri aset kripto.

“Sebagian rekor tahun ini besar kemungkinan merupakan dampak dari peningkatan infiltrasi pekerja IT di exchange, kustodian, dan perusahaan web3, sehingga mereka bisa mempercepat akses awal serta pergerakan lateral sebelum pencurian dalam skala besar terjadi,” terang laporan tersebut.

Pelaku ancaman juga mulai memakai taktik berbasis rekrutmen, menyamar sebagai perekrut untuk menargetkan individu yang memang sudah bekerja di bidang terkait.

Di samping itu, BeInCrypto belum lama ini melaporkan para peretas menyamar sebagai kontak terpercaya industri di pertemuan Zoom dan Microsoft Teams palsu. Melalui modus ini, mereka berhasil mencuri lebih dari US$300 juta.

“DPRK selalu mencari vektor serangan baru serta titik lemahnya untuk mengeksploitasi dana. Dengan dikombinasikan dengan minimnya akses rezim terhadap ekonomi global, akhirnya terbentuk ancaman tingkat negara maju yang sangat termotivasi demi mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya untuk rezim tersebut. Alhasil, pencurian private key di layanan terpusat mendorong sebagian besar volume eksploitasi tahun ini,” urai Fierman.

These North Korean hackers are advanced, creative and patient. I have seen/heard:

1. They pose as job candidates to try to get jobs in your company. This gives them a “foot in the door”. They especially like dev, security, finance positions.

2. They pose as employers and try to… https://t.co/axo5FF9YMV

— CZ 🔶 BNB (@cz_binance) September 18, 2025

Chainalysis Memetakan Strategi Pencucian Uang Selama 45 Hari yang Digunakan Hacker Korea Utara

Chainalysis menemukan bahwa perilaku pencucian uang Korea Utara sangat berbeda dengan kelompok lain. Laporan ini menunjukkan aktor terafiliasi DPRK cenderung mencuci dana dalam jumlah kecil di on-chain, dengan lebih dari 60% volume terkonsentrasi di bawah nilai transfer US$500.000.

Berbeda dengan itu, aktor ancaman non-DPRK biasanya memindahkan 60% dana curian dalam jumlah yang jauh lebih besar, sering kali berkisar antara US$1 juta sampai lebih dari US$10 juta. Chainalysis mengatakan bahwa skema ini mencerminkan pendekatan pencucian uang yang lebih hati-hati dan canggih, meskipun Korea Utara justru mencuri total dana yang lebih besar.

Perusahaan ini juga mengidentifikasi perbedaan mencolok dalam penggunaan layanan. Peretas DPRK sangat mengandalkan jasa pergerakan uang berbahasa Mandarin dan layanan penjamin, serta bridge dan alat mixing yang dirancang untuk menyamarkan jejak transaksi. Mereka juga memanfaatkan platform khusus seperti Huione untuk memudahkan aksi pencucian uang mereka.

Sebaliknya, pelaku pencurian dana lain cenderung lebih sering menggunakan decentralized exchange, platform terpusat, layanan peer-to-peer, dan protokol lending.

“Pola-pola ini menunjukkan bahwa DPRK beroperasi dengan tujuan dan batasan berbeda dibandingkan cybercriminal lain yang tidak didukung negara. Penggunaan besar-besaran layanan pencucian uang profesional berbahasa Mandarin dan trader OTC menunjukkan bahwa aktor ancaman DPRK telah terintegrasi erat dengan pelaku ilegal di kawasan Asia-Pasifik, dan hal ini sejalan dengan sejarah Pyongyang yang kerap menggunakan jaringan asal Cina untuk masuk ke sistem keuangan internasional,” papar perusahaan itu.

Chainalysis juga mengamati pola pencucian dana yang berulang dan biasanya berlangsung selama 45 hari. Dalam beberapa hari tepat setelah peretasan (Hari 0-5), pelaku yang terhubung dengan Korea Utara memprioritaskan untuk menjauhkan dana hasil curian dari sumber aslinya. Laporan tersebut mencatat adanya lonjakan penggunaan protocol DeFi dan layanan mixing pada periode awal ini.

Pada minggu kedua (Hari 6-10), aktivitas bergeser ke layanan yang mendukung integrasi lebih luas. Arus dana mulai masuk ke exchange terpusat dan platform yang memiliki persyaratan KYC terbatas.

Pencucian dana tetap dilakukan melalui layanan mixing sekunder meski dengan intensitas yang lebih rendah. Sementara itu, bridge lintas chain digunakan untuk menyamarkan pergerakan dana.

“Fase ini merupakan periode transisi penting di mana dana mulai bergerak menuju kemungkinan off-ramp,” terang pihak perusahaan itu.

Pada fase terakhir (Hari 20-45), terjadi peningkatan interaksi dengan layanan yang memudahkan konversi atau pencairan dana. Exchange tanpa KYC, layanan jaminan, platform swap instan, dan layanan berbahasa Mandarin menonjol, berdampingan dengan penggunaan kembali exchange terpusat untuk mencampur dana ilegal dengan aktivitas yang sah.

Chainalysis menekankan bahwa pola pencucian dana selama 45 hari ini memberi wawasan penting bagi penegak hukum. Pola ini juga memperlihatkan kendala operasional hacker dan ketergantungan mereka pada pihak tertentu.

“Korea Utara menjalankan strategi pencucian dana yang cepat dan efisien. Karena itu, respons cepat secara menyeluruh dari seluruh industri sangat dibutuhkan. Penegak hukum dan sektor swasta, mulai dari exchange hingga perusahaan analitik blockchain, harus berkoordinasi dengan efektif untuk menghentikan dana sesegera mungkin saat ada kesempatan, baik saat dana lewat stablecoin maupun saat dana masuk ke exchange yang bisa langsung membekukannya,” komentar Fierman.

Walaupun tidak semua dana curian mengikuti alur waktu ini, pola tersebut mewakili perilaku tipikal di on-chain. Tim pun mengakui ada kemungkinan titik buta, karena sebagian aktivitas seperti transfer private key atau transaksi OTC di luar chain, mungkin tidak terpantau di data blockchain tanpa bantuan intelijen pendukung.

Prospek 2026

Kepala Intelijen Keamanan Nasional Chainalysis mengungkapkan kepada BeInCrypto bahwa Korea Utara sepertinya akan mencari setiap celah yang tersedia. Meskipun insiden di Bybit, BTCTurk, dan Upbit tahun ini menunjukkan bahwa exchange terpusat menghadapi tekanan yang semakin besar, taktik dapat berubah kapan pun.

Eksploitasi terbaru yang melibatkan Balancer dan Yearn juga memperlihatkan bahwa protocol yang sudah lama ada pun kini diamati oleh penyerang. Ia menuturkan,

“Walaupun kami belum bisa memastikan apa yang akan terjadi pada 2026, kami tahu DPRK akan berusaha memaksimalkan hasil dari target mereka – artinya layanan dengan cadangan tinggi perlu menjaga standar keamanan tinggi agar tidak jadi korban eksploitasi selanjutnya.”

Laporan itu juga menyoroti bahwa karena Korea Utara semakin mengandalkan pencurian aset kripto untuk mendanai prioritas negara dan menghindari sanksi internasional, seluruh industri harus sadar bahwa pelaku ancaman ini beroperasi dengan tantangan dan insentif yang sangat berbeda dibandingkan pelaku kejahatan dunia maya pada umumnya.

“Rekor performa negara itu di 2025 — tercapai dengan 74% serangan yang diketahui lebih sedikit — menandakan kita mungkin hanya melihat bagian aktivitas mereka yang paling terlihat,” tambah Chainalysis.

Perusahaan itu menjelaskan bahwa tantangan utama yang harus dihadapi pada 2026 adalah mengidentifikasi dan menggagalkan operasi-operasi berdampak besar ini sebelum pelaku yang terhubung dengan DPRK melakukan insiden lain berskala sebesar peretasan Bybit.

Harga Chainlink (LINK) Masih Tertahan meski Tidak Ada Arus Keluar ETF, Ini yang Bisa Mengubah Tren

16 December 2025 at 19:07

ETF Chainlink milik Grayscale belum mengalami arus keluar sama sekali sejak peluncuran perdananya, dan telah mengumpulkan arus masuk bersih sebesar US$54,69 juta. Akumulasi oleh whale juga tetap kuat secara konsisten.

Meski indikator bullish ini muncul, harga LINK justru terus turun. Para analis kini menyoroti beberapa katalis yang akan datang yang bisa mendukung pertumbuhan altcoin ini.

ETF Chainlink Raih Perhatian Institusi yang Berkelanjutan

BeInCrypto sebelumnya telah melaporkan bahwa ETF Chainlink spot pertama diluncurkan pada 2 Desember di NYSE Arca. Pada hari pertamanya, dana ini mencatat arus masuk sebesar US$37,05 juta. Sejak itu, ETF ini belum mengalami arus keluar sama sekali, meskipun ada tiga hari perdagangan di mana arus bersihnya nol.

Berdasarkan data dari SoSoValue, ETF ini mencatat arus masuk bersih US$2,02 juta pada 15 Desember. Menariknya, total arus masuk dana ini sekarang melebihi ETF altcoin lain, termasuk Dogecoin dan produk Litecoin, meskipun kedua ETF tersebut telah diluncurkan jauh lebih dulu sebelumnya.

Arus ETF Chainlink | Sumber: SoSoValue

Sementara itu, permintaan untuk ETF Bitcoin dan Ethereum mulai melemah. Pada 15 Desember, ETF Bitcoin mencatat arus keluar bersih sebesar US$357,69 juta, sedangkan ETF Ethereum keluar dana hingga US$224,78 juta. Dalam kondisi seperti ini, ETF Chainlink tetap berada di jalur netral hingga positif.

Selain arus ETF, data on-chain juga menunjukkan akumulasi yang menonjol dari holder terbesar Chainlink. Platform analitik Santiment mengungkapkan bahwa 100 wallet teratas telah membeli 20,46 juta LINK sejak 1 November, senilai sekitar US$263 juta. Hal ini menandakan keyakinan kuat dari investor.

Chainlink whale accumulation data
100 Wallet Teratas Chainlink Akumulasi LINK | Sumber: X/Santiment

Analis Jelaskan Faktor Utama untuk LINK meski Harga Turun

Walaupun demikian, harga LINK masih belum bisa mengikuti momentum tersebut. Data dari BeInCrypto Markets memperlihatkan bahwa altcoin ini turun 11,1% dalam sebulan terakhir.

Tren penurunan ini makin dalam hari ini, dengan LINK melemah 6% seiring aksi jual besar di pasar kripto. Pada waktu publikasi, harga LINK berada di US$12,78.

Chainlink (LINK) Price Performance
Performa Harga Chainlink (LINK) | Sumber: BeInCrypto Markets

Analis pasar memaparkan beberapa potensi katalis untuk mendukung harga Chainlink. Pekan lalu, US Securities and Exchange Commission mengeluarkan surat no-action untuk Depository Trust Company, memberikan lampu hijau terhadap program percontohan tiga tahun tokenisasi aset.

Walau protokol blockchain yang dipilih untuk inisiatif ini belum ditentukan, analis meyakini Chainlink berpeluang besar jadi kandidat utama, yang akan sangat memperkuat peran institusionalnya.

“At the end of the day, ETH and LINK are the foundational backbone to the future of Quadrillions in on-chain trading volume tied to real world assets. If that core thesis reigns true, the simple solution is to buy these assets when they are cheap and wait,” komentar seorang analis .

Tokenized assets ATH $LINK will be the obvious winner pic.twitter.com/nzxo9qE7pl

— Quinten | 048.eth (@QuintenFrancois) December 15, 2025

Selain itu, dalam outlook pasar 2026, Grayscale menyoroti bahwa LINK berpotensi mendapatkan manfaat dari pertumbuhan stablecoin yang berkelanjutan, tokenisasi aset, dan penggunaan aplikasi decentralized finance yang makin meluas.

Jadi, meskipun harga LINK masih tertekan dalam jangka pendek, arus masuk ETF yang konsisten, akumulasi whale yang kuat, dan peningkatan adopsi institusi menunjukkan permintaan dasar masih tetap baik. Seiring perkembangan tokenisasi aset dan inovasi keuangan di blockchain, faktor-faktor ini sangat mungkin memegang peran penting dalam pergerakan harga besar berikutnya untuk Chainlink.

CEO Plume, Chris Yin, Ungkap Alasan RWA Jadi Salah Satu Sisi Cerah di Aset Kripto

12 December 2025 at 22:00

Ketika pasar kripto secara umum masih mengalami tekanan, real-world assets (RWA) justru menjadi salah satu sektor yang masih menarik minat berkelanjutan. Pasar ini sudah tumbuh lebih dari 150% tahun ini. Selain itu, Chris Yin, co-founder sekaligus CEO Plume, memperkirakan nilainya bisa naik 10x hingga 20x lipat—baik secara nilai maupun jumlah adopsi pengguna—dalam satu tahun ke depan, bahkan jika perhitungannya konservatif.

Dalam wawancara dengan BeInCrypto, Yin menjelaskan mengapa RWA kini semakin diminati di tengah kondisi pasar seperti sekarang. Ia juga memaparkan alasan mengapa sektor ini akan tetap menjadi fokus utama di siklus pasar berikutnya.

Mengapa investor memilih RWA pada 2025

Pada kuartal keempat, pasar aset kripto secara umum menghadapi tekanan besar, membuat banyak pelaku memilih keluar dari pasar. Di tengah situasi ini, sektor RWA tetap mampu menarik minat baik dari investor ritel maupun institusi.

Data dari RWA.xyz menunjukkan jumlah holder aset RWA meningkat 103,7% dalam satu bulan terakhir. Ini menandakan keterlibatan yang kian bertambah meski sentimen pasar sedang lesu.

RWA Holder Growth
Pertumbuhan Holder RWA | Sumber: RWA.xyz

Menurut co-founder Plume,

“Pasar RWA didorong minat dari berbagai sektor terhadap aset on-chain yang terhubung dengan dunia nyata. Ada tingkat kepastian tertentu, karena kita berada di fase yang bukan benar-benar bear, juga bukan bullish,”

Dengan kondisi ekonomi secara umum yang masih lesu, Yin menegaskan bahwa investor kini makin hati-hati terhadap volatilitas dan keberlanjutan hasil (yield) di pasar decentralized finance. Sebaliknya, RWA kini semakin dipandang sebagai sumber hasil yang lebih stabil.

Kinerja yield DeFi yang tertekan serta ketidakpastian ekonomi membuat instrumen treasury atau kredit privat yang sudah ditokenisasi kini mulai tampak lebih menarik jika melihat dari sisi risiko dan potensi hasil.

Ia juga menyoroti pertumbuhan stablecoin yang sangat pesat tahun ini sebagai bukti perubahan pasar ke arah stabilitas. Hal ini khususnya berlaku bagi partisipan institusional.

“Dengan stablecoin menjadi dasar onboarding RWA, langkah logis berikutnya adalah hadirnya yield coin serta peluang yield untuk RWA. Orang-orang menginginkan aset berkualitas tinggi yang memberikan yield aman, konsisten, dan andal. Stablecoin membawa orang masuk, peluang yield yang mendatangkan institusi dan ritel ke aset ini,” tutur Yin kepada BeInCrypto.

Karena makin banyak investor memilih stabilitas, Yin juga mengakui bahwa salah satu kekhawatiran terbesar terkait RWA adalah anggapan bahwa sektor ini membawa tambahan risiko KYC dan kepatuhan.

Meski begitu, ia berpendapat bahwa tokenisasi justru dapat memperkuat kontrol regulasi. Ini dimungkinkan karena proses verifikasi identitas, hak akses, dan pembatasan transfer bisa diprogram secara langsung di tingkat aset.

Daripada mengandalkan proses kepatuhan off-chain yang terpecah-pecah, penerbit bisa langsung mengatur aturan main di token melalui pengecekan kelayakan real-time, pelaporan otomatis, dan jejak audit yang tidak bisa diubah.

RWA Diprediksi Tetap Jadi Tema Utama Pasar di Siklus Berikutnya

Walaupun RWA tetap terus diminati tahun ini, Yin menyebut sektor ini sepertinya akan terus menjadi fokus baik untuk finansial tradisional maupun decentralized finance pada siklus pasar berikutnya.

Ia menuturkan bahwa saat ini mayoritas nilai RWA masih terpusat pada T-bill yang ditokenisasi. Akan tetapi, seiring pasar kian matang, Yin memperkirakan adopsi kredit privat bakal meningkat bersamaan dengan semakin bervariasinya aset alternatif lainnya.

Aset-aset tersebut bisa saja termasuk eksposur terhadap kepemilikan mineral seperti minyak. Selain itu, juga bisa berupa GPU, infrastruktur energi, hingga sumber daya dunia nyata lainnya.

“Yang akan keluar sebagai pemenang adalah mereka yang mampu mengenali peluang baru ini, bukan mereka yang cuma mengulangi apa yang selama ini sudah berhasil,” komentar eksekutif tersebut.

Sementara itu, bulan lalu Coinbase Ventures menyoroti RWA perpetual sebagai salah satu kategori yang aktif mereka cari untuk didanai tahun 2026, menandakan kepercayaan yang besar. Yin juga mengungkapkan bahwa perusahaannya selalu optimistis terhadap RWA perpetual.

Menurut Yin, perpetual sering menghasilkan volume perdagangan yang jauh lebih tinggi dibanding spot, karena menawarkan pengalaman pengguna yang jauh lebih baik. Ia menjelaskan bahwa perps mudah digunakan sehingga peserta bisa mengambil posisi harga dengan mudah dan memanfaatkan leverage.

“Kami selalu mengatakan di Plume bahwa cara agar RWA on-chain bisa maksimal adalah dengan membuat RWA benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna on-chain dengan menempatkan RWA dalam UX yang sudah familier untuk pelaku kripto. Untuk spot, caranya dengan membuatnya permissionless, composable, dan liquid—dan inilah yang kami lakukan melalui protokol RWA yield Nest di Plume. Cara lain pelaku kripto berinteraksi dengan aset adalah lewat perps, oleh karena itu kami sangat optimistis dan antusias terhadap format ini dan potensinya untuk RWA,” terang dia.

Yin juga menyoroti semakin banyaknya inovasi di bidang hasil dunia nyata. Ia menyebut inovasi ini sedang mengubah cara akses dan perdagangan yield secara on-chain.

Sebagai contoh, Yin menyebut Pendle, di mana pemisahan antara pokok dan yield pada protokol tersebut membawa struktur pasar baru bagi arus kas RWA yang sudah ditokenisasi.

Di luar protokol tertentu, Yin mengatakan RWA juga mulai mendapatkan momentum di berbagai ekosistem blockchain.

“Gelombang RWA di Solana menunjukkan apa yang terjadi ketika yield bisa diakses secara cepat, bisa diprogram, dan dapat dijangkau jutaan pengguna,” ucapnya.

Yin menambahkan bahwa kecepatan dan kapasitas Solana membuatnya jadi salah satu dari sedikit jaringan yang bisa mendukung operasi yield frekuensi tinggi dalam skala besar. Kemampuan ini makin penting seiring dengan transformasi RWA dari instrumen passive income jadi ekonomi yield yang lebih aktif dan mudah diperdagangkan.

“Eksperimen yang terjadi di sana terasa seperti gambaran dari babak berikutnya sektor RWA. Alat yang membawa RWA masuk ke onchain dengan cara yang benar-benar crypto native adalah area yang menarik. Jadi, RWA perps memang jadi salah satu kategori, tapi juga ada berbagai kelas aset baru seperti kartu olahraga atau pokemon bersama Tradible, serta primitive keuangan baru seperti asuransi bersama Cork, dan masih banyak lagi,” ucapnya.

Bersamaan dengan ekspansi ini, Yin menegaskan bahwa penyelarasan regulasi dan legislasi akan tetap jadi prioritas utama. Ia menjelaskan bahwa proyek yang serius soal kepatuhan kemungkinan akan muncul sebagai pemenang jangka panjang, apalagi pemerintah dan institusi besar kini makin menuntut adanya perlindungan regulasi yang terintegrasi dan standar yang jelas untuk penerbitan aset on-chain.

Apa yang Bisa Diharapkan dari Sektor RWA di 2026

Melihat ke depan, Yin mengidentifikasi tiga pendorong pertumbuhan utama yang ia perkirakan bakal membawa sektor RWA ke level baru dalam 12 bulan ke depan. Pertama, ia menyoroti adopsi dan pertumbuhan dari bawah ke atas dalam RWA.

Yin mengungkapkan bahwa nilai RWA telah meningkat lebih dari tiga kali lipat selama setahun terakhir. Selain itu, jumlah holder RWA pun melonjak lebih dari tujuh kali lipat.

“Mainnet Plume yang hadir berhasil menggandakan jumlah holder RWA secara keseluruhan, dan menurut saya pertumbuhan itu terus berakselerasi hanya di kalangan para crypto native karena RWA sendiri masih bagian kecil dari total market cap crypto native,” terang dia.

Kedua, Yin menyoroti semakin kuatnya dukungan dari institusi dan regulator. Menurutnya, pemerintah, institusi keuangan, dan perusahaan teknologi kini betul-betul fokus pada tokenisasi. Walaupun inisiatif seperti ini biasanya memerlukan waktu untuk terwujud, Yin percaya peluncuran akhirnya bisa membawa aset on-chain bernilai miliaran US$.

Terakhir, eksekutif Plume itu menyoroti kondisi ekonomi makro yang lebih luas sebagai angin segar struktural.

“Kondisi makro yang berjalan sekarang membuat orang baik di luar maupun di onchain terus mencari yield yang stabil, dan aset alternatif juga makin naik popularitasnya, yang keduanya membuka jalan untuk pertumbuhan RWA onchain yang lebih organik,” ujar dia kepada BeInCrypto.

Yin menyimpulkan bahwa tidak ada alasan kuat untuk memperkirakan momentum akan melambat, dengan banyaknya katalis yang ada saat ini. Menurut Yin,

“Melihat pertumbuhan nilai dan pengguna 10-20x lipat tahun depan pun sebetulnya masih angka minimal dari apa yang seharusnya kita harapkan.”

Karena itu, RWAs kini makin terlihat sebagai perubahan struktural, bukan cuma tren jangka pendek di 2026. Dengan adopsi yang meningkat, jenis aset yang makin luas, dan penyelarasan yang makin kuat, sektor ini nampaknya siap mengambil peran utama di fase pertumbuhan on-chain berikutnya.

CEO CryptoQuant Nyatakan Meme Coin “Dead,” tapi Banyak yang Masih Lihat Potensi Rebound

12 December 2025 at 19:55

CEO CryptoQuant, Ki Young Ju, menyebut pasar meme coin “mati” karena data on-chain terbaru menunjukkan dominasi meme coin di pasar altcoin turun ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir.

Pernyataan ini memicu perdebatan di komunitas aset kripto. Ada yang menilai bahwa titik terendah sudah dekat, sementara yang lain melihat kerugian yang terus bertambah dan likuiditas yang menipis sebagai tanda penurunan serius.

Dominasi meme coin capai titik terendah sejak awal 2024

Data dari CryptoQuant menunjukkan dominasi meme coin di pasar altcoin terus turun sepanjang tahun ini. Dominasi itu mencapai puncaknya di sekitar 0,109 pada November 2024. Tapi, sekarang metrik tersebut turun ke 0,034, menyamai titik terendah Februari 2024. Penurunan ini menandakan pergeseran jelas dari token meme yang sifatnya spekulatif.

Memecoin markets are dead. pic.twitter.com/6kymLWH4JX

— Ki Young Ju (@ki_young_ju) December 11, 2025

Data CoinGecko juga menguatkan gambaran ini. Kapitalisasi pasar di sub-kategori meme coin melonjak membentuk puncak yang jelas di akhir 2024 dan awal 2025, lalu memasuki tren penurunan yang berkelanjutan. Dalam satu tahun terakhir, meme token teratas mencatatkan kerugian besar.

Performa Sektor Meme Coin | Sumber: CoinGecko

Dogecoin (DOGE) turun 66,3%, sedangkan Shiba Inu (SHIB) terperosok 71,3%. Kerugian paling besar terjadi pada Pepe (PEPE), yang anjlok 81,6%. Terakhir, Bonk (BONK) sudah kehilangan 76% nilainya selama periode yang sama.

Secara keseluruhan, pasar meme coin sudah turun 65,9% menurut data Artemis. Sektor meme coin Solana terutama yang terdampak paling parah. Joao Wedson, founder dan CEO Alphractal, mengamati bahwa,

“Meme coin dan altcoin di ekosistem Solana baru saja masuk ke fase terburuk — bagi banyak orang, aset tersebut memang sudah mati.”

Ia juga menambahkan bahwa altcoin berfokus pada pembayaran masih tetap tangguh, sehingga terlihat adanya perbedaan antara utilitas dan spekulasi.

Kenapa meme coin “mati”?

Para analis memaparkan beberapa alasan turunnya dominasi meme coin. Ada seorang trader yang menilai bahwa peluncuran dengan harga sangat murah dan tanpa perlindungan terhadap rug pull telah merusak kepercayaan, komunitas, juga menjadikan holding jangka panjang hilang, sehingga yang tersisa hanya aksi ambil untung jangka pendek.

“Kamu benar-benar bisa berterima kasih pada Pumpfun dan Alon soal ini.. Seharusnya tidak pernah semurah di bawah US$1 untuk meluncurkan meme coin tanpa perlindungan dari rug. Kita benar-benar kehilangan rasa komunitas dan semangat HODL karena sudah terlalu sering kena rug pull. Tidak ada yang percaya lagi, semua orang hanya ambil untung,” tulis DeFiApe di X.

Yang menarik, riset dari Solidus Labs menemukan 98,7% token yang diluncurkan di Pump.fun menampilkan tanda-tanda skema pump and dump. Dalam waktu yang sama, aktivitas di Raydium mengungkapkan sekitar 93% liquidity pool, atau sekitar 361.000 pool, punya indikasi yang biasanya terhubung dengan soft rug pull.

Memes used to be some of the best and most fun LPing opportunities in defi, just printing on low liq pools and high volatility

Now they're a huge liquidity sink with 8fig liquidity pools and 0 volume https://t.co/4yM1QNzJFP pic.twitter.com/jCrvOzwlWj

— Wazz (@WazzCrypto) December 11, 2025

Analis Mikko Ohtamaa juga menyampaikan bahwa sektor ini sudah terlalu penuh.

“Dunia ini tidak cukup punya perhatian untuk 25.000.000 meme coin. Bahkan dengan yang jadi pemenang pun, ‘investor’ tetap rugi…. Karena tidak ada investasi di meme coin, yang ada cuma ikut pump. Kamu membeli meme coin bukan untuk berinvestasi; tapi karena kamu berharap akan pump dan bisa jual di puncak. Kamu tidak peduli soal kejahatan, yang penting bisa ikut jadi bagian dari kejahatan itu,” komentar analis tersebut di X.

Apakah meme coin akan pulih?

Meski sentimen negatif mendominasi, ada juga yang masih yakin meme coin akan bangkit lagi. Mereka menunjukkan penurunan dominasi sebagai sinyal kemungkinan terbentuk titik terendah.

Time to buy the cockroaches and HODL 🪳🛒 https://t.co/8Na6R8ALGo

— Mel00nee (@Mel00nee) December 12, 2025

Gordon, komentator populer, berpendapat di X bahwa para pengkritik meme coin bersikap “sangat sempit pikiran dan IQ-nya rendah.” Ia menegaskan bahwa meme coin selama ini menjadi pendorong utama perhatian dan volume di dunia kripto serta memprediksi tren bangkit kembali di masa depan.

“Satu-satunya alasan kenapa ada perhatian pada aset kripto adalah karena meme coin. Satu-satunya alasan kenapa ada volume adalah karena meme coin. Meme coin tidak akan ke mana-mana dan mereka yang akan memimpin reli bull berikutnya,” klaimnya melalui tautan ini.

Saat ini, pasar meme coin sedang berada di persimpangan jalan. Apakah pemulihan atau penurunan berlanjut, semua akan bergantung pada kondisi pasar yang lebih luas, perubahan sentimen, dan kemampuan proyek-proyek asli untuk membedakan diri dari scam.

Plume CEO Chris Yin Reveals Why RWAs Are One of Crypto’s Few Bright Spots

12 December 2025 at 22:00

As broader markets remain under pressure, real-world assets (RWAs) have emerged as one of the few sectors continuing to attract sustained interest. The market has grown by more than 150% this year. Furthermore, Chris Yin, co-founder and CEO of Plume, projects it could expand by 10x to 20x in both value and user adoption over the next year, even under conservative assumptions.

In an interview with BeInCrypto, Yin explained why RWAs are gaining traction at this stage of the market. He also outlined why they could remain a core focus throughout the next market cycle.

Why Investors Are Choosing RWAs in 2025 

In Q4, the broader crypto market has faced considerable pressure, forcing many to exit. Despite this, the RWA sector has managed to attract both retail and institutional interest. 

Data from RWA.xyz showed that the total number of asset holders has increased by 103.7% over the past month. This suggests growing engagement even as market sentiment weakens.

RWA Holder Growth
RWA Holder Growth. Source: RWA.xyz 

According to Plume’s co-founder,

“The RWA market has been driven by an interest across sectors in on-chain assets linked to reality. A level of certainty, as we have faced a not-quite-bear, not-quite-bull environment.”

As the overall economic downturn persists, Yin stressed that investors are becoming increasingly cautious about the volatility and sustainability of yields across decentralized finance markets. In contrast, RWAs are increasingly positioned as a source of more stable returns. 

With DeFi yields under pressure and economic uncertainty persisting, tokenized treasuries or private credit instruments are beginning to look more attractive on a risk-adjusted basis.

He also pointed to the rapid growth of stablecoins this year as evidence of the market’s broader shift toward stability. This is particularly true for institutional participants. 

“With stablecoins forming the basis of RWA onboarding, the next logical step is the development of yield coins and yield opportunities for these RWAs. People want high quality assets that generate safe, consistent, and reliable yields. Stablecoins are bringing people in, yield opportunities are what is driving institutions and retail to these assets,” Yin told BeInCrypto.

As investors continue to gravitate toward stability, Yin also acknowledged that one of the major concerns surrounding RWAs is the perception that it introduces additional KYC and compliance risks.

Nonetheless, he argued that tokenization can actually strengthen regulatory controls. It does so by making identity verification, access permissions, and transfer restrictions programmable at the asset level. 

Rather than relying on fragmented, off-chain compliance processes, issuers can enforce rules directly within the token through real-time eligibility checks, automated reporting, and immutable audit trails.

RWAs Expected to Remain a Core Market Theme in the Next Cycle 

While RWAs have continued to gain traction this year, Yin said the sector is likely to remain a consistent focus for both traditional finance and decentralized finance in the next market cycle.

He noted that, at present, the majority of RWA value is concentrated in tokenized T-bills. However, as the market matures, Yin expects increased adoption of private credit alongside a broader range of alternative assets.

These could include tokenized exposure to mineral rights, such as oil. Additionally, it could involve GPUs, energy infrastructure, and other real-world resources.

“The winners will be those who identify these opportunities, rather than simply doubling down on what has worked up until this point,” the executive commented.

Meanwhile, last month, Coinbase Ventures highlighted RWA perpetuals as one of the categories they are actively seeking to fund in 2026, signaling strong confidence. Yin also revealed that the company has consistently been bullish on RWA perpetuals.

According to Yin, perpetuals often generate trading volumes that significantly exceed those of spot markets, largely due to their superior user experience. He explained that perps are easy to use, allowing participants to take directional positions with ease while also incorporating leverage.

“We’ve always said at Plume the way to make RWAs onchain work is to make RWAs work for the onchain audience by putting RWAs into a UX that crypto natives are familiar with. For spot, that is making them permissionless, composable, liquid, which is what we do with our RWA yield protocol Nest on Plume, and another way that crypto natives engage in assets is through perps and so we are very bullish and excited about that form factor and what it can do for RWAs,” he explained.

Yin also drew attention to increasing innovation around real-world yield. He claimed that it is reshaping how yield is accessed and traded on-chain. 

As an example, Yin cited Pendle, noting that the protocol’s separation of principal and yield has introduced a new market structure for tokenized RWA cash flows. 

Beyond individual protocols, Yin said RWAs are gaining momentum across multiple blockchain ecosystems. 

“Solana’s RWA wave is showing what happens when yield becomes fast, programmable, and accessible to millions of users,” he mentioned.

Yin added that Solana’s speed and throughput make it one of the few networks capable of supporting high-frequency yield operations at scale. This capability becomes increasingly important as RWAs evolve from passive income instruments into a more active, tradable yield economy.

“The experimentation happening there feels like a preview of the next chapter of the RWA sector. Tools that bring RWAs onchain in a crypto native way are the areas that are exciting. And so RWA perps is certainly one category, but also a variety of other new asset classes like sports/pokemon cards with Tradible, but also new financial primitives like insurance with Cork, and many others,” he stated.

Alongside this expansion, Yin emphasized that regulatory and legislative alignment will remain a central priority. He outlined that projects taking compliance seriously are likely to emerge as long-term winners, particularly as governments and large institutions increasingly demand built-in regulatory safeguards and clearer standards for on-chain asset issuance.

What To Expect From The RWA Sector In 2026

Looking ahead, Yin identified three key growth drivers that he expects to propel the RWA sector to new heights over the next 12 months. First, he pointed to the continuation of bottom-up adoption and growth in RWAs. 

Yin noted that the RWA value has more than tripled over the past year. Furthermore, the number of RWA holders has grown more than sevenfold. 

“Plume’s mainnet coming into existence more than doubling the entire RWA holderbase, and I think that continues to accelerate just within the crypto native audience itself as RWAs are still a tiny part of the entire crypto native market cap,” he remarked.

Second, Yin highlighted increasing top-down alignment from institutions and regulators. According to him, governments, financial institutions, and technology companies are now actively focused on tokenization. While these initiatives typically take time to materialize, Yin believes their eventual rollout could bring billions of dollars’ worth of assets on-chain.

Finally, the Plume executive pointed to broader macroeconomic conditions as a structural tailwind. 

“The macro conditions going the way they are means people both off and onchain are continually searching for stable yields, and alternative assets also continue to rise in prominence, both of which pave the way for more organic onchain RWA growth,” he disclosed to BeInCrypto.

Yin concluded that there is little reason to expect momentum to slow, given the number of catalysts in play. According to him,

“Seeing 10-20x growth in value and users next year as well is the low end of what we should expect.”

Thus, RWAs are increasingly positioned as a structural shift rather than a short-term trend in 2026. With growing adoption, expanding asset types, and stronger alignment, the sector appears well placed to play a central role in the next phase of on-chain growth.

The post Plume CEO Chris Yin Reveals Why RWAs Are One of Crypto’s Few Bright Spots appeared first on BeInCrypto.

CryptoQuant CEO Declares Meme Coins “Dead,” but Many Still See Rebound Potential

12 December 2025 at 19:55

CryptoQuant CEO Ki Young Ju has called meme coin markets “dead” as recent on-chain data shows meme coin dominance in altcoin markets has dropped to multi-month lows.

This declaration has sparked debate within the cryptocurrency community. Some suggest that the bottom is near, while others see mounting losses and shrinking liquidity as signs of serious decline.

Meme Coin Dominance Hits Lowest Point Since Early 2024

Data from CryptoQuant shows that meme coin dominance in altcoin markets has declined continuously this year. It peaked at around 0.109 in November 2024. However, the metric now sits at 0.034, matching lows from February 2024. This decline signals a clear move away from speculative meme tokens.

Memecoin markets are dead. pic.twitter.com/6kymLWH4JX

— Ki Young Ju (@ki_young_ju) December 11, 2025

CoinGecko data reinforces this picture. Market capitalization across meme-coin sub-categories surged into a clear peak in late 2024 and early 2025, before entering a sustained downturn. On a yearly basis, leading meme tokens have suffered heavy losses.

Performance of Meme Coin Sectors. Source: CoinGecko

Dogecoin (DOGE) is down 66.3%, while Shiba Inu (SHIB) has fallen 71.3%. Losses are even more pronounced for Pepe (PEPE), which declined 81.6%. Lastly, Bonk (BONK) shed 76% of its value over the same period.

Overall, the meme coin market has dropped by 65.9%, according to Artemis data. Solana’s meme coin sector has been especially hard hit. Joao Wedson, founder and CEO of Alphractal, observed that,

“Meme coins and altcoins in the Solana ecosystem just hit their worst phase — for many, they’re simply dead.”

He also noted that payment-focused altcoins remain resilient, indicating a divide between utility and speculation.

Why Did Meme Coins “Die”?

Analysts outlined several reasons for the decline in meme coin dominance. A trader argued that ultra-cheap launches, lacking protection against rug pulls, have eroded trust, community, and long-term holding, leaving only short-term extraction.

“You literally can thank Pumpfun and Alon for this..It should never have costed under $1 to launch memecoins with zero protection against rugs. We entirely lost the sense of community and HODL from being rugged so many times. Nobody has faith, everyone just extracts,” the DeFiApe posted.

Notably, research by Solidus Labs found that 98.7% of tokens launched on Pump.fun exhibited signs of pump-and-dump schemes. In parallel, activity on Raydium reveals that roughly 93% of liquidity pools, representing about 361,000 pools, display indicators commonly associated with soft rug pulls.

Memes used to be some of the best and most fun LPing opportunities in defi, just printing on low liq pools and high volatility

Now they're a huge liquidity sink with 8fig liquidity pools and 0 volume https://t.co/4yM1QNzJFP pic.twitter.com/jCrvOzwlWj

— Wazz (@WazzCrypto) December 11, 2025

Analyst Mikko Ohtamaa further added that the sector has become overcrowded.

“The world does not have enough attention for 25,000,000 memecoins. And even with the winners, ‘investors’ lose money….Because there is no investment in memecoins, there is only participation in a pump. You do not buy memecoins because you invest in them; you buy memecoins because you think it will pump, and you hope to sell at the top. You do not care about crime; you want to be part of the crime,” the analyst remarked.

Will Meme Coins Recover?

Despite prevailing negativity, some remain convinced that meme coins will rebound. They pointed to the decline in the dominance as a signal of a potential bottom.

Time to buy the cockroaches and HODL 🪳🛒 https://t.co/8Na6R8ALGo

— Mel00nee (@Mel00nee) December 12, 2025

Gordon, a well-known commentator, argued on X that meme coin critics are “incredibly short sighted and low IQ.” He stressed that meme coins have been a primary driver of crypto attention and volume, predicting a future resurgence.

“The only reason there is any attention on crypto is meme coins. The only reason there’s any volume is meme coins. Meme coins aren’t going anywhere and they will lead the next bull run,” he claimed.

For now, the memecoin market stands at a crossroads. Whether recovery or decline continues will depend on wider market conditions, shifting sentiment, and the ability of legitimate projects to set themselves apart from scams.

The post CryptoQuant CEO Declares Meme Coins “Dead,” but Many Still See Rebound Potential appeared first on BeInCrypto.

Bitcoin tidak bisa menang di 2026 hanya dengan narasi — institusi ingin nilai, bukan hype

12 December 2025 at 00:00

Momen Bitcoin (BTC) mengalami pembalikan tajam di kuartal keempat. Padahal, para analis memperkirakan koin ini akan cetak rekor baru, tapi kini banyak yang ragu apakah BTC bahkan bisa menyentuh puncak sebelumnya. Prediksi pun direvisi ke bawah seiring performa yang makin melemah.

Koreksi ini terjadi meskipun lingkungan ekonomi makro sebetulnya cukup mendukung. Permintaan menurun, kekuatan pasar melemah, dan kepercayaan pelaku pasar nampaknya luntur. Jadi, apa yang berubah? BeInCrypto berbincang dengan Ryan Chow, Co-Founder Solv Protocol, untuk mengupas perubahan perilaku investor dan mencari tahu apa yang harus dilakukan Bitcoin agar bisa menang di 2026.

Bagaimana Bitcoin Menarik dan Kehilangan Permintaan Institusi di 2025

Secara historis, kuartal keempat adalah periode terkuat bagi Bitcoin, dengan rata-rata imbal hasil 77,26%. Harapan untuk 2025 bahkan lebih ambisius seiring adopsi institusi yang kian cepat dan semakin banyak perusahaan publik yang menambah Bitcoin ke dalam cadangan mereka. 

Namun, pasar justru berbalik arah. Bitcoin turun 20,69% sejauh ini selama Q4, bertolak belakang dengan tren biasanya di periode terbaiknya.

Bitcoin Returns in Every Quarter.
Imbal Hasil Bitcoin di Setiap Kuartal | Sumber: Coinglass

Menurut Chow, awal 2025 ditandai oleh masuknya institusi ke pasar.

“Spot ETF, ETP, dan mandat-mandat baru menciptakan kejutan akses, institusi hanya menyiapkan alokasi Bitcoin dasar mereka, dan arus masuk secara mekanis mendorong harga,” ujar dia.

Tapi, di akhir 2025, kondisinya sudah berubah. Chow membeberkan bahwa pelaku pasar utama sudah membangun posisi mereka lebih dulu, sehingga Bitcoin harus bersaing ketat dengan kenaikan imbal hasil riil.

Saat aset kripto ini gagal mencetak level tertinggi baru, para chief investment officer mulai mempertanyakan alasan memegang aset tanpa imbal hasil, sementara T-bills, obligasi korporasi, dan saham berbasis AI bisa memberi keuntungan hanya dengan berinvestasi.

“Saya rasa, pasar akhirnya menghadapi kenyataan yang sudah jelas sejak lama: strategi hold pasif sudah mencapai batasnya. Ritel sekarang lebih banyak menjual, perusahaan sudah berhenti mengakumulasi, dan institusi mulai tarik mundur. Kali ini bukan karena mereka tak percaya lagi dengan Bitcoin, melainkan karena desain pasar sekarang tidak lagi masuk akal untuk alokasi besar di tengah rezim suku bunga tinggi,” terang Chow.

Selain itu, Chow menyoroti bahwa struktur pasar Bitcoin juga mengalami perubahan. Setelah ETF dan trade halving, Bitcoin masuk ke posisi ekonomi makro yang terlalu ramai. Ia mengatakan bahwa aset ini sudah berpindah fase dari repricing struktural ke lingkungan carry-and-basis, yang sekarang dikuasai oleh trader profesional.

Teori sederhana “ETF ditambah halving sama dengan harga naik” sudah tidak berlaku lagi. Menurutnya, adopsi di fase berikutnya bakal digerakkan oleh utilitas nyata dan imbal hasil yang sudah disesuaikan dengan risiko. Ia menyampaikan kepada BeInCrypto bahwa,

“Paruh pertama 2025 adalah seputar akses, semua orang buru-buru memperkuat eksposur dasar pada Bitcoin. Paruh kedua adalah soal biaya peluang, sekarang Bitcoin harus mampu bersaing dalam portofolio melawan aset yang sebenarnya memberi imbal hasil ketika di-hold.”

Bitcoin, yang sering disebut sebagai emas digital, selama ini dipromosikan sebagai lindung nilai inflasi. Chow mengakui bahwa aset ini kemungkinan tetap berfungsi sebagai penyimpan nilai. tapi, ia menegaskan bahwa narasi ini saja kini sudah tidak cukup buat investor institusi.

Ahli ungkap kunci Bitcoin untuk menarik kembali institusi di 2026

Chow memberi peringatan bahwa pasar mungkin sangat meremehkan skala perubahan ekonomi makro di 2026. Ia menilai, kecuali Bitcoin bertransformasi menjadi bentuk modal produktif, BTC akan tetap menjadi aset yang siklikal dan tergantung pada likuiditas.

Dalam skenario seperti itu, institusi hanya akan menganggap Bitcoin sebagai aset seperti itu, bukan untuk alokasi jangka panjang secara strategis.

“Bitcoin tidak akan lagi menang hanya dengan narasi. Bitcoin harus bisa menghasilkan imbal hasil, atau akan terus didiskon secara struktural. Volatilitas yang kita lihat sekarang adalah pasar sedang memaksa Bitcoin untuk dewasa,” tutur dia.

Lalu, produk imbal hasil aman dan teregulasi apa yang bisa menarik institusi kembali di 2026? Chow mengungkapkan bahwa titik menarik sebenarnya terletak pada strategi Bitcoin berbasis cash-plus yang masuk koridor regulasi dan mirip produk investasi tradisional, dengan kerangka hukum jelas, cadangan sudah diaudit, dan profil risiko transparan.

Ia membagi tiga kategori utama:

  • Bitcoin-backed cash-plus fund: BTC tersimpan di kustodian terdaftar dan dipakai untuk strategi on-chain seperti Treasury bill atau repo, dengan target imbal hasil tambahan 2 sampai 4%.
  • Pinjaman dan repo BTC over-collateralized: Produk teregulasi yang meminjamkan Bitcoin kepada peminjam berkualitas tinggi. Monitoring dilakukan on-chain, rasio LTV konservatif, serta struktur anti bangkrut mendukung penawaran ini.
  • Overlay opsi hasil pasti: Strategi seperti covered call yang dibungkus di regulasi yan sudah umum seperti UCITS atau 40-Act vehicle.

Untuk semua kategori tersebut, ada beberapa syarat mutlak yang tidak bisa ditawar, yaitu pengelola teregulasi, rekening terpisah, bukti cadangan, serta kompatibilitas dengan infrastruktur kustodi institusi yang sudah ada.

“Produk yang akan membawa institusi kembali bukanlah produk yang rumit. Produk itu akan berbentuk seperti cash-plus fund berbasis Bitcoin, pasar repo, dan strategi hasil yang sudah jelas, kemasan yang sudah dikenal, kontrol risiko yang juga sudah biasa, hanya saja didukung oleh Bitcoin di belakang layar,” klaim Chow.

Ia juga menegaskan bahwa institusi tidak membutuhkan DeFi APY 20%, yang sering menjadi tanda bahaya. Imbal hasil tahunan bersih sebesar 2 hingga 5% yang diperoleh lewat strategi yang transparan dan dijamin agunan sudah cukup agar Bitcoin bisa beralih dari sekadar “nice to have” menjadi “aset cadangan inti”.

“Bitcoin tidak perlu menjadi produk hasil tinggi agar tetap relevan. Bitcoin hanya perlu berubah dari nol persen ke profil cash-plus yang wajar dan transparan supaya CIO berhenti menganggapnya sebagai modal mati,” tutur co-founder Solv tersebut kepada BeInCrypto.

Seperti Apa Imbal Hasil Bitcoin dalam Praktik

Chow menjelaskan bahwa transformasi Bitcoin menjadi modal produktif akan mengubah Bitcoin dari sebongkah emas statis menjadi agunan berkualitas tinggi yang bisa mendanai T-bills, kredit, dan likuiditas di banyak tempat. Dalam model ini, perusahaan-perusahaan mengagunkan BTC ke dalam vault on-chain yang teregulasi, mendapatkan klaim hasil imbal balik, dan tetap memiliki garis pengawasan yang jelas terhadap aset dasarnya.

Bitcoin juga akan berfungsi sebagai agunan di pasar repo, sebagai margin untuk derivatif, serta menjadi pendukung structured notes, sehingga mendukung strategi investasi baik di on-chain maupun kebutuhan modal kerja off-chain.

Hasil akhirnya, instrumen multi-fungsi: Bitcoin menjadi aset cadangan, aset pendanaan, dan aset penghasil imbal hasil sekaligus. Ini mencerminkan fungsi Treasury saat ini, tapi berjalan di lingkungan global yang aktif 24/7 serta bisa diprogram.

“Jika kita berhasil membangun ini, institusi tidak akan lagi banyak membahas ‘menyimpan Bitcoin,’ melainkan ‘mendanai portofolio dengan Bitcoin.’ Bitcoin menjadi agunan netral yang diam-diam menggerakkan T-bills, kredit, dan likuiditas di pasar tradisional maupun on-chain,” komentar Chow.

Institusi Ingin Imbal Hasil: Bisakah Bitcoin Memberikannya Tanpa Mengorbankan Prinsipnya?

Walaupun aplikasinya sangat menarik, muncul pertanyaan: apakah Bitcoin bisa menyediakan hasil imbal balik yang teregulasi dan sesuai risiko dalam skala besar tanpa melanggar prinsip dasarnya?

Menurut Chow, jawabannya iya, asal pasar menghormati arsitektur berlapis milik Bitcoin.

“Layer dasar tetap konservatif; imbal hasil dan regulasi hidup di layer yang lebih tinggi dengan jembatan kuat serta standar transparansi. Bitcoin L1 tetap sederhana dan terdesentralisasi, sementara layer produktif terletak di L2, sidechain, atau chain RWA, tempat wrapped Bitcoin berinteraksi dengan treasury serta kredit yang sudah tokenisasi,” papar dia.

Pimpinan tersebut menyadari ada berbagai tantangan teknis yang perlu ditangani. Ia menekankan bahwa ekosistemnya harus berkembang dari multisig yang berlandaskan trust menuju jembatan yang setara dengan standar institusi. Selain itu, harus dibangun standar wrapper satu-banding-satu dan oracle risiko real-time.

“Tantangan ideologisnya lebih susah: setelah kejatuhan CeFi, skeptisisme jadi sangat dalam. Jembatan solusi yang tepat adalah transparansi radikal, on-chain proof-of-reserves, mandat terbuka, tanpa leverage tersembunyi. Yang terpenting, Bitcoin produktif tetap opsional; self-custody tetap berlaku. Kita tidak perlu mengubah layer dasar Bitcoin agar menjadi produktif. Kita perlu membangun lapisan keuangan yang disiplin di atasnya, yang dapat dipercaya institusi serta bisa diverifikasi cypherpunk,” terang pimpinan itu.

Pada akhirnya, pesan dari Chow sangat jelas: fase berikutnya untuk Bitcoin tidak akan ditentukan narasi atau spekulasi, melainkan rekayasa finansial yang disiplin. Jika industri mampu menghadirkan struktur imbal hasil yang transparan dan teregulasi tanpa menabrak prinsip utama Bitcoin, institusi akan kembali — bukan sebagai trader momentum, melainkan sebagai alokator jangka panjang.

Jalur menuju 2026 tergantung pada utilitas, kredibilitas, dan Bitcoin, yang harus membuktikan kemampuannya bersaing di dunia di mana modal menuntut produktivitas.

Harga Terra (LUNA) Terbang 55% Lebih, Ternyata Ini Katalis Relinya

11 December 2025 at 19:53

Terra (LUNA) muncul sebagai salah satu top gainer di pasar kripto hari ini berkat lonjakan harga dua digit yang sangat agresif.

Reli tajam ini tiba bertepatan dengan jadwal pembacaan vonis pendiri Terraform Labs, Do Kwon, yang digelar hari ini (11/12), serta update ekosistem yang kembali menyita sorotan pada jaringan tersebut.

Mengapa Harga Token Terra (LUNA) Terbang?

Altcoin ini mulai memanas sejak akhir pekan lalu, dengan momentum yang kian menguat pada Senin setelah upgrade jaringan v2.18.0. Sejumlah crypto exchange papan atas seperti Bybit dan Binance mendukung update tersebut, bahkan sempat menangguhkan deposit dan withdrawal (penarikan) guna menjamin transisi yang mulus bagi pengguna.

Keputusan itu meningkatkan sentimen pasar secara signifikan. Nyatanya, token ini meroket ke level tertinggi dalam 7 bulan pada hari sebelumnya. Tren naik itu masih berlanjut hingga hari ini.

Data BeInCrypto Markets menguak bahwa harga LUNA telah terapresiasi 55,58% dalam 24 jam terakhir. Pada waktu publikasi, altcoin ini nangkring di US$0,232.

Terra (LUNA) Price
Performa Harga Terra (LUNA) | Sumber: BeInCrypto Markets

Tak hanya itu, lonjakan hari ini turut mengantarkan LUNA menjadi top gainer kedua secara harian menurut CoinGecko. Aktivitas trading juga melejit signifikan, di mana volume harian melejit 192,10% hingga melampaui US$700 juta.

Di luar upgrade jaringan, katalis besar lainnya yang turut memicu sorotan ke LUNA adalah sidang vonis pendiri Terraform Labs, Do Kwon.

Kwon menurut jadwal hadir di hadapan Hakim Engelmayer di Pengadilan Distrik Selatan New York hari ini. Departemen Kehakiman AS (DoJ) menuntut hukuman penjara selama 12 tahun.

Namun, seorang analis menggarisbawahi bahwa hasil persidangan sering kali berbeda dengan tuntutan. Sam Bankman-Fried dijatuhi 25 tahun, padahal jaksa menuntut 40–50 tahun. Alex Mashinsky dijatuhi 12 tahun, meski tuntutannya 20 tahun.

“Saya tak akan berspekulasi soal berapa tahun pastinya, namun naif kalau menganggap dia bakal dapat 12+ tahun, apalagi kalau mempertimbangkan waktu tahanan yang sudah dijalani,” tulis Camol.

Walaupun demikian, Toknex mengungkapkan keraguan atas reli harga LUNA. Ia memperingatkan trader agar tidak melihat lonjakan ini sebagai tanda pemulihan fundamental.

“Ini bukan comeback. Ini bukan fundamental. Ini cuma dorongan trading berbasis komunitas. Ekosistem Terra yang asli sudah mati pada 2022. LUNA yang baru ini tidak punya narasi dan tidak memiliki nilai jangka panjang. Token ini cuma bergerak ketika trader ingin berjudi dengan volatilitas,” ujar Toknex.

Menjelang putusan vonis, komunitas nampak menunjukkan minat yang lebih besar tidak hanya pada LUNA tetapi juga Terra Luna Classic (LUNC). Lonjakan minat ini mendorong kedua token kembali ke puncak daftar trending CoinGecko hari ini.

BeInCrypto melaporkan pekan lalu bahwa harga LUNC melonjak 100% setelah seorang jurnalis mengenakan t-shirt vintage Terra Luna di Binance Blockchain Week di Dubai.

Jadi, seiring LUNA dan LUNC kembali menjadi pusat perhatian, pelaku pasar kini terbelah: apakah ini tanda kebangkitan nyata, ataukah sekadar reli sesaat yang terpicu volatilitas?

Bagaimana pendapat Anda tentang harga LUNA yang sontak terbang di atas? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Perusahaan Fintech Gandeng Injective untuk Bawa Portofolio Hipotek Senilai US$10 Miliar ke Onchain

11 December 2025 at 19:50

Pineapple Financial, perusahaan fintech yang juga holder INJ terbesar yang tercatat di bursa publik, sedang memigrasikan portofolio pinjaman hipoteknya senilai US$10 miliar ke blockchain melalui Injective.

Perusahaan ini telah menempatkan data hipotek yang sudah didanai senilai US$716 juta ke on-chain. Pineapple menyebutkan bahwa lebih dari 29.000 pinjaman tambahan juga akan mengikuti langkah ini.

Pineapple Financial Bawa Portofolio Kredit Rumah ke Onchain lewat Injective

Dalam sebuah thread detail di X (sebelumnya Twitter), perusahaan menjelaskan bahwa inisiatif ini membuat setiap catatan pinjaman terikat pada satu titik referensi yang tidak bisa diubah serta bisa diverifikasi. Menurut Pineapple, setiap catatan memiliki lebih dari 500 field data.

Jadi, penempatan metadata detail level pinjaman secara on-chain akan memberikan fondasi yang konsisten untuk underwriting, servicing, dan pelaporan bagi investor.

“Ini adalah langkah besar dalam memodernisasi cara penyimpanan, verifikasi, serta penggunaan data hipotek di seluruh operasi kami,” ujar Pineapple Financial dalam keterangan resminya.

Hal ini juga meningkatkan kepatuhan dan auditability. Catatan on-chain bisa memberikan jejak yang berkelanjutan dan mudah terlacak untuk setiap pembaruan yang terjadi. Ini membuat pelaporan regulasi menjadi lebih efisien serta menghilangkan banyak rekonsiliasi manual yang biasanya diperlukan dalam pengelolaan portofolio pinjaman besar.

Pineapple Financial juga menambahkan bahwa setiap update pada berkas hipotek sudah terhubung dengan sidik jari on-chain yang tidak bisa diubah. Hal ini memungkinkan koordinasi yang lebih jelas di seluruh divisi dan mereka juga memperkirakan efisiensi meningkat seiring otomatisasi proses kerja menggantikan pengecekan manual, seperti pelacakan dokumen, kontrol versi, serta analisis di level portofolio.

Selain itu, perusahaan tersebut menuturkan bahwa fondasi data baru ini juga dirancang untuk mendukung produk lain, termasuk Marketplace Data Hipotek dan Pineapple Prime.

“Tujuan kami adalah menciptakan ekosistem hipotek yang lebih cepat dan transparan dengan basis data yang dapat diverifikasi. Dengan menstandarkan data level pinjaman mulai sekarang, kami membangun kondisi untuk otomatisasi, manajemen risiko yang lebih baik, serta produk keuangan baru yang sebelumnya tidak mungkin ada di sistem lama. Pineapple telah men-tokenisasi data hipotek senilai US$716 juta secara on-chain, dan lebih dari 29.000 pinjaman siap menyusul,” terang postingan tersebut.

Pineapple Financial juga menyebut bahwa mereka memilih Injective untuk inisiatif ini karena keunggulan throughput tinggi serta fitur keamanannya. Menurut Pineapple Financial,

“Injective menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan untuk skala sebesar ini. Infrastruktur dengan keamanan dan throughput tinggi membuat kami bisa memverifikasi data detail level pinjaman sekaligus tetap memiliki kepemilikan penuh terhadap platform, struktur data, dan produk yang berhadapan langsung dengan pelanggan yang kami bangun di atasnya.”

Patut dicatat juga bahwa Pineapple Financial menyimpan native token Injective, INJ, sebagai aset cadangan. Perusahaan mulai menjalankan strategi treasury aset digital sejak September. Menurut data CoinGecko, mereka sekarang memegang 678.353 INJ.

Minat ritel terhadap INJ naik seiring dengan aktivitas institusi. Data Token Terminal memperlihatkan pengguna aktif harian Injective melonjak menjadi 77.600 pada bulan Desember, melonjak tajam dari hanya 6.900 di awal tahun.

Injective Daily Users
Pengguna Harian Injective | Sumber: Token Terminal

Meski begitu, hal ini belum berdampak pada kekuatan harga. Data BeInCrypto Markets menunjukkan bahwa harga INJ turun 30,1% selama sebulan terakhir, dan tertinggal dari pasar aset kripto secara umum.

Performa Harga Injective (INJ) | Sumber: BeInCrypto Markets

Pada waktu publikasi, altcoin ini diperdagangkan pada harga US$5,37, turun 4,83% dalam 24 jam terakhir.

Bitcoin Can’t Win 2026 on Narrative Alone — Institutions Want Value, Not Hype

12 December 2025 at 00:00

Bitcoin’s (BTC) momentum has sharply reversed in the fourth quarter. While analysts expected the coin to set new highs, many now doubt whether BTC can even reclaim its previous peak. Forecasts are being revised downward as performance weakens.

This downturn comes despite a supportive macro environment. Demand is cooling, market strength is fading, and confidence appears to be eroding. So what changed? BeInCrypto spoke with Ryan Chow, Co-Founder of Solv Protocol, to unpack the shift in investor behavior and explore what Bitcoin will need to win 2026.

How Bitcoin Attracted and Lost Institutional Demand in 2025 

Historically, the fourth quarter has been Bitcoin’s strongest, delivering an average return of 77.26%. Expectations for 2025 were even more ambitious as institutional adoption accelerated and a growing number of public companies added Bitcoin to their reserves. 

Instead, the market reversed course. Bitcoin is down 20.69% so far in Q4, defying what has traditionally been its most favorable period. 

Bitcoin Returns in Every Quarter.
Bitcoin Returns in Every Quarter. Source: Coinglass

According to Chow, early 2025 was defined by institutional onboarding. 

“Spot ETFs, ETPs, and new mandates created an access shock, institutions were simply getting their baseline Bitcoin allocation in place, and mechanical inflows drove prices,” he said.

However, by late 2025, the environment had shifted. Chow revealed that structural buyers had already built their positions, forcing Bitcoin to compete directly with rising real yields

Once the cryptocurrency stopped posting new highs, chief investment officers began to question the rationale for holding a non-yielding asset when T-bills, corporate credit, and even AI-driven equities offer returns simply for staying invested.

“I think the market is finally confronting a truth that’s been obvious for years: passive holding has reached its limits. Retail is distributing, corporates have stopped accumulating, and institutions are pulling back. This time, it’s not because they’ve lost faith in Bitcoin but rather, the current market design doesn’t justify large-scale allocation in a high-rate regime,” Chow added.

Moreover, the executive highlighted that Bitcoin’s market structure has shifted. After the ETF and halving trades, Bitcoin transitioned into an overcrowded macro position. He noted that the asset has transitioned from the structural repricing phase into a carry-and-basis environment, now dominated by professional traders. 

The straightforward “ETF plus halving equals number go up”  thesis has effectively run its course. According to him, the next phase of adoption will be driven by demonstrable utility and risk-adjusted yield. He told BeInCrypto that,

“The first half of 2025 was about access, everyone rushed to secure their baseline Bitcoin exposure. The second half is about opportunity cost, now Bitcoin has to earn its place in a portfolio against assets that actually pay you to hold them.”

Bitcoin, often referred to as digital gold, has long been promoted as an inflation hedge. Chow acknowledged that the asset will likely retain its identity as a store of value. However, he stressed that this narrative alone is no longer sufficient for institutional investors.

Expert Reveals Bitcoin’s Key To Winning Back Institutions in 2026

Chow cautioned that the market may be significantly underestimating the scale of macroeconomic changes in 2026. He argued that unless Bitcoin evolves into a form of productive capital, it will remain a cyclical, liquidity-dependent asset. 

In that scenario, institutions would view and treat it precisely as such, rather than as a strategic long-term allocation.

“Bitcoin will no longer win on narrative alone. It must earn yield, or it will be structurally discounted. The volatility we’re seeing now is the market forcing Bitcoin to grow up,” he remarked.

So what safe, regulated yield products would bring institutions back in 2026? Chow pointed out that the real sweet spot lies in regulated, cash-plus Bitcoin strategies that resemble traditional investment products, featuring clear legal wrappers, audited reserves, and straightforward risk profiles.

He outlined three categories:

  • Bitcoin-backed cash-plus funds: BTC held in qualified custody and deployed into on-chain Treasury bill or repo strategies, targeting an incremental 2 to 4% yield.
  • Over-collateralised BTC lending and repo: Regulated vehicles lending against Bitcoin to high-quality borrowers. On-chain monitoring, conservative LTVs, and bankruptcy-remote structures will support this.
  • Defined-outcome option overlays: Strategies such as covered calls, wrapped in familiar regulatory frameworks like UCITS or 40-Act vehicles.

Across all of them, several requirements remain non-negotiable. These include regulated managers, segregated accounts, proof-of-reserves, and compatibility with existing institutional custody infrastructure.

“The products that will bring institutions back aren’t exotic. They’ll look like Bitcoin-backed cash-plus funds, repo markets, and defined-outcome strategies, familiar wrappers, familiar risk controls, just powered by Bitcoin under the hood,” Chow claimed.

He further emphasized that institutions do not need 20% DeFi APY, which is often a red flag. A net annualized return of 2 to 5%, achieved through transparent and collateralized strategies, is sufficient to move Bitcoin from a “nice to have” to a “core reserve asset.”

“Bitcoin doesn’t need to become a high-yield product to stay relevant. It just needs to move from zero percent to a modest, transparent ‘cash-plus’ profile so CIOs stop treating it as dead capital,” the Solv co-founder mentioned to BeInCrypto.

What Bitcoin Yield Looks Like in Practice 

Chow detailed that Bitcoin’s transformation into productive capital would shift it from a static gold bar to high-quality collateral capable of funding T-bills, credit, and liquidity across multiple venues. In this model, corporates pledge BTC into regulated on-chain vaults, receive yield-bearing claims in return, and maintain a clear line-of-sight to underlying assets. 

Bitcoin would also serve as collateral in repo markets, as margin for derivatives, and as backing for structured notes, supporting both on-chain investment strategies and off-chain working capital needs.

The result is a multi-purpose instrument: Bitcoin as a reserve asset, a funding asset, and a yield-generating asset simultaneously. It mirrors the function Treasuries serve today, but operates within a global, 24/7, programmable environment.

“If we get this right, institutions won’t talk about ‘holding Bitcoin’ so much as ‘funding portfolios with Bitcoin.’ It becomes the neutral collateral that quietly powers T-bills, credit, and liquidity across both traditional and on-chain markets,” Chow commented.

Institutions Want Yield: Can Bitcoin Provide It Without Compromising Its Principles? 

While the applications are quite compelling, the question arises: can Bitcoin support regulated, risk-adjusted yield at scale without compromising its foundational principles?

According to Chow, the answer is yes, provided the market respects Bitcoin’s layered architecture. 

“The base layer stays conservative; yield and regulation live in higher layers with strong bridges and transparency standards. Bitcoin L1 remains simple and decentralised, while the productive layer sits on L2s, sidechains, or RWA chains where wrapped Bitcoin interacts with tokenised treasuries and credit,” he noted.

The executive acknowledged that several technical challenges must be addressed. He emphasized that the ecosystem must evolve from trusted multisig setups to institution-grade bridging. Furthermore, it should establish standardised one-to-one-backed wrappers and develop real-time risk oracles. 

“The ideological challenge is harder: post-CeFi collapse, skepticism runs deep. The bridge is radical transparency, on-chain proof-of-reserves, disclosed mandates, no hidden leverage. Crucially, productive Bitcoin remains optional; self-custody stays valid. We don’t need to change Bitcoin’s base layer to make it productive. We need to build a disciplined financial layer on top, one that institutions can trust and cypherpunks can verify,” the executive elaborated.

Ultimately, Chow’s message is clear: Bitcoin’s next phase will be defined not by narrative or speculation, but by disciplined financial engineering. If the industry can deliver transparent, regulated, yield-bearing structures without compromising Bitcoin’s core principles, institutions will return, not as momentum traders, but as long-term allocators. 

The path to 2026 runs through utility, credibility, and Bitcoin, demonstrating its ability to compete in a world where capital demands productivity.

The post Bitcoin Can’t Win 2026 on Narrative Alone — Institutions Want Value, Not Hype appeared first on BeInCrypto.

Fintech Firm Taps Injective to Bring $10 Billion Mortgage Portfolio Onchain

11 December 2025 at 19:50

Pineapple Financial, a fintech firm and the largest publicly traded INJ holder, is migrating its $10 billion mortgage lending portfolio onto blockchain through Injective.

The company has already placed data for $716 million in funded mortgages on-chain. It says more than 29,000 additional loans are expected to follow.

Pineapple Financial‘s Mortgage Portfolio Moves Onchain via Injective

In a detailed thread on X (formerly Twitter), the company explained that the initiative anchors each loan record to a single, immutable, and verifiable reference point. According to Pineapple, each record contains more than 500 data fields.

So, the placement of detailed loan-level metadata on-chain will provide a consistent foundation for underwriting, servicing, and investor reporting.

“This represents a major step in modernizing how mortgage data is stored, verified, and used across our entire operation,” Pineapple Financial said.

It also enhances compliance and auditability. An on-chain record provides a continuous, tamper-evident trail of every update. This streamlines regulatory reporting and eliminates much of the manual reconciliation that typically comes with managing large loan portfolios.

Pineapple Financial added that updates to mortgage files are tied to immutable on-chain fingerprints. This allows for clearer coordination across departments. It also expects efficiency gains as automated workflows replace manual checks, such as document tracking, version control, and portfolio-level analytics.

Moreover, the company said this new data foundation is designed to support additional products, including a Mortgage Data Marketplace and Pineapple Prime.

“Our goal is a faster and more transparent mortgage ecosystem built on verifiable data. By standardizing loan-level information now, we create the conditions for automation, improved risk management, and new financial products that were not feasible under legacy systems. Pineapple has already tokenized data for $716 million in funded mortgages onchain, with more than 29,000 loans set to follow,” the post read.

The firm also noted that it chose Injective for this initiative because of the network’s high-throughput and security features. According to Pineapple Financial,

“Injective supplies the infrastructure needed for this scale. Its high-security and high-throughput infrastructure allows us to verify rich loan-level data while maintaining full ownership of the platform, data structures, and customer-facing products built on top of it.”

It is also worth noting that Pineapple Financial holds Injective’s native token, INJ, as a reserve asset. The firm launched its digital asset treasury strategy in September. CoinGecko data shows it has 678,353 INJ.

Retail interest in INJ has risen alongside institutional activity. Data from Token Terminal shows Injective’s daily active users jumped to 77,600 in December, a steep increase from just 6,900 at the start of the year.

Injective Daily Users
Injective Daily Users. Source: Token Terminal

Nonetheless, this has not translated into price strength. BeInCrypto Markets data revealed that INJ has declined 30.1% over the past month, trailing the broader crypto market.

Injective (NJ) Price Performance. Source: BeInCrypto Markets

At the time of press, the altcoin was trading at $5.37, representing a 4.83% decline in the past 24 hours.

The post Fintech Firm Taps Injective to Bring $10 Billion Mortgage Portfolio Onchain appeared first on BeInCrypto.

Eksekutif Polygon Jelaskan Kenapa Keuangan Besar Ingin Aset Kripto di 2025 dan Kenapa Retail Tidak

10 December 2025 at 00:00

Pada tahun 2025, industri aset kripto memasuki fase baru yang ditandai dengan lonjakan partisipasi institusi besar. Setelah bertahun-tahun berhati-hati dan skeptis, kini perusahaan besar mulai mengalokasikan modal dalam jumlah signifikan ke aset digital.

Tetapi, apa yang berubah sehingga institusi akhirnya masuk ke industri yang dulu mereka jauhi? BeInCrypto berbicara dengan Aishwary Gupta, Head Global Payment dan Real-World Assets di Polygon Labs, untuk membahas faktor pendorong di balik transformasi ini. Gupta menjelaskan kenapa aliran dana institusi sekarang mendominasi pasar dan apa arti perubahan ini.

Institusi Kini Kuasai Arus Masuk Aset Kripto: Ini Alasannya

Gupta mengungkapkan bahwa institusi saat ini menyumbang sekitar 95% dari arus masuk aset kripto. Sementara itu, partisipasi investor ritel turun menjadi sekitar 5–6%. Pergeseran ini menandakan perubahan dari siklus lama yang dipimpin oleh hype dan investor ritel ke pasar yang kini banyak dipengaruhi oleh keuangan terstruktur.

Manajer aset besar seperti BlackRock, Apollo, dan Hamilton Lane juga mulai mengalokasikan sekitar 1–2% portofolio mereka ke aset kripto, memperkenalkan ETF dan menguji produk investasi yang ditokenisasi di chain.

Menurut Gupta, perubahan yang terjadi bukan pada sentimen Wall Street, melainkan pada infrastruktur yang sekarang mendukung aktivitas institusi. Ia menyebut Polygon sebagai contoh:

“Kemitraan dengan JPMorgan untuk perdagangan DeFi secara langsung di bawah Monetary Authority of Singapore, Ondo untuk obligasi negara yang ditokenisasi, dan AMINA Bank untuk staking yang telah diatur membuktikan bahwa sistem yang menjalankan DeFi juga dapat menggerakkan keuangan global. Skalabilitas dan biaya transaksi rendah membuat keuangan tradisional mempertimbangkan blockchain publik untuk digunakan. Institusi sekarang tidak perlu lagi bereksperimen di sandbox — mereka bisa bertransaksi di jaringan publik yang kompatibel dengan Ethereum, yang sudah teruji dan memenuhi syarat auditor maupun regulator.”

Gupta menyampaikan bahwa institusi masuk ke dunia aset kripto dari dua arah utama: mencari imbal hasil dan diversifikasi, serta mengejar efisiensi operasional. Gelombang pertama berfokus pada hasil dalam dolar AS lewat produk seperti obligasi negara yang ditokenisasi dan staking yang dikelola bank. Produk-produk ini menawarkan kerangka kerja yang sudah dikenal sekaligus sesuai aturan untuk mendapatkan yield.

Gelombang kedua, ia terangkan, didorong oleh efisiensi yang ditawarkan blockchain. Penyelesaian transaksi lebih cepat, likuiditas bersama, serta aset yang dapat diprogram membuat jaringan keuangan besar dan perusahaan fintech tertarik mencoba struktur dana yang ditokenisasi dan transfer di chain.

Penurunan Minat Ritel Picu Pertanyaan soal Arah Aset Kripto saat Institusi Memimpin

Ia juga menyoroti alasan keluarnya investor ritel. Gupta menegaskan kebanyakan investor ritel meninggalkan pasar karena kerugian akibat siklus meme coin spekulatif dan harapan keuntungan yang tidak realistis. Hilangnya kepercayaan ini, ia terang, membuat banyak investor kecil memilih menepi. meski begitu, ia tidak melihat ini sebagai kepergian permanen atau struktural.

“Akan semakin banyak produk yang terstruktur dan teregulasi, sehingga bisa mengembalikan kepercayaan mereka untuk kembali ke pasar,” ujar Gupta kepada BeInCrypto.

Meskipun demikian, meningkatnya partisipasi institusi menimbulkan kekhawatiran akan potensi hilangnya jiwa desentralisasi aset kripto. Gupta menegaskan bahwa kematangan dan desentralisasi dapat berjalan bersamaan asalkan jaringan publik dan terbuka tetap menjadi fondasinya.

Menurutnya, desentralisasi hanya terancam ketika jaringan mengorbankan keterbukaan, bukan ketika ada peserta baru yang masuk.

“Kalau dibangun di atas sistem publik…bukan di taman tertutup, adopsi institusi tidak akan memusatkan aset kripto, melainkan melegitimasi. Keuangan tradisional bukan mengambil alih kripto, melainkan memang masuk ke chain — ini bukan penaklukan atau penyerahan, tetapi lebih pada penggabungan infrastruktur, di mana chain yang menjalankan DeFi dan NFT juga mengakomodasi treasury, ETF, dan staking institusi,” papar dia.

Saat ditanya apakah dominasi institusi bisa memperlambat inovasi karena mengedepankan kepatuhan dibandingkan eksperimen, Gupta mengakui ketegangan tersebut ada. meski begitu, ia berpandangan hal ini tetap bisa memberi manfaat bagi sektor ini.

‘Mentalitas “bergerak cepat dan hancurkan segala hal” memang melahirkan kreativitas besar, tapi juga menyebabkan kerugian besar dan perlawanan dari regulator. Ya, institusi bergerak lambat dan sangat fokus pada kepatuhan, dan ya, itu kadang menahan kreativitas, tapi jika dijalankan dengan tepat, inovasi tidak harus mati. Justru ini bisa mendorong kemajuan dan memaksa pengembang melihat kepatuhan sebagai bentuk inovasi dengan mengintegrasikannya sejak awal. Perkembangannya bisa lebih lambat, tapi hasilnya lebih kuat dan lebih bisa diskalakan,” komentar eksekutif tersebut.

Apa yang Akan Terjadi Berikutnya saat Institusi Semakin Aktif di Aset Kripto

Melihat ke depan, Gupta mengatakan lonjakan partisipasi institusi sebaiknya tidak dipandang sebagai Wall Street “mengambil alih” aset kripto, tapi lebih kepada bergabung dengan ekosistem yang makin beragam.

“Pasar kini berjalan dengan likuiditas institusi, yang bergerak lebih lambat, menghasilkan yield, dan lebih terkelola risikonya. Kamu tidak lagi melihat pasar didominasi oleh trader ritel yang mengejar hype dan FOMO di centralized exchange seperti tahun 2017. Perdagangan berdasarkan emosi jauh berkurang. Volatilitas akan turun, karena modal bergerak dari spekulasi ke penghasil yield jangka panjang. Narasinya sudah berubah, di mana aset kripto kini lebih dipandang sebagai infrastruktur finansial daripada kelas aset,” ucapnya

Ia memprediksi ekspansi besar pada tokenisasi aset dunia nyata (RWA) dan peningkatan bertahap stabilitas pasar seiring aktivitas trading yang semakin disiplin dan tidak lagi spekulatif. Integrasi regulasi yang lebih kuat, tambahnya, juga sangat mungkin terjadi karena pelaku finansial tradisional terus mengembangkan strategi on-chain.

Gupta memperkirakan pertumbuhan lebih lanjut pada staking institusi dan jaringan penghasil yield, seiring entitas teregulasi mencari cara yang sesuai aturan untuk ikut mendapatkan yield di chain. Di sisi lain, ia percaya interoperabilitas akan menjadi fokus utama, di mana alat publik yang memudahkan pergerakan aset lintas rollup akan semakin penting saat institusi meningkatkan aktivitas mereka.

Polygon Executive Explains Why Big Finance Wants Crypto in 2025 and Why Retail Doesn’t

10 December 2025 at 00:00

In 2025, the cryptocurrency industry entered a new phase, characterized by a surge in institutional participation. After years of caution and skepticism, large firms are now allocating meaningful capital to digital assets.

But what changed for institutions to finally turn to an industry they once kept at arm’s length? BeInCrypto spoke with Aishwary Gupta, global head of Payments and Real-World Assets at Polygon Labs, to unpack the drivers behind this transformation. Gupta discusses why institutional inflows now dominate the market and what this shift means.

Institutions Now Dominate Crypto Inflows: Here’s Why

Gupta noted that institutions now account for an estimated 95% of crypto inflows. Meanwhile, retail participation has fallen to roughly 5–6%. This reversal marks a shift from the hype-driven, retail-led cycles of previous years to a market increasingly shaped by structured finance. 

Large asset managers, including BlackRock, Apollo, and Hamilton Lane, have begun allocating around 1–2% of their portfolios to crypto, introducing ETFs and piloting tokenized investment products on-chain.

According to Gupta, the change isn’t in Wall Street’s sentiment but in the infrastructure that now supports institutional activity. He cited Polygon as an example:

“Partnerships with JPMorgan for a live DeFi trade under the Monetary Authority of Singapore, Ondo for tokenized treasuries, and AMINA Bank for regulated staking showed that the rails powering DeFi can also power global finance. Scalability and low-cost transactions allowed TradFi to consider public blockchains usable. Institutions don’t have to experiment in sandboxes anymore — they can make transactions on a well-tested, Ethereum-compatible public network that satisfies auditors and regulators.”

Gupta said institutions are entering the crypto space from two primary directions. The search for yield and diversification, and the pursuit of operational efficiency. The first wave focused on dollar-denominated returns through products such as tokenized treasuries and bank-managed staking. This offered a familiar and compliant framework for generating yield.

The second wave, he explained, is driven by the efficiency gains that blockchain can provide. Faster settlement, shared liquidity, and programmable assets have encouraged large financial networks and fintech firms to experiment with tokenized fund structures and on-chain transfers. 

Retail Retreat Raises Questions About Crypto’s Direction as Institutions Take the Lead

The executive also emphasized the reason for the retail exit. He highlighted that retail investors left the market largely due to losses tied to speculative meme coin cycles and unrealistic profit expectations. This erosion of trust, he noted, pushed many smaller investors to the sidelines. However, he does not view this as a permanent or structural departure.

“A lot more structured and regulated products will be able to win their confidence so they can return to the market,” Gupta told BeInCrypto.

Still, the rise of institutional participation raised concerns about potential dilution of crypto’s decentralization ethos. Gupta contends that maturity and decentralization are not mutually exclusive if public, open networks remain the foundation.

According to him, decentralization is threatened only when networks sacrifice openness, not when new participants enter.

“When built on public rails…instead of in walled gardens,  institutional adoption won’t centralize crypto so much as legitimize it…..TradFi isn’t taking over crypto so much as it is coming on-chain — it’s not a takeover and surrender but rather a merging of infrastructures as chains that host DeFi and NFTs also host Treasuries, ETFs, and institutional staking,” he remarked.

When asked whether institutional dominance could slow innovation by prioritizing compliance over experimentation, Gupta acknowledged the tension. Nonetheless, he argued that it may ultimately benefit the sector.

‘The ‘move fast and break things’ mentality produced great creativity, but it also led to huge losses and regulatory hostility.  Yes, institutions move slowly and with a great focus on compliance, and yes, that can put a strain on creativity, but if done right, it doesn’t have to kill innovation. Instead, it can push it further and force developers to see compliance as a way to foster innovation by building it in from the start. Progress may be slower, but it is stronger and more scalable,” the executive commented.

What Comes Next as Institutions Deepen Their Presence in Crypto

Looking ahead, Gupta said the rise of institutional participation should not be viewed as Wall Street “taking over” crypto but rather joining an increasingly multifaceted ecosystem. 

“The market now runs on institutional-grade liquidity that is slower-moving, yield-bearing and more risk-managed. You no longer see the market dominated by retail traders chasing hype and FOMO across centralized exchanges like in 2017. There’s less emotional trading. Volatility will decrease as capital moves from speculation to long-term yield generation. The narrative has changed, with crypto becoming seen more as financial infrastructure than an asset class,” he mentioned

He expects significant expansion in real-world asset (RWA) tokenization and a gradual increase in market stability as trading activity becomes more disciplined and less speculative. Stronger regulatory integration, he added, is also likely as traditional financial players continue to develop on-chain strategies.

Gupta anticipates further growth in institutional staking and yield-generating networks as regulated entities explore compliant ways to participate in on-chain yield. At the same time, he believes interoperability will become a central focus, with public-chain tools that enable seamless movement of assets across different rollups gaining importance as institutions scale their activity.

The post Polygon Executive Explains Why Big Finance Wants Crypto in 2025 and Why Retail Doesn’t appeared first on BeInCrypto.

How Will Crypto Markets React If the Fed Holds Rates or Cuts Them?

9 December 2025 at 21:31

The Federal Open Market Committee (FOMC) opens its December 2025 session today, with the decision set for release tomorrow, December 10, at 2:00 p.m. ET.

Investors and traders are watching closely to see whether the central bank will continue its easing cycle or surprise markets by holding rates steady. As the final policy announcement of the year, the outcome carries considerable weight for crypto markets.

The Rate Cut Scenario: What Happens if the Fed Delivers a 25 bps Cut in December

As the announcement nears, market expectations are leaning heavily toward a rate cut, with a 25-basis-point move seen as the most likely outcome. Data from CME FedWatch shows traders assigning an 89.4% chance to a quarter-point cut at the December 10 meeting.

In contrast, only about 10.6% of market participants believe the Fed will keep rates at the current 3.75%-4.00% range.

Fed Rate Cut Odds in December
Fed Rate Cut Odds in December. Source: CME FedWatch

If the Fed proceeds with a cut, it would be the third in a row this year, following the adjustments in September and October. This would bring the interest rate down to 3.50%–3.75%.

September’s cut triggered a brief lift in the crypto market, with Bitcoin and Ethereum posting gains. At the same time, the US dollar dropped to its weakest level since early 2022.

Nonetheless, the broader market downturn muted the impact of the October cut. In December, volatility remains elevated, with sharp swings in both directions.

Still, many analysts argue that another cut at this stage would likely be viewed as “bullish” for crypto.

“If you think this is not bullish for Bitcoin and risk assets, you are not paying attention. Prepare for volatility. Prepare for green candles,” an analyst said.

For cryptocurrencies, such a standard adjustment is viewed as mildly bullish, as it enhances liquidity and encourages investment in risk assets like Bitcoin and Ethereum. Nonetheless, Crypto Rover explained that markets have already adjusted to that outcome, so the actual announcement is unlikely to cause a big reaction.

According to the analyst, the real catalyst for market movement will be Powell’s press conference, not the rate cut itself.

“Bank of America expects Powell to hint at ‘reserve management purchases,’ meaning fresh liquidity injections to stabilize small-bank funding stress.  This would help normalize SOFR and support liquidity across markets. If Powell sounds dovish and says that inflation is calming, tariffs haven’t changed the trend, and labor is softening, it’ll give markets the green light to expect more cuts. But if he sounds hawkish, similar to the last FOMC meeting, Bitcoin and alts will dump,” he remarked.

Meanwhile, some investors are even expecting a more aggressive 50-basis-point cut.

50 basis rate cut is coming….. told you.

— Grant Cardone (@GrantCardone) December 8, 2025

This would be a strong policy signal, leading to rapidly expanding liquidity and further weakening of the dollar. While the probability of this scenario is low, it would likely have a stronger positive impact on crypto markets.

The No-Rate-Cut Scenario: Why a Fed Hold Could Hit Crypto Sentiment

Although few analysts predict it, the possibility that the Fed will hold rates cannot be ruled out. The rate decision arrives against a backdrop of disrupted economic indicators. The government shutdown halted key data releases from the Bureau of Labor Statistics. This scarcity has left Fed officials working with limited visibility.

“What do you do if you’re driving in the fog? You slow down,” Fed chair, Jerome Powell, said in October.

The Fed itself remains split. Powell has noted that policymakers are seeing pressure from both sides of the central bank’s mandate. After the last rate cut, the Chairman dampened hopes for further easing in December.

“There were strongly different views about how to proceed in December. A further reduction in the policy rate at the December meeting is not a foregone conclusion, far from it,” he said.

If this happens, crypto markets could likely react bearishly in the short term. A hold would temporarily weigh on sentiment and delay any bullish momentum that a cut might have triggered.

Despite the risks, long-term trends may still benefit crypto markets. Reports say the Fed intends to buy $45 billion in Treasury bills a month beginning January 2026. This policy could boost financial system liquidity can drive investment into risk assets.

“This would inject massive liquidity into the markets. This only means one thing: QE is coming back. But this time they won’t call it QE,” Lark Davis stated.

Whether the Fed announces the widely expected 25-basis-point cut, surprises with a bigger reduction, or holds rates, its decision is likely to cause significant volatility in crypto markets. The subsequent press conference and forward guidance from Chair Powell will also play a key role, as traders focus on the outlook for future policy.

The post How Will Crypto Markets React If the Fed Holds Rates or Cuts Them? appeared first on BeInCrypto.

❌