Normal view

Senat AS Tunda RUU Struktur Pasar Aset Kripto hingga 2026

16 December 2025 at 06:52

Senat AS kembali menunda RUU Struktur Pasar Kripto yang telah lama dinantikan, dan akan mempertimbangkan secara final pada awal 2026. Para anggota legislatif kehabisan waktu sidang, karena perdebatan internal memperlambat tercapainya kesepakatan terkait sejumlah ketentuan penting.

Penundaan ini membuat ketidakpastian regulasi semakin lama untuk exchange aset kripto, penerbit, serta investor institusi yang beroperasi di AS.

Kenapa RUU Struktur Pasar Aset Kripto Ditunda

RUU ini, yang mengacu pada Digital Asset Market Clarity (CLARITY) Act versi DPR, bertujuan menentukan bagaimana aset digital akan diatur. Regulasi ini juga secara resmi membagi pengawasan antara Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC).

Namun, perbedaan pendapat yang belum terselesaikan tentang yurisdiksi, pengawasan DeFi, dan perlindungan konsumen memperlambat kemajuan pembahasan.

🚨NEW: In a statement, a Senate Banking Committee spokesperson confirmed my reporting from this AM that @BankingGOP will not hold a market structure markup this year:

“Chairman Scott and the Senate Banking Committee have made strong progress with Democratic counterparts on… pic.twitter.com/op5rIyMn3d

— Eleanor Terrett (@EleanorTerrett) December 15, 2025

Negosiator Senat kesulitan menemukan jalan tengah antara Komite Perbankan dan Komite Pertanian. Dua komite ini mengawasi SEC dan CFTC, dan keduanya sama-sama mengklaim otoritas atas pasar spot kripto.

Akibatnya, para legislator tidak berhasil merampungkan perumusan aturan yang didukung kedua pihak sebelum sesi berakhir.

Regulasi DeFi pun menjadi salah satu pembahasan yang alot. Beberapa senator mengusulkan agar protokol decentralized tanpa perantara pengendali memperoleh pengecualian.

Sementara itu, senator lain memperingatkan bahwa pengecualian yang terlalu luas bisa melemahkan penegakan hukum dan memunculkan celah regulasi.

Kelompok advokasi konsumen juga menambah tekanan dengan menentang sebagian isi RUU ini. Mereka berpendapat kerangka regulasi ini memindahkan kekuasaan dari SEC serta berisiko melemahkan perlindungan investor setelah beberapa kegagalan besar aset kripto.

Penolakan itu akhirnya mendorong revisi tambahan dan memperlambat proses negosiasi.

Meski tertunda, RUU ini sangat berbeda dari beberapa regulasi kripto lain yang sudah disahkan. Tidak seperti GENIUS Act, yang hanya berfokus pada stablecoin, RUU struktur pasar ini justru mengatur seluruh ekosistem perdagangan aset kripto.

RUU tersebut juga menetapkan aturan untuk exchange, broker, penyedia kustodi, dan penerbit token di bawah satu kerangka federal yang terpadu.

RUU ini bahkan lebih maju daripada regulasi berbasis penegakan hukum saja. RUU ini memperkenalkan standar klasifikasi aset secara formal, dan mengurangi ketergantungan pada putusan pengadilan untuk menentukan apakah suatu token tergolong sekuritas atau komoditas.

Para legislator menyatakan bahwa pendekatan ini akan menggantikan ketidakpastian hukum dengan kejelasan berdasarkan undang-undang.

Bagaimana Gencatan Senjata Rusia–Ukraina Berpotensi Mempengaruhi Pasar Aset Kripto

16 December 2025 at 06:22

Upaya diplomatik untuk mengakhiri perang Rusia–Ukraina terlihat semakin maju pada hari Senin, saat pejabat AS, Ukraina, dan Eropa menguraikan dasar-dasar kemungkinan gencatan senjata dan kerangka keamanan pasca-perang.

Perkembangan ini menjadi salah satu kemajuan diplomatik paling signifikan sejak konflik dimulai. Tanda-tanda positif ini sudah mendorong investor untuk menilai ulang risiko geopolitik di seluruh pasar global, termasuk aset kripto.

Bagi kripto, yang belakangan ini mengalami penurunan tajam akibat dinamika risk-off global, gencatan senjata bisa mengubah sentimen, tapi tetap ada beberapa catatan penting.

Momentum Diplomatik Meningkat untuk Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

Negosiator dari Ukraina, AS, dan sekutu utama Eropa bertemu di Berlin minggu ini dalam putaran diskusi intensif yang fokus untuk mengakhiri permusuhan dan mencegah konflik kembali terjadi.

Pejabat yang terlibat dalam diskusi tersebut menyebutkan kemajuan sebagai hal yang signifikan, dengan kesepakatan pada sebagian besar elemen yang diusulkan dalam kerangka perdamaian.

Pejabat AS mengonfirmasi bahwa Washington telah sepakat untuk mendukung jaminan keamanan bermakna bagi Ukraina sebagai bagian dari perjanjian damai, menjawab permintaan Kyiv selama ini untuk perlindungan dari agresi di masa depan.

Flood of positive-sounding headlines as US official briefs media on Ukraine talks, says 90% of issues solved, Polymarket pricing just 3% odds of ceasefire this year pic.twitter.com/IMVlegXJGW

— db (@tier10k) December 15, 2025

Menurut pejabat yang tahu jalannya perundingan, negosiator kini sepakat untuk sekitar 90% dari kerangka yang diajukan.

Namun, perbedaan yang tersisa berpusat pada pertanyaan wilayah di Ukraina timur, terutama di wilayah Donetsk.

Pemimpin Eropa semakin menegaskan dorongan diplomasi dengan menyetujui rencana pembentukan pasukan multinasional yang dipimpin Eropa untuk membantu menstabilkan Ukraina jika gencatan senjata tercapai. Usulan ini juga mencakup mekanisme pemantauan dan verifikasi yang didukung AS untuk memantau kepatuhan gencatan senjata dan merespons pelanggaran.

Most recent polls suggest that only 38% of Ukraine's population are in favor of giving up any territory, even if it means the war must drag on. pic.twitter.com/kSsAPc6ZsS

— SPRAVDI — Stratcom Centre (@StratcomCentre) December 11, 2025

Opini publik di Ukraina tetap menjadi batasan dalam perundingan. Survei yang dikutip oleh Reuters menunjukkan mayoritas warga Ukraina menolak kompromi wilayah besar atau adanya batasan pada kemampuan militer negara, kecuali ada komitmen keamanan yang tegas dan bisa ditegakkan.

Pertempuran tetap berlangsung meski ada negosiasi

Walaupun pembicaraan diplomatik berjalan maju, operasi militer belum berhenti. Pada hari Senin, pasukan Ukraina melancarkan serangan tambahan menggunakan drone jarak jauh terhadap infrastruktur minyak Rusia di Laut Kaspia, sehingga mengganggu produksi di beberapa platform utama untuk ketiga kalinya dalam beberapa hari belakangan.

Serangan ini menyoroti strategi Kyiv untuk memberi tekanan ekonomi pada pendapatan energi Rusia ketika negosiasi belum mencapai hasil.

Ukraine has opened another front against Russia. Ukraine has begun striking Russian oil platforms and ships in the Caspian Sea. Russia is helpless to stop these Ukrainian drone and missile attacks. pic.twitter.com/bD3YW5Yg4P

— Jake Broe (@RealJakeBroe) December 14, 2025

Ukraina juga mengklaim telah mengenai kapal selam kelas Kilo milik Rusia di pelabuhan Novorossiysk menggunakan drone bawah laut.

Jika terbukti benar, hal ini akan menunjukkan semakin canggihnya kemampuan angkatan laut asimetris Ukraina. Verifikasi independen atas klaim tersebut masih terbatas, sementara pejabat Rusia membantah adanya kerusakan.

Apa Arti Gencatan Senjata untuk Pasar Aset Kripto

1. Permintaan Safe-Haven Berkurang dan Minat Risiko Meningkat

Sebuah gencatan senjata yang kredibel akan menghilangkan salah satu sumber risiko besar di dunia. Di pasar dengan sentimen risiko sebagai penggerak utama, penurunan eskalasi seperti ini dapat:

  • Menambah daya tarik pada aset berisiko secara luas, sehingga menurunkan permintaan terhadap aset safe haven tradisional seperti US Treasuries dan US dollar.
  • Mendukung aset seperti Bitcoin dan altcoin besar karena investor mulai kembali memilih investasi dengan risiko lebih tinggi.
  • Menurunkan volatilitas yang diharapkan di pasar saham dan aset digital.

Mekanismenya sederhana: dengan risiko geopolitik yang berkurang, dana yang sebelumnya mencari keamanan bisa kembali masuk ke aset berisiko, sehingga berpotensi mendorong harga Bitcoin dan Ethereum naik. Selera risiko yang lebih besar juga bisa menguntungkan altcoin, yang biasanya melesat lebih tinggi saat pasar mulai pulih.

Peluang Gencatan Senjata Rusia-Ukraina di Polymarket Sebelum Awal 2026 Meningkat | Sumber: Polymarket

2. Narasi Energi dan Inflasi

Gencatan senjata berkelanjutan juga bisa memengaruhi pasar komoditas, khususnya jika tekanan pada harga energi menurun. Harga energi global yang turun atau stabil dapat:

  • Menurunkan ekspektasi inflasi di Eropa dan wilayah lain.
  • Mengurangi tekanan pada bank sentral untuk tetap menjalankan kebijakan ketat.
  • Membuka peluang kelonggaran likuiditas lebih lanjut, yang secara historis mendukung valuasi lebih tinggi untuk aset berisiko seperti aset kripto.

Namun, transmisi pengaruh ini tidak langsung maupun instan. Semua tergantung pada seberapa cepat pasar melihat perubahan struktural di pasar energi dan arah kebijakan bank sentral.

Apa Saja yang Bisa Membatasi Pemulihan Aset Kripto

Meski gencatan senjata dapat menurunkan risiko geopolitik, hal ini tidak sepenuhnya mampu menangkal tekanan ekonomi makro yang memengaruhi pasar aset kripto beberapa bulan terakhir:

  • Ketidakpastian bank sentral yang terus berlanjut: Jika Bank of Japan melanjutkan pengetatan dan data Amerika Serikat terus menunjukkan inflasi yang membandel, maka likuiditas bisa tetap terbatas, sehingga kenaikan pada aset berisiko bisa tertahan.
  • Posisi pasar derivatif: Leverage jadi pemicu utama penurunan aset kripto di masa lalu. Reli sesaat bisa memicu pembukaan posisi baru serta funding rate yang tinggi, tapi bisa saja terbalik jika tekanan ekonomi makro kembali muncul.
  • Kondisi likuiditas: Gencatan senjata memang kabar baik, namun reli harga aset yang berkelanjutan membutuhkan likuiditas yang cukup besar. Tanpa sinyal yang lebih jelas tentang pelonggaran kondisi keuangan, aset kripto mungkin hanya akan mengalami reli singkat sementara.
Penurunan Bitcoin Saat Rusia Menyerang Ukraina Tahun 2022 | Sumber: Reuters

Gencatan senjata memang positif, namun belum cukup

Kesepakatan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina akan menjadi perubahan besar di dunia geopolitik serta awalnya bisa mendongkrak aset berisiko, termasuk aset kripto. 

Namun, dampak lebih luas terhadap pasar aset kripto sangat bergantung pada bagaimana gencatan senjata ini bersinggungan dengan kondisi likuiditas, ekspektasi kebijakan bank sentral, dan selera risiko global.

Dalam jangka pendek, aset kripto bisa mendapat reli relief yang berarti, didorong oleh sentimen dan pergeseran risiko. 

Untuk jangka menengah, tren pasar mungkin akan bergantung pada apakah hasil gencatan senjata benar-benar mampu meredakan tekanan inflasi dan likuiditas — karena faktor makro ini menjadi pendorong utama perubahan aset digital dalam beberapa bulan terakhir.

5 Alasan Bitcoin Turun ke US$85.000 dan Kenapa Penurunan Lebih Lanjut Masih Mungkin Terjadi

16 December 2025 at 03:15

Bitcoin turun ke level US$85.000 pada 15 Desember, memperpanjang penurunan terbarunya seiring risiko ekonomi makro global, peluruhan leverage, dan likuiditas tipis bertemu dalam waktu bersamaan. Penurunan ini menghapus lebih dari US$100 miliar dari total kapitalisasi pasar aset kripto hanya dalam beberapa hari, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah aksi jual ini sudah selesai.

Walau tidak ada satu pemicu tunggal, lima faktor yang saling tumpang tindih mendorong Bitcoin turun dan bisa terus memberi tekanan pada harga dalam waktu dekat.

Ketakutan Kenaikan Suku Bunga Bank of Japan Picu De-Risking Global

Pendorong ekonomi makro terbesar datang dari Jepang. Pasar bergerak lebih dulu sebelum Bank of Japan yang diprediksi luas akan menaikkan suku bunga minggu ini, yang akan membawa suku bunga kebijakan Jepang ke level tertinggi dalam puluhan tahun terakhir.

Bahkan kenaikan yang kecil sekalipun berdampak besar karena Jepang selama ini jadi sumber dana bagi pasar risiko global melalui yen carry trade.

🚨 JAPAN WILL CRASH BITCOIN IN 5 DAYS!!!

People are seriously underestimating what Japan is about to do to Bitcoin.

The Bank of Japan is expected to raise rates again on Dec 19.

That might not sound like a big deal… until you remember one thing:

Japan is the largest holder… pic.twitter.com/0a9Aimfn88

— NoLimit (@NoLimitGains) December 14, 2025

Selama bertahun-tahun, investor meminjam yen murah untuk membeli aset berisiko tinggi seperti saham dan aset kripto. Saat suku bunga Jepang naik, aktivitas ini pun berbalik. Investor menjual aset risiko demi membayar kembali utang yen.

Bitcoin sebelumnya juga sudah merespons dengan tajam terhadap kenaikan suku bunga BOJ. Dalam tiga kejadian terakhir, BTC turun antara 20% hingga 30% dalam beberapa minggu setelahnya. Trader sudah mulai mengantisipasi pola historis itu sebelum keputusan dikeluarkan, sehingga Bitcoin pun menurun lebih dulu.

Bank of Japan is about to hike rates with 0.25% on December 19

Bitcoin dumped the last 3 times the BoJ hiked interest rates:

March 2024 → -27%
July 2024 → -30%
January 2025 → -30% pic.twitter.com/GNjHyUIV3d

— Quinten | 048.eth (@QuintenFrancois) December 15, 2025

Data Ekonomi AS Kembali Picu Ketidakpastian Kebijakan

Pada saat yang sama, para trader mengurangi risiko menjelang jadwal padat data makroekonomi Amerika Serikat, termasuk data inflasi dan ketenagakerjaan.

The Fed baru-baru ini memangkas suku bunga, tapi pejabatnya menyampaikan sikap hati-hati soal kecepatan pelonggaran ke depan. Ketidakpastian itu berdampak bagi Bitcoin, yang kini makin sering diperdagangkan sebagai aset makro sensitif likuiditas daripada sekadar lindung nilai terpisah.

Dengan inflasi masih di atas target dan data ketenagakerjaan yang diprediksi melemah, pasar kesulitan memprediksi langkah The Fed berikutnya. Keraguan tersebut mengurangi permintaan spekulatif dan membuat trader jangka pendek memilih menunggu.

Akibatnya, Bitcoin kehilangan momentum tepat saat mendekati level teknikal kunci.

MACRO DATA TOMORROW 👇

– 🇪🇺 GDP (Q2)
– 🇺🇸 Nonfarm Payrolls (Aug)
– 🇺🇸 Unemployment Rate (Aug)

MORE VOLATILITY INCOMING! pic.twitter.com/eiVJI7Bmxx

— Mister Crypto (@misterrcrypto) September 4, 2025

Likuidasi Leverage Besar Mempercepat Penurunan

Begitu Bitcoin menembus di bawah US$90.000, aksi jual paksa pun terjadi.

Data derivatif menunjukkan lebih dari US$200 juta posisi long leverage dilikuidasi dalam hitungan jam. Trader long sebelumnya membuka posisi optimistis usai pemangkasan suku bunga oleh The Fed awal bulan ini.

Ketika harga melemah, sistem likuidasi otomatis menjual Bitcoin untuk menutup kerugian. Penjualan ini membuat harga makin jatuh, menimbulkan likuidasi beruntun dalam efek umpan balik.

Efek mekanis ini menjelaskan kenapa pergerakan harga terjadi secara cepat dan tajam, bukan bertahap.

Likuidasi Kripto Pada 15 Desember | Sumber: Coinglass

Likuiditas Tipis di Akhir Pekan Memperbesar Ayunan Harga

Waktu terjadinya aksi jual membuat situasi makin parah.

Bitcoin terkoreksi di saat perdagangan akhir pekan yang tipis, ketika likuiditas biasanya lebih rendah dan order book juga dangkal. Dalam kondisi seperti itu, order jual yang tak terlalu besar pun bisa menggerakkan harga dengan agresif.

Holder besar dan desk derivatif mengurangi eksposur saat likuiditas kecil, sehingga volatilitas pun makin tinggi. Dinamika ini membuat Bitcoin tergelincir dari kisaran rendah US$90.000 menuju US$85.000 dalam waktu singkat.

Penurunan saat akhir pekan seringkali tampak dramatis meski fundamental pasar secara umum tidak berubah.

Grafik Harga Bitcoin | Sumber: CoinGecko

Penjualan Bitcoin oleh Wintermute Menambah Tekanan di Pasar Spot

Ketegangan struktur pasar bertambah akibat penjualan besar-besaran dari Wintermute, salah satu market maker terbesar di industri kripto.

Selama aksi jual, data on-chain dan pasar menunjukkan Wintermute melepas sejumlah besar Bitcoin — diperkirakan bernilai lebih dari US$1,5 miliar — ke exchange terpusat. Perusahaan ini dilaporkan menjual BTC untuk menyeimbangkan risiko dan menutup eksposur setelah volatilitas dan kerugian di pasar derivatif baru-baru ini.

Karena Wintermute menjadi penyedia likuiditas di pasar spot maupun derivatif, aksi jualnya punya dampak besar.

Wintermute Mengirim Bitcoin ke Exchange Terpusat | Sumber: Arkham

Waktu penjualan juga sangat berpengaruh. Aktivitas Wintermute terjadi saat kondisi likuiditas rendah, sehingga memperbesar pergerakan penurunan dan mempercepat penurunan harga Bitcoin menuju US$85.000.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Apakah Bitcoin turun lebih dalam sekarang bergantung pada tindak lanjut situasi ekonomi makro, bukan berita spesifik soal kripto.

Jika Bank of Japan mengonfirmasi kenaikan suku bunga dan imbal hasil global naik, Bitcoin bisa tetap tertekan karena perdagangan carry trade semakin dibuka. Nilai yen yang kuat juga bakal menambah tekanan tersebut.

tapi jika pasar sudah memasukkan pergerakan ini secara penuh dan data AS mulai melemah sehingga harapan pemangkasan suku bunga muncul lagi, Bitcoin bisa stabil setelah fase likuidasi selesai.

Untuk saat ini, aksi jual pada 15 Desember mencerminkan penyesuaian karena faktor makro, bukan kegagalan struktur pasar kripto — namun volatilitas nampaknya tidak akan langsung mereda.

US Senate Delays Crypto Market Structure Bill Until 2026

16 December 2025 at 06:52

The US Senate has delayed the long-awaited Crypto Market Structure Bill, pushing final consideration into early 2026. Lawmakers ran out of legislative time as internal disputes stalled consensus on key provisions.

The delay prolongs regulatory uncertainty for crypto exchanges, issuers, and institutional investors operating in the US.

Why the Crypto Market Structure Bill Was Delayed

The bill, built on the House-passed Digital Asset Market Clarity (CLARITY) Act, aims to define how digital assets are regulated. It would formally split oversight between the Securities and Exchange Commission and the Commodity Futures Trading Commission.

However, unresolved disagreements over jurisdiction, DeFi oversight, and consumer protections slowed progress.

🚨NEW: In a statement, a Senate Banking Committee spokesperson confirmed my reporting from this AM that @BankingGOP will not hold a market structure markup this year:

“Chairman Scott and the Senate Banking Committee have made strong progress with Democratic counterparts on… pic.twitter.com/op5rIyMn3d

— Eleanor Terrett (@EleanorTerrett) December 15, 2025

Senate negotiators struggled to reconcile differences between the Banking and Agriculture committees. These committees oversee the SEC and CFTC respectively, and both claim authority over crypto spot markets.

As a result, lawmakers could not finalize language that both sides supported before the session ended.

DeFi regulation also emerged as a major sticking point. Some senators pushed for exemptions for decentralized protocols with no controlling intermediary.

Others warned that broad exemptions could weaken enforcement and create regulatory gaps.

Consumer advocacy groups added pressure by opposing parts of the bill. They argue the framework shifts power away from the SEC and risks weakening investor protections after several high-profile crypto failures.

This opposition prompted further revisions and slowed negotiations.

Despite the delay, the bill differs sharply from other crypto legislation already passed. Unlike the GENIUS Act, which focuses narrowly on stablecoins, the market structure bill targets the entire crypto trading ecosystem.

It sets rules for exchanges, brokers, custody providers, and token issuers under a unified federal framework.

The bill also goes further than enforcement-led regulation. It introduces formal asset classification standards and limits reliance on court rulings to define whether tokens are securities or commodities.

Lawmakers say this approach would replace regulatory uncertainty with statutory clarity.

The post US Senate Delays Crypto Market Structure Bill Until 2026 appeared first on BeInCrypto.

How a Potential Russia–Ukraine Ceasefire Could Impact Crypto Markets

16 December 2025 at 06:22

Diplomatic efforts to end the Russia–Ukraine war gained visible momentum on Monday, as US, Ukrainian, and European officials outlined the foundations of a possible ceasefire and post-war security framework.

The developments mark one of the most substantive diplomatic advances since the conflict began. The positive signs are already prompting investors to reassess geopolitical risk across global markets, including cryptocurrencies.

For crypto, which has recently suffered sharp declines tied to global risk-off dynamics, a ceasefire could alter sentiment, but not without important caveats.

Diplomatic Momentum Builds For Russian-Ukraine Ceasefire

Negotiators from Ukraine, the US, and key European allies met in Berlin this week for an intensive round of talks focused on ending hostilities and preventing renewed conflict. 

Officials involved in the discussions described progress as significant, with alignment reached on most elements of a proposed framework.

US officials confirmed that Washington has agreed to support meaningful security guarantees for Ukraine as part of a peace arrangement, addressing Kyiv’s long-standing demand for protection against future aggression. 

Flood of positive-sounding headlines as US official briefs media on Ukraine talks, says 90% of issues solved, Polymarket pricing just 3% odds of ceasefire this year pic.twitter.com/IMVlegXJGW

— db (@tier10k) December 15, 2025

According to officials familiar with the talks, negotiators are now aligned on roughly 90% of the framework. 

However, remaining disagreements centered on territorial questions in eastern Ukraine, particularly in the Donetsk region.

European leaders reinforced the diplomatic push by endorsing plans for a European-led multinational force that would assist in stabilizing Ukraine if a ceasefire holds. The proposal also includes a US-backed monitoring and verification mechanism designed to oversee ceasefire compliance and respond to violations.

Most recent polls suggest that only 38% of Ukraine's population are in favor of giving up any territory, even if it means the war must drag on. pic.twitter.com/kSsAPc6ZsS

— SPRAVDI — Stratcom Centre (@StratcomCentre) December 11, 2025

Public opinion inside Ukraine continues to act as a constraint on negotiations. Polling cited by Reuters shows that most Ukrainians oppose major territorial concessions or limits on the country’s military capabilities unless backed by firm and enforceable security commitments.

Fighting Continues Despite Negotiations

Even as diplomacy advances, military operations have not paused. On Monday, Ukrainian forces carried out additional long-range drone strikes against Russian oil infrastructure in the Caspian Sea, disrupting production at key platforms for the third time in recent days. 

The attacks highlight Kyiv’s strategy of applying economic pressure on Russia’s energy revenues while negotiations remain unresolved.

Ukraine has opened another front against Russia. Ukraine has begun striking Russian oil platforms and ships in the Caspian Sea. Russia is helpless to stop these Ukrainian drone and missile attacks. pic.twitter.com/bD3YW5Yg4P

— Jake Broe (@RealJakeBroe) December 14, 2025

Ukraine also claimed it struck a Russian Kilo-class submarine in the port of Novorossiysk using underwater drones. 

If confirmed, would underscore the growing sophistication of Ukraine’s asymmetric naval capabilities. Independent verification of the claim remains limited, and Russian officials have denied damage.

What a Ceasefire Could Mean for Crypto Markets

1. Reduced Safe-Haven Demand, Improved Risk Appetite

A credible ceasefire would remove one of the largest sources of global tail risk. In markets where risk sentiment is a major driver, such a de-escalation can:

  • Boost risk assets broadly, reducing demand for traditional safe havens like the US Treasuries and the US dollar.
  • Support assets like Bitcoin and major altcoins as investors rotate back toward higher-beta investments.
  • Lower implied volatility across equity and digital asset markets.

The mechanics are straightforward: with reduced geopolitical risk, funds that fled to safety may redeploy into risk assets, potentially lifting Bitcoin and Ethereum prices. A stronger risk appetite could also benefit altcoins, which tend to outperform in relief rallies.

Polymarket Odds On Russia-Ukraine Ceasefire By Early 2026 Have Increased. Source: Polymarket

2. Energy and Inflation Narrative

A sustained ceasefire could also affect commodity markets, especially if it lessens pressure on energy prices. Lower or stabilized global energy prices could:

  • Dampen inflation expectations in Europe and elsewhere.
  • Reduce pressure on central banks to maintain restrictive policy settings.
  • Allow liquidity conditions to ease further, which historically has supported higher valuations in risk assets such as cryptocurrencies.

However, this transmission is neither direct nor immediate. It depends on how quickly markets perceive structural changes in energy markets and central bank policy trajectories.

What Might Limit the Crypto Recovery

While a ceasefire can reduce geopolitical risk, it cannot fully offset macro headwinds that influenced crypto markets over the past months:

  • Persisting central bank uncertainty: If the Bank of Japan proceeds with tightening and the US data continues to suggest sticky inflation, liquidity could remain constrained, muting upside in risk assets.
  • Derivative market positioning: Leverage has been a significant catalyst of past crypto declines. Relief rallies can trigger fresh positioning and high funding rates, only to be reversed if macro forces reassert.
  • Liquidity conditions: A ceasefire is good news, but sustained asset price rallies require ample liquidity. Without clearer signals of easing financial conditions, crypto assets may see only transient relief moves.
Bitcoin Dip When Russia Invaded Ukraine in 2022. Source: Reuters

A Ceasefire Would Be Positive, But Not Sufficient

An agreed ceasefire between Russia and Ukraine would mark a monumental shift in geopolitics and initially bolster risk assets, including cryptocurrencies. 

However, the broader impact on crypto markets will depend heavily on how the ceasefire intersects with liquidity conditions, central bank policy expectations, and global risk appetite.

In the short term, crypto could see a meaningful relief rally, driven by sentiment and risk reallocation. 

Over the medium term, the trend will likely hinge on whether ceasefire outcomes tangibly ease inflation and liquidity pressures — the primary macro drivers that have influenced digital assets in recent months.

The post How a Potential Russia–Ukraine Ceasefire Could Impact Crypto Markets appeared first on BeInCrypto.

5 Reasons Bitcoin Fell to $85,000 and Why More Downside Is Possible

16 December 2025 at 03:15

Bitcoin slid to the $85,000 level on December 15, extending its recent decline as global macro risks, leverage unwinding, and thin liquidity collided. The drop erased more than $100 billion from the total crypto market cap in just days, raising questions about whether the sell-off has finished.

While no single catalyst caused the move, five overlapping forces pushed Bitcoin lower and could keep pressure on prices in the near term.

Bank of Japan Rate Hike Fears Triggered Global De-Risking

The biggest macro driver came from Japan. Markets moved ahead of a widely expected Bank of Japan rate hike later this week, which would take Japanese policy rates to levels unseen in decades. 

Even a modest hike matters because Japan has long fueled global risk markets through the yen carry trade.

🚨 JAPAN WILL CRASH BITCOIN IN 5 DAYS!!!

People are seriously underestimating what Japan is about to do to Bitcoin.

The Bank of Japan is expected to raise rates again on Dec 19.

That might not sound like a big deal… until you remember one thing:

Japan is the largest holder… pic.twitter.com/0a9Aimfn88

— NoLimit (@NoLimitGains) December 14, 2025

For years, investors borrowed cheap yen to buy higher-risk assets such as equities and crypto. As Japanese rates rise, that trade unwinds. Investors sell risk assets to repay yen liabilities.

Bitcoin has reacted sharply to previous BOJ hikes. In the last three instances, BTC fell between 20% and 30% in the weeks that followed. Traders began pricing in that historical pattern before the decision, pushing Bitcoin lower in advance.

Bank of Japan is about to hike rates with 0.25% on December 19

Bitcoin dumped the last 3 times the BoJ hiked interest rates:

March 2024 → -27%
July 2024 → -30%
January 2025 → -30% pic.twitter.com/GNjHyUIV3d

— Quinten | 048.eth (@QuintenFrancois) December 15, 2025

US Economic Data Reintroduces Policy Uncertainty

At the same time, traders pulled back risk ahead of a dense slate of US macro data, including inflation and labor market figures.

The Federal Reserve recently cut rates, but officials signaled caution about the pace of future easing. That uncertainty matters for Bitcoin, which has increasingly traded as a liquidity-sensitive macro asset rather than a standalone hedge.

With inflation still above target and jobs data expected to weaken, markets struggled to price the Fed’s next move. That hesitation reduced speculative demand and encouraged short-term traders to step aside.

As a result, Bitcoin lost momentum just as it approached key technical levels.

MACRO DATA TOMORROW 👇

– 🇪🇺 GDP (Q2)
– 🇺🇸 Nonfarm Payrolls (Aug)
– 🇺🇸 Unemployment Rate (Aug)

MORE VOLATILITY INCOMING! pic.twitter.com/eiVJI7Bmxx

— Mister Crypto (@misterrcrypto) September 4, 2025

Heavy Leverage Liquidations Accelerated the Decline

Once Bitcoin broke below $90,000, forced selling took over.

More than $200 million in leveraged long positions were liquidated within hours, according to derivatives data. Long traders had crowded into bullish bets after the Fed’s rate cut earlier this month.

When prices slipped, liquidation engines sold Bitcoin automatically to cover losses. That selling pushed prices lower, triggering further liquidations in a feedback loop.

This mechanical effect explains why the move was fast and sharp rather than gradual.

Crypto Liquidations On December 15. Source: Coinglass

Thin Weekend Liquidity Magnified Price Swings

The timing of the sell-off made it worse.

Bitcoin broke down during thin weekend trading, when liquidity is typically lower and order books are shallow. In those conditions, relatively small sell orders can move prices aggressively.

Large holders and derivatives desks reduced exposure into low liquidity, amplifying volatility. That dynamic helped pull Bitcoin from the low-$90,000 range toward $85,000 in a short window.

Weekend breakdowns often look dramatic even when broader fundamentals remain unchanged.

Bitcoin Price Chart. Source: CoinGecko

Wintermute’s Bitcoin Sales Added Spot-Market Pressure

Market structure stress was compounded by significant selling from Wintermute, one of the crypto industry’s largest market makers.

During the sell-off, on-chain and market data showed Wintermute offloading a large amount of Bitcoin — estimated at over $1.5 billion worth — across centralized exchanges. The firm reportedly sold BTC to rebalance risk and cover exposure following recent volatility and losses in derivatives markets.

Because Wintermute provides liquidity across both spot and derivatives venues, its selling carried outsized impact. 

Wintermute Sending Bitcoin to Centralized Exchanges. Source: Arkham

The timing of the sales also mattered. Wintermute’s activity occurred during low-liquidity conditions, amplifying downside moves and accelerating Bitcoin’s slide toward $85,000.

What Happens Next?

Whether Bitcoin drops further now depends on macro follow-through, not crypto-specific news.

If the Bank of Japan confirms a rate hike and global yields rise, Bitcoin could remain under pressure as carry trades unwind further. A strong yen would add to that stress.

However, if markets fully price in the move and US data softens enough to revive rate-cut expectations, Bitcoin could stabilize after the liquidation phase ends.

For now, the December 15 sell-off reflects a macro-driven reset, not a structural failure of the crypto market — but volatility is unlikely to fade quickly.

The post 5 Reasons Bitcoin Fell to $85,000 and Why More Downside Is Possible appeared first on BeInCrypto.

❌