Reading view

Peretas Korea Utara Curi US$300 Juta Lewat Rapat Zoom Palsu

Kriminal siber Korea Utara melakukan perubahan strategi dalam kampanye rekayasa sosial mereka. Mereka telah mencuri lebih dari US$300 juta dengan menyamar sebagai tokoh industri terpercaya dalam pertemuan video palsu.

Peringatan yang diuraikan oleh peneliti keamanan MetaMask, Taylor Monahan (dikenal sebagai Tayvano), menjelaskan adanya “long-con” canggih yang menargetkan eksekutif aset kripto.

Bagaimana Rapat Palsu dari Korea Utara Menguras Wallet Aset Kripto

Menurut Monahan, kampanye ini berbeda dari serangan belakangan yang mengandalkan AI deepfake.

Sebaliknya, pelaku menggunakan cara yang lebih sederhana dengan memanfaatkan akun Telegram yang dibajak dan rekaman video loop dari wawancara asli.

🚨 WARNING (AGAIN)

DPRK threat actors are still rekting way too many of you via their fake Zoom / fake Teams meets.

They're taking over your Telegrams -> using them to rekt all your friends.

They've stolen over $300m via this method already.

Read this. Stop the cycle. 🙏 pic.twitter.com/tJTo9lkq0v

— Tay 💖 (@tayvano_) December 13, 2025

Serangan biasanya diawali setelah peretas mengambil alih akun Telegram yang dipercaya, sering kali milik seorang venture capitalist atau seseorang yang pernah ditemui korban di konferensi.

Lalu, pelaku jahat ini memanfaatkan riwayat percakapan untuk terlihat sah, lalu membujuk korban menuju panggilan video Zoom atau Microsoft Teams lewat tautan Calendly yang disamarkan.

Begitu pertemuan dimulai, korban melihat apa yang nampaknya merupakan video langsung dari kontak mereka. Padahal, itu sering kali hanyalah rekaman ulang dari podcast atau penampilan publik.

Biasanya, momen penentu terjadi setelah muncul masalah teknis yang sengaja diciptakan.

Setelah menyebutkan ada gangguan audio atau video, pelaku akan mendesak korban agar memperbaiki koneksi dengan mengunduh skrip tertentu atau memperbarui software development kit (SDK). File yang dikirim saat itu berisi malware berbahaya.

Begitu malware terpasang—biasanya berjenis Remote Access Trojan (RAT)—pelaku bisa memperoleh kendali penuh.

Malware ini menguras wallet aset kripto dan mencuri data sensitif, termasuk protokol keamanan internal serta token sesi Telegram, yang kemudian digunakan untuk menargetkan korban berikutnya dalam jaringan.

Berkaca pada hal ini, Monahan memperingatkan bahwa vektor serangan khusus ini memanfaatkan kesopanan profesional.

Para peretas mengandalkan tekanan psikologis dari “pertemuan bisnis” untuk membuat korban lengah, sehingga permintaan bantuan teknis rutin bisa berubah menjadi pelanggaran keamanan yang fatal.

Bagi pelaku industri, semua permintaan untuk mengunduh perangkat lunak saat panggilan kini dianggap sebagai sinyal serangan yang aktif.

Sementara itu, strategi “pertemuan palsu” ini merupakan bagian dari serangan yang lebih luas oleh aktor dari Democratic People’s Republic of Korea (DPRK). Mereka telah mencuri sekitar US$2 miliar dari sektor ini selama setahun terakhir, termasuk peretasan Bybit.

  •  

Cosmos Rencanakan Desain Ulang Besar untuk ATOM di Tengah Kesulitan Harga

Cosmos Labs sedang melakukan pencarian mendesak untuk ekonom eksternal guna merancang ulang token ATOM di tengah harga aset kripto ini yang terus mengalami tekanan.

Menurut perusahaan tersebut, Cosmos SDK kini menjadi framework yang banyak digunakan untuk meluncurkan jaringan blockchain. Hal ini mencakup proyek-proyek yang terkait dengan perusahaan besar dan inisiatif pemerintah yang sering dijadikan bukti adanya minat dari “Fortune 500”.

Mengapa Cosmos ingin mengubah desain ATOM

Namun, karena perangkat lunak ini bersifat open source, para pengguna bisa meluncurkan chain independen dan berdaulat tanpa harus membayar biaya ataupun royalti ke Cosmos Hub.

Alhasil, para builder institusi bisa memakai teknologi inti jaringan tersebut tanpa harus menjadi holder atau berinteraksi dengan ATOM.

Request for Proposals: ATOM Tokenomics Research ⚛️

A tokenomics RFP invites qualified research firms to submit proposals to provide data-driven research supporting a redesign of ATOM’s economic model.

Applications are due January 15. Read more: https://t.co/96lGdAyCAI

— Cosmos Hub ⚛️ (@cosmoshub) December 12, 2025

Perusahaan pengembang blockchain ini ingin mengubah situasi tersebut dengan memperkenalkan “model berbasis pendapatan” yang baru. Pendekatan ini akan memonetisasi penggunaan, baik di dalam chain maupun di luar chain.

“Tujuan riset ini bukan merancang model tokenomik baru dari nol, tapi menyediakan dukungan riset sekaligus desain untuk model berbasis pendapatan yang dapat mensinergikan beragam sumber potensi pendapatan ATOM dengan update pada dinamika suplai dan jadwal inflasi ATOM. Pada akhirnya, utilitas ATOM akan ditentukan oleh biaya-biaya ini, baik dalam bentuk buyback ATOM, reward staking ATOM, mekanisme lain, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut,” demikian ujar mereka.

Di sisi lain, langkah ini juga menandai perubahan strategi bagi ekosistem Cosmos.

Cosmos Labs mengakui bahwa Interchain Security, framework keamanan bersama yang pernah dipromosikan sebagai penopang nilai utama ATOM, “gagal menemukan market fit produk.”

“Interchain Security sedang dalam proses dihentikan, dan arsitektur ekonomi Hub masih relatif terlepas dari aktivitas utama ekosistem Cosmos. Hingga saat ini, belum ada model biaya komprehensif di luar biaya transaksi yang terjadi di jaringan,” terang perusahaan itu.

Maka dari itu, upaya perombakan ini mengarah pada model ekonomi yang lebih menyerupai software enterprise, termasuk model biaya berbasis pemakaian, bukan sekadar sewa keamanan.

Meski begitu, pengimplementasian proposal apapun akan menghadapi batasan politik yang signifikan. Setiap perubahan substansial harus mendapatkan persetujuan dari Cosmos Hub DAO, yang dalam sejarahnya selalu menolak langkah-langkah yang dianggap sentralistik.

Cosmos Labs juga menyinggung proposal sebelumnya untuk menurunkan inflasi, yang lolos dengan selisih tipis hanya 3%. Keputusan itu pun memicu penarikan aset staking secara besar-besaran, menandakan betapa sensitifnya ekonomi token di komunitas ini.

Dengan memperhitungkan hal tersebut, perusahaan mengatakan bahwa setiap proposal yang sukses wajib memaparkan jalur pendapatan potensial, menganalisis batasan sisi suplai, dan memberikan panduan praktis yang selaras dengan kepentingan para pemangku kepentingan. Pengajuan proposal akan ditutup pada 15 Januari.

Di saat yang sama, langkah ini datang ketika ATOM anjlok hampir 76% sepanjang tahun ini hingga mencapai titik terendah lima tahun di sekitar US$2,1.

Kinerja harga tersebut mencerminkan tekanan mendalam di seluruh ekosistem, walau tumpukan perangkat lunak Cosmos justru makin banyak diminati pengembang blockchain dan berbagai pilot institusi.


  •  

Bug Prysm Bikin Validator Ethereum Rugi Lebih dari US$1, juta setelah upgrade Fusaka

Klien konsensus Ethereum, Prysm, mengungkapkan bahwa para validator kehilangan 382 ETH, setara dengan lebih dari US$1.000.000, setelah bug perangkat lunak memicu gangguan pada jaringan tak lama setelah upgrade Fusaka terbaru.

Kejadian ini, yang dijelaskan dalam laporan pasca insiden berjudul “Fusaka Mainnet Prysm incident,” berawal dari kejadian kehabisan sumber daya yang memengaruhi hampir semua node Prysm dan menyebabkan blok serta attestation terlewat.

Apa Penyebab Gangguan pada Prysm?

Menurut Offchain Labs, pengembang di balik Prysm, masalah tersebut muncul pada 4 Desember saat bug yang sudah pernah ada sebelumnya menyebabkan keterlambatan permintaan validator.

Keterlambatan itu menyebabkan blok dan attestation terlewat di seluruh jaringan.

“Node beacon Prysm menerima attestation dari node yang mungkin tidak sinkron dengan jaringan. Attestation ini merujuk pada block root dari epoch sebelumnya,” terang proyek tersebut.

Gangguan ini menyebabkan 41 epoch terlewat, dengan 248 blok hilang dari 1.344 slot yang tersedia. Itu setara dengan rasio slot terlewat sebesar 18,5% dan menurunkan partisipasi jaringan menjadi 75% selama kejadian tersebut.

Offchain Labs mengungkapkan bahwa bug yang jadi penyebab perilaku ini sudah dimasukkan dan digunakan di testnet sekitar sebulan sebelumnya, sebelum akhirnya terjadi di mainnet setelah upgrade Fusaka.

Walaupun mitigasi sementara berhasil mengurangi dampak langsungnya, Prysm menuturkan bahwa mereka kini sudah melakukan perubahan permanen pada logika validasi attestation demi mencegah kejadian serupa terulang.

Keragaman Client Ethereum

Bersamaan dengan itu, gangguan ini kembali menarik perhatian pada konsentrasi klien Ethereum dan risiko dari ketergantungan pada satu jenis perangkat lunak.

Offchain Labs menjelaskan bahwa gangguan tersebut bisa menyebabkan dampak yang jauh lebih parah bila Prysm menguasai porsi lebih besar dari basis validator Ethereum. Mereka menunjukkan bahwa keragaman klien di Ethereum adalah faktor penting yang mencegah kegagalan jaringan lebih luas.

“Klien dengan lebih dari 1/3 bagian jaringan akan menyebabkan kehilangan finalitas sementara dan lebih banyak blok yang terlewat. Kalau bug ada pada klien yang menguasai lebih dari 2/3 jaringan, ini bisa memfinalisasi chain yang tidak valid,” papar mereka.

Meski demikian, insiden ini semakin menguatkan seruan agar klien lebih beragam.

Data dari Miga Labs menunjukkan bahwa Lighthouse masih menjadi klien konsensus Ethereum yang paling dominan, dengan persentase 51,39% validator. Prysm mewakili 19,06%, diikuti Teku 13,71%, lalu Nimbus pada 9,25%.

Ethereum's Consensus Clients.
Klien Konsensus Ethereum | Sumber: Clientdiversity

Porsi Lighthouse menempatkannya sekitar 15 poin persentase dari ambang batas yang dinilai sebagian peneliti sebagai risiko sistemik.

Oleh karena itu, para pengembang dan partisipan ekosistem kembali meminta agar validator mempertimbangkan beralih ke klien alternatif supaya kemungkinan satu bug perangkat lunak mengganggu operasi utama blockchain bisa diminimalisir.

  •  

North Korea Hackers Steal $300 Million via Fake Zoom Meetings

North Korea cybercriminals have executed a strategic pivot in their social engineering campaigns. They have stolen more than $300 million by impersonating trusted industry figures in fake video meetings.

The warning, detailed by MetaMask security researcher Taylor Monahan (known as Tayvano), outlines a sophisticated “long-con” targeting crypto executives.

How North Korea’s Fake Meetings Are Draining Crypto Wallets

According to Monahan, the campaign departs from recent attacks that relied on AI deepfakes.

Instead, it uses a more straightforward approach built on hijacked Telegram accounts and looped footage from real interviews.

🚨 WARNING (AGAIN)

DPRK threat actors are still rekting way too many of you via their fake Zoom / fake Teams meets.

They're taking over your Telegrams -> using them to rekt all your friends.

They've stolen over $300m via this method already.

Read this. Stop the cycle. 🙏 pic.twitter.com/tJTo9lkq0v

— Tay 💖 (@tayvano_) December 13, 2025

The attack typically starts after hackers seize control of a trusted Telegram account, often belonging to a venture capitalist or someone the victim previously met at a conference.

Then, the malicious attackers exploit prior chat history to appear legitimate, guiding the victim to a Zoom or Microsoft Teams video call via a disguised Calendly link.

Once the meeting starts, the victim sees what appears to be a live video feed of their contact. In reality, it is often a recycled recording from a podcast or public appearance.

The decisive moment typically follows a manufactured technical issue.

After citing audio or video problems, the attacker urges the victim to restore the connection by downloading a specific script or updating a software development kit, or SDK. The file delivered at that point contains the malicious payload.

Once installed, the malware—often a Remote Access Trojan (RAT)—grants the attacker total control.

It drains cryptocurrency wallets and exfiltrates sensitive data, including internal security protocols and Telegram session tokens, which are then used to target the next victim in the network.

Considering this, Monahan warned that this specific vector weaponizes professional courtesy.

The hackers rely on the psychological pressure of a “business meeting” to force a lapse in judgment, turning a routine troubleshooting request into a fatal security breach.

For industry participants, any request to download software during a call is now considered an active attack signal.

Meanwhile, this “fake meeting” strategy is part of a broader offensive by Democratic People’s Republic of Korea (DPRK) actors. They have stolen an estimated $2 billion from the sector over the past year, including the Bybit breach.

The post North Korea Hackers Steal $300 Million via Fake Zoom Meetings appeared first on BeInCrypto.

  •  

Cosmos Eyes ATOM Radical Redesign Amid Price Struggles

Cosmos Labs has opened an urgent search for external economists to redesign the ATOM token amid the digital asset’s price struggles.

According to the firm, the Cosmos SDK has become a widely used framework for launching blockchain networks. This includes projects tied to major enterprises and government initiatives often cited as evidence of “Fortune 500” interest.

Why Cosmos Wants to Overhaul ATOM’s Design

However, because the software is open source, those users can deploy independent, sovereign chains without paying fees or royalties to the Cosmos Hub.

As a result, these institutional builders can use the network’s core technology without holding or interacting with ATOM.

Request for Proposals: ATOM Tokenomics Research ⚛️

A tokenomics RFP invites qualified research firms to submit proposals to provide data-driven research supporting a redesign of ATOM’s economic model.

Applications are due January 15. Read more: https://t.co/96lGdAyCAI

— Cosmos Hub ⚛️ (@cosmoshub) December 12, 2025

The blockchain development firm wants to change this by promoting a new “revenue-driven model.” This approach would monetize both on-chain and off-chain usage.

“The goal of this research effort is not to design a new tokenomic model from first-principles, but rather to provide research and design support for a revenue-driven model that synergizes various sources of potential ATOM revenue with updates to ATOM’s supply dynamics and inflation schedule. Ultimately, ATOM’s utility will be driven by these fees, either in the form of ATOM buybacks, ATOM staking rewards, other mechanisms, or some combination thereof,” it stated.

Meanwhile, the initiative also marks a strategic pivot for the Cosmos ecosystem.

Cosmos Labs acknowledged that Interchain Security, the shared security framework once promoted as ATOM’s primary value driver, “failed to find product market fit.”

“Interchain Security is in the process of being deprecated, and the Hub’s economic architecture remains relatively detached from the broader activity of the Cosmos ecosystem. It lacks a comprehensive fee model today, outside of transaction fees occurring on the network,” the firm explained.

Consequently, this redesign effort points toward economic models closer to enterprise software norms, including consumption-based fees tied to usage rather than security rent.

However, implementing any proposal would face significant political constraints. Any material changes must be approved by the Cosmos Hub DAO, which has historically resisted measures viewed as centralizing.

Cosmos Labs referenced a previous proposal to reduce inflation that passed by a narrow 3% margin. The decision triggered a sharp withdrawal of staked assets, illustrating how sensitive token economics remain within the community.

Considering this, the firm stated that any successful proposal outlines potential revenue pathways, analyzes supply-side constraints, and offers practical guidance aligned with stakeholder interests. The RFP closes Jan. 15.

Meanwhile, this move comes as ATOM has fallen nearly 76% this year to a five-year low of around $2.1.

This price performance reflects a deep stress across the ecosystem, even as the Cosmos software stack has gained wider traction among blockchain developers and institutional pilots.


The post Cosmos Eyes ATOM Radical Redesign Amid Price Struggles appeared first on BeInCrypto.

  •  

Prysm Bug Cost Ethereum Validators Over $1 Million After Fusaka Upgrade

Ethereum consensus client Prysm said validators missed out on 382 ETH, equivalent to more than $1 million, after a software bug triggered network disruptions shortly after the recent Fusaka upgrade.

The incident, detailed in a post-mortem titled “Fusaka Mainnet Prysm incident,” stemmed from a resource exhaustion event that affected nearly all Prysm nodes and led to missed blocks and attestations.

What Caused Prysm’s Outage?

According to Offchain Labs, the developer behind Prysm, the problem emerged on December 4 when a previously introduced bug caused delays in validator requests.

Those delays resulted in missed blocks and attestations across the network.

“Prysm beacon nodes received attestations from nodes that were possibly out of sync with the network. These attestations referenced a block root from the previous epoch,” the project explained.

The disruption led to 41 missed epochs, with 248 blocks missing out of 1,344 available slots. That represented an 18.5% missed slot rate and pushed overall network participation down to 75% during the incident.

Offchain Labs said the bug responsible for the behavior was introduced and deployed to testnets about a month earlier, before being triggered on mainnet following the Fusaka upgrade.

While a temporary mitigation reduced the immediate impact, Prysm said it has since implemented permanent changes to its attestation validation logic to prevent a recurrence.

Ethereum’s Client Diversity

Meanwhile, the outage has renewed scrutiny around Ethereum’s client concentration and the risks posed by software monocultures.

Offchain Labs said the outage could have had more severe consequences if Prysm had accounted for a larger share of Ethereum’s validator base. The firm pointed to Ethereum’s client diversity as a key factor in preventing a wider network failure.

“A client with more than 1/3rd of the network would have caused a temporary loss in finality and more missed blocks. A bug client with more than 2/3rd could finalize an invalid chain,” it stated.

Despite that mitigation, the incident has intensified calls for greater client diversity.

Data from Miga Labs show that Lighthouse remains the dominant Ethereum consensus client, accounting for 51.39% of validators. Prysm represents 19.06%, followed by Teku at 13.71% and Nimbus at 9.25%.

Ethereum's Consensus Clients.
Ethereum’s Consensus Clients. Source: Clientdiversity

Lighthouse’s share places it roughly 15% points away from a threshold that some researchers view as a systemic risk.

As a result, developers and ecosystem participants have again urged validators to consider switching to alternative clients to reduce the likelihood that a single software flaw could disrupt the blockchain’s core operations.

The post Prysm Bug Cost Ethereum Validators Over $1 Million After Fusaka Upgrade appeared first on BeInCrypto.

  •  

Brazil’s Largest Private Bank Advises 3% Bitcoin Allocation For Clients

Itaú Unibanco Holding SA, Latin America’s largest private bank, has advised clients to allocate up to 3% of their portfolios to Bitcoin for 2026.

The bank framed the cryptocurrency not as a speculative asset, but as a hedge against the erosion of the Brazilian real.

Why Itau Wants Clients’ Funds in Bitcoin

In a strategy note, analysts at the Sao Paulo-based lender said investors face a dual challenge from global price uncertainty and domestic currency fluctuations. They argued that these conditions necessitate a new approach to portfolio construction.

The bank recommends a Bitcoin weight of 1% to 3% to capture returns uncorrelated with domestic cycles.

“Bitcoin [is] an asset distinct from fixed income, traditional stocks, or domestic markets, with its own dynamics, return potential, and — due to its global and decentralized nature — a currency hedging function,” the bank wrote.

Itau emphasized that Bitcoin should not become a core holding. Instead, the bank framed the asset as a complementary allocation calibrated to an investor’s risk profile.

The objective is to capture returns that are not closely tied to domestic economic cycles and to provide partial protection against currency depreciation. It also aims to preserve exposure to long-term appreciation.

The bank pointed to the relatively low correlation between Bitcoin and traditional asset classes. It argued that an allocation of 1% to 3% can enhance diversification without overwhelming overall portfolio risk.

Bitcoin Performance vs Traditional Assets.
Bitcoin Performance vs Traditional Assets. Source: Itau

The approach, the note said, requires moderation, discipline, and a long-term horizon, rather than reactions to short-term price swings.

“Attempting ‘perfect timing’ in assets like Bitcoin or other international markets is risky — and often counterproductive,” the bank warned.

Itaú’s 3% ceiling places it squarely in line with the most forward-looking global guidance, narrowing the gap with US counterparts.

Notably, major US banks such as Morgan Stanley and Bank of America have recommended that their clients allocate up to 4% of their assets to the flagship digital asset.

For Brazilian investors, however, the stakes are different.

Itaú said that in a world of shortening economic cycles and more frequent external shocks, Bitcoin’s “hybrid character” sets it apart from traditional assets.

The bank described the flagship cryptocurrency as part high-risk asset and part global store of value. It argued that this combination offers a form of resilience that fixed income can no longer guarantee.

The post Brazil’s Largest Private Bank Advises 3% Bitcoin Allocation For Clients appeared first on BeInCrypto.

  •  

CFTC’s Treasury Reform Paves Way for Crypto Market

The Commodity Futures Trading Commission (CFTC) is quietly laying the plumbing for a market structure where US Treasuries and cryptocurrencies could eventually live side-by-side.

On December 12, the CFTC approved an expansion of cross-margining for US Treasuries.

How CFTC’s New Order Impacts Crypto

This change allows certain customers, not just clearing members, to offset margin requirements between Treasury futures cleared at CME Group. CME Group is one of the largest crypto derivatives trading platform in the US.

It also applies to cash Treasuries cleared at the Depository Trust and Clearing Corporation’s Fixed Income Clearing Corporation.

“Expanding cross-margining to customers will provide capital efficiencies that can increase liquidity and resiliency in US Treasuries, the most important market in the world,” Caroline Pham, CFTC’s Acting Chair, said.

Cross-margining allows firms to reduce total collateral by netting correlated positions within a portfolio. Extending that mechanism from dealer balance sheets to end customers in Treasuries represents a significant structural shift.

Market participants view it as a practical test of risk models. Those frameworks could eventually support portfolios holding Treasuries, tokenized funds and crypto assets within a single clearing ecosystem.

For crypto derivatives traded on CME, the orders could have significant market implications.

If Treasuries and Treasury futures can be cross-margined at scale, similar frameworks could eventually support more complex portfolios. Those portfolios could include tokenized Treasury bills and spot Bitcoin backing positions in CME Bitcoin and ETH futures, all governed by unified margin and risk controls.

Meanwhile, this order’s timing places it squarely within a broader crypto regulatory effort that spans both the CFTC and the Securities and Exchange Commission (SEC).

It also echoes the SEC’s parallel work on market structure and clearing reform, as regulators assess how tokenized securities and digital collateral might fit within established settlement and custody frameworks.

Notably, the Pham-led Commission recently unveiled a Digital Asset Collateral Pilot. The initiative permits Bitcoin, Ethereum and USDC to be used as margin in CFTC-regulated derivatives markets.

These moves reflect a regulatory focus on capital efficiency and risk management across asset classes that increasingly blur the line between traditional and digital markets.

The post CFTC’s Treasury Reform Paves Way for Crypto Market appeared first on BeInCrypto.

  •  

US Banks Warn OCC Crypto Charters Could Weaken The Banking System

The US banking industry has mounted a coordinated challenge to the Office of the Comptroller of the Currency’s (OCC) approach. The pushback targets the regulator’s efforts to integrate cryptocurrency firms into the federal banking system.

On December 12, OCC issued conditional approval of national trust charters for five digital asset firms, including Ripple, Fidelity, Paxos, First National Digital Currency Bank, and BitGo. The bank regulator stressed that the crypto applicants underwent the same “rigorous review” as any national bank charter applicant.

US Banking Industry Challenges OCC’s Move

However, the American Bankers Association (ABA) and the Independent Community Bankers of America (ICBA) argue that the OCC’s actions create a two-tier banking system.

Just released – ABA statement on @USOCC’s announcement regarding national trust charters: https://t.co/OqGgUtPAyd pic.twitter.com/NH6RevliRX

— American Bankers Association (@ABABankers) December 12, 2025

Their central claim is that fintech and crypto firms are being granted prestigious national charters without carrying Federal Deposit Insurance Corp. (FDIC) coverage or meeting traditional capital and liquidity standards required of full-service banks.

The groups contend that this structure encourages what they describe as regulatory arbitrage at the federal level.

By securing a national charter, the crypto firms can benefit from federal preemption of state money transmitter laws. At the same time, they avoid many of the compliance obligations that apply to insured depository institutions.

ABA President Rob Nichols said the approvals “blur the lines” of what constitutes a bank. He further argues that this erosion of definitions risks weakening the integrity of the charter itself.

In his view, expanding trust powers to firms that do not perform traditional fiduciary duties creates a class of institutions that resemble banks in name and scope but lack comparable oversight.

Meanwhile, their concern extends beyond competition.

Banking groups warn that consumers may struggle to distinguish between insured banks and national trust institutions holding large volumes of uninsured crypto assets.

They argue that the OCC has not adequately explained how it would manage the failure of such an entity, particularly if it were holding billions of dollars in digital assets outside the traditional safety net.

ICBA Wants the Charters Halted

The ICBA also directly challenged the OCC’s statutory authority to issue the charters.

We oppose the OCC’s conditional approval of five national trust bank charter applications from nonbank fintechs. We have repeatedly said the OCC lacks statutory authority to expand trust powers and that the sudden influx of applications threatens consumers and the financial…

— Independent Community Bankers of America (@ICBA) December 12, 2025

The group focused its criticism on Interpretive Letter No. 1176. This guidance enabled trust banks to engage in non-fiduciary activities such as custody of stablecoin reserves.

ICBA President Rebeca Romero Rainey described the move as a “dramatic policy change” that stretches the national trust charter beyond its historical purpose.

“The OCC’s dramatic policy change under Interpretive Letter #1176 is a departure from the role of conventional trust companies and allows for an inconsistent regulatory framework that threatens financial instability — requiring the agency to change course,” Rainey added.

The group argues that the OCC is allowing non-bank fintech firms to effectively borrow the credibility of the US banking system while avoiding the “full scope” of regulations imposed on insured institutions.

Considering this, both trade groups have called for an immediate pause and rescission of the approvals.

They warn that the current framework could produce institutions that the OCC is “not equipped to resolve in an orderly way.” According to them, such a failure could leave traditional banks and the broader financial system exposed.

The post US Banks Warn OCC Crypto Charters Could Weaken The Banking System appeared first on BeInCrypto.

  •  

Aave Governance Conflict Widens Over $10 Million Revenue Dispute

A dispute over revenue sharing has erupted between the community governing DeFi lender Aave and its primary development firm, Aave Labs.

The conflict centers on Aave Labs’ recent decision to integrate CoW Swap as the underlying infrastructure for trading on the protocol’s primary website. The switch replaced ParaSwap, a previous integration that generated referral fees for the Aave DAO treasury.

DAO Members Question Economic Fallout From Interface Update

Governance delegates say the change has cut off a revenue stream of about $200,000 per week. On an annualized basis, they estimate the impact at roughly $10 million, shifting value away from token holders.

Marc Zeller, founder of the Aave Chan Initiative, criticized the move, calling it a “stealth privatization” of brand assets.

Extremely concerning.

The stealth privatization of approximately 10% of Aave DAO's potential revenue, leveraging brand and IPs paid for by the DAO, represents a clear attack on the best interests of the $AAVE Token holders.

We will prepare an official response with @AaveChan. https://t.co/opoG3I7x7s

— Marc ”七十 Billy” Zeller (@Marczeller) December 12, 2025

Zeller argued that Aave Labs unilaterally altered the economic arrangement without seeking approval from the DAO, which governs the underlying smart contracts.

“Aave Labs, in the pursuit of their own monetization, redirected Aave user volume towards competition. This is unacceptable. By doing this integration, the Aave protocol lost two revenue streams that cannot be easily replaced,” he wrote.

Zeller warned that the lack of communication raises concerns about how future upgrades will be handled.

He pointed specifically to the upcoming V4 upgrade and questioned whether other “accessory features” could also be ring-fenced from the DAO.

“It is important to consider the picture as a whole to define if Aave Labs breached its expected fiduciary duty towards the Aave DAO and the AAVE token holders, and what we should expect from V4 in general,” Zeller concluded

Aave Labs Defend Moves

In a detailed response, Stani Kulechov, founder and CEO of Aave Labs, defended the integration, rejecting the characterization of the lost funds as stolen revenue.

Kulechov argued that the previous fees from ParaSwap were a “discretionary surplus” rather than a mandated protocol fee.

“It was never a fee switch, its been a surplus that we donated to the DAO,” he stated.

He also drew a sharp line between the Aave protocol, the DAO-governed decentralized smart contracts, and the front-end interface. He described the interface as a private product funded and maintained by Aave Labs.

Kulechov said Aave Labs bears the costs of engineering and security for the website. He added that the DAO does not subsidize ongoing product development expenses.

Consequently, the firm asserts the right to monetize the interface to ensure its sustainability.

“It’s also perfectly fine for Aave Labs to monetize its products, especially as they don’t touch the protocol itself,” he said.

The development firm also restated Kulechov’s position, acknowledging a failure to communicate the change effectively.

The firm said it switched to CoW Swap to deliver better execution prices and stronger protection against MEV (maximum extractable value), rather than to generate additional revenue.

The post Aave Governance Conflict Widens Over $10 Million Revenue Dispute appeared first on BeInCrypto.

  •  

Bank Swasta Terbesar di Brasil Sarankan Alokasi Bitcoin 3% untuk Klien

Itaú Unibanco Holding SA, bank swasta terbesar di Amerika Latin, menyarankan klien untuk mengalokasikan hingga 3% portofolio mereka ke Bitcoin untuk tahun 2026.

Bank ini melihat aset kripto tersebut bukan sebagai aset spekulatif, tetapi sebagai lindung nilai terhadap penurunan nilai real Brasil.

Kenapa Itau Ingin Dana Klien di Bitcoin

Dalam catatan strategi, analis di lembaga keuangan yang berbasis di Sao Paulo ini menyebutkan bahwa investor menghadapi dua tantangan sekaligus, yaitu ketidakpastian harga global dan fluktuasi mata uang domestik. Mereka menilai, kondisi seperti ini membutuhkan pendekatan baru untuk membangun portofolio.

Bank ini merekomendasikan proporsi Bitcoin sebesar 1% hingga 3% agar bisa memperoleh imbal hasil yang tidak berkorelasi dengan siklus ekonomi dalam negeri.

“Bitcoin [adalah] aset yang berbeda dengan fixed income, saham tradisional, atau pasar domestik, dengan dinamika, potensi imbal hasil, dan — berkat sifat global serta desentralisasinya — fungsi sebagai lindung nilai terhadap mata uang,” tulis bank tersebut.

Itaú menegaskan bahwa Bitcoin sebaiknya tidak dijadikan aset inti. Sebaliknya, bank merekomendasikan alokasi Bitcoin sebagai pelengkap yang disesuaikan dengan profil risiko investor.

Tujuannya adalah meraih hasil yang tidak terlalu terpengaruh oleh siklus ekonomi domestik dan memberikan perlindungan sebagian terhadap pelemahan nilai mata uang. Selain itu, strategi ini juga menjaga eksposur terhadap potensi kenaikan harga dalam jangka panjang.

Bank ini menunjukkan bahwa korelasi antara Bitcoin dan kelas aset tradisional tergolong rendah. Mereka menilai, alokasi 1% sampai 3% dapat meningkatkan diversifikasi tanpa memperbesar risiko portofolio secara keseluruhan.

Bitcoin Performance vs Traditional Assets.
Performa Bitcoin vs Aset Tradisional | Sumber: Itau

Pendekatan ini, jelas catatan tersebut, memerlukan sikap moderat, disiplin, dan pandangan jangka panjang, bukan bereaksi pada fluktuasi harga jangka pendek.

“Mencoba melakukan ‘perfect timing’ pada aset seperti Bitcoin atau pasar internasional lain sangat berisiko — dan seringkali malah merugikan,” peringatan dari bank tersebut.

Batas 3% yang diberikan Itaú ini sejajar dengan pedoman paling progresif secara global, sehingga semakin mendekati rekomendasi bank-bank di AS.

Menariknya, beberapa bank besar di AS seperti Morgan Stanley dan Bank of America juga pernah menyarankan klien mereka untuk mengalokasikan hingga 4% asetnya ke aset digital utama ini.

Bagi investor asal Brasil, situasinya memang berbeda.

Itaú menilai bahwa di dunia dengan siklus ekonomi yang semakin singkat dan guncangan eksternal yang lebih sering, “karakter hibrida” Bitcoin membedakannya dari aset tradisional.

Bank ini menggambarkan aset kripto utama tersebut sebagai bagian dari aset berisiko tinggi dan sekaligus penyimpan nilai global. Mereka berpendapat, kombinasi ini menawarkan daya tahan yang tidak lagi bisa dijamin oleh pasar fixed income.

  •  

Reformasi Treasury CFTC Membuka Jalan untuk Pasar Kripto

Commodity Futures Trading Commission (CFTC) diam-diam sedang menyiapkan infrastruktur agar US Treasuries dan aset kripto suatu hari nanti bisa berdampingan dalam satu struktur pasar.

Pada 12 Desember, CFTC menyetujui perluasan cross-margining untuk US Treasuries.

Bagaimana Perintah Baru CFTC Berdampak pada Aset Kripto

Perubahan ini memungkinkan pelanggan tertentu—bukan hanya anggota clearing—untuk mengimbangi persyaratan margin antara Treasury futures yang di-clearing di CME Group. CME Group merupakan salah satu platform trading derivatif kripto terbesar di AS.

Kebijakan ini juga berlaku untuk cash Treasuries yang di-clearing di Depository Trust and Clearing Corporation’s Fixed Income Clearing Corporation.

“Ekspansi cross-margining kepada pelanggan akan memberikan efisiensi modal yang dapat meningkatkan likuiditas dan ketahanan di US Treasuries, yaitu pasar paling penting di dunia,” ujar Caroline Pham, Acting Chair CFTC, dalam pernyataannya.

Cross-margining memungkinkan perusahaan untuk mengurangi total jaminan dengan mengimbangi posisi yang berkorelasi dalam satu portofolio. Memperluas mekanisme ini dari balance sheet dealer ke pelanggan akhir di Treasuries menandai perubahan besar dalam struktur pasar.

Pelaku pasar melihat kebijakan ini sebagai ujian praktis untuk model risiko. Kerangka seperti ini nantinya juga dapat mendukung portofolio yang berisi Treasuries, dana ter-tokenisasi, dan aset kripto dalam satu ekosistem clearing.

Bagi derivatif kripto yang diperdagangkan di CME, perintah ini bisa berdampak signifikan pada pasar.

Jika Treasuries dan Treasury futures bisa cross-margin dalam skala besar, maka kerangka serupa nantinya bisa mendukung portofolio yang lebih kompleks. Portofolio tersebut dapat mencakup Treasury bill yang ter-tokenisasi serta posisi spot Bitcoin yang menjadi jaminan di Futures Bitcoin dan ETH CME—semuanya diatur dalam margin dan pengendalian risiko yang terpadu.

Sementara itu, waktu penerbitan perintah ini berada di tengah upaya regulasi aset kripto yang lebih luas, yang melibatkan CFTC dan juga Securities and Exchange Commission (SEC).

Kebijakan ini juga sejalan dengan upaya SEC yang parallell pada reformasi struktur pasar dan clearing, saat regulator menilai bagaimana sekuritas ter-tokenisasi dan jaminan digital bisa masuk di sistem penyelesaian dan kustodian yang sudah ada.

Sebagai catatan, Komisi yang dipimpin Pham baru-baru ini meluncurkan Digital Asset Collateral Pilot. Inisiatif ini memperbolehkan penggunaan Bitcoin, Ethereum, dan USDC sebagai margin pada pasar derivatif yang diatur CFTC.

Langkah-langkah ini menunjukkan fokus regulator pada efisiensi modal dan manajemen risiko lintas kelas aset yang kini semakin mengaburkan antara pasar tradisional dan digital.

  •  

Bank AS Bersama Peringatkan Charter Kripto OCC Bisa Melemahkan Sistem Perbankan

Industri perbankan AS kini melancarkan tantangan terkoordinasi terhadap pendekatan Office of the Comptroller of the Currency (OCC). Upaya ini menargetkan upaya regulator tersebut dalam mengintegrasikan perusahaan aset kripto ke dalam sistem perbankan federal.

Pada 12 Desember, OCC memberikan persetujuan bersyarat untuk izin trust nasional kepada lima perusahaan aset digital, termasuk Ripple, Fidelity, Paxos, First National Digital Currency Bank, dan BitGo. Regulator bank ini menegaskan bahwa para pelamar crypto telah melalui “peninjauan ketat” yang sama seperti pemohon izin bank nasional lainnya.

Industri Perbankan AS tantang langkah OCC

Namun, American Bankers Association (ABA) dan Independent Community Bankers of America (ICBA) berpendapat bahwa tindakan OCC menciptakan sistem perbankan dua tingkat.

Just released – ABA statement on @USOCC’s announcement regarding national trust charters: https://t.co/OqGgUtPAyd pic.twitter.com/NH6RevliRX

— American Bankers Association (@ABABankers) December 12, 2025

Inti keberatan mereka adalah bahwa perusahaan fintech dan aset kripto diberikan izin nasional prestisius tanpa memiliki Federal Deposit Insurance Corp. (FDIC) atau memenuhi standar modal dan likuiditas tradisional yang wajib bagi bank layanan penuh.

Kelompok ini menilai struktur seperti ini mendorong terjadinya arbitrase regulasi di tingkat federal.

Dengan mendapatkan izin nasional, perusahaan kripto bisa mendapatkan manfaat dari pengabaian regulasi transmisi uang negara bagian oleh pemerintah federal. Namun pada saat yang sama, mereka menghindari banyak kewajiban kepatuhan yang berlaku untuk institusi penyimpanan berasuransi.

Presiden ABA Rob Nichols mengutarakan bahwa persetujuan semacam ini “mengaburkan batas” tentang apa yang dikategorikan sebagai bank. Ia juga menyebut bahwa pengaburan definisi ini berisiko melemahkan integritas dari izin tersebut.

Menurut pandangannya, perluasan fungsi trust kepada perusahaan yang tidak menjalankan tugas fidusia tradisional menciptakan kelas lembaga yang mirip bank secara nama dan lingkup, tapi tidak mendapat pengawasan setara.

Di sisi lain, kekhawatiran mereka juga bukan hanya soal persaingan.

Kelompok perbankan memperingatkan bahwa konsumen bisa kesulitan membedakan antara bank yang diasuransikan dan institusi trust nasional yang memegang aset kripto dalam jumlah besar tanpa jaminan asuransi.

Mereka menilai OCC belum cukup menjelaskan bagaimana cara mengelola kegagalan entitas semacam itu, terlebih jika institusi tersebut memegang aset digital bernilai miliaran US$ di luar perlindungan tradisional.

ICBA Ingin Pemberian Charter Dihentikan

ICBA juga secara langsung menantang kewenangan hukum OCC untuk menerbitkan izin tersebut.

We oppose the OCC’s conditional approval of five national trust bank charter applications from nonbank fintechs. We have repeatedly said the OCC lacks statutory authority to expand trust powers and that the sudden influx of applications threatens consumers and the financial…

— Independent Community Bankers of America (@ICBA) December 12, 2025

Kelompok itu memfokuskan kritik mereka pada Interpretive Letter No. 1176. Panduan ini memungkinkan bank trust untuk melakukan aktivitas non-fidusia seperti penitipan cadangan stablecoin.

Presiden ICBA Rebeca Romero Rainey menyebut langkah ini sebagai “perubahan kebijakan besar” yang melampaui tujuan historis izin trust nasional.

“Perubahan kebijakan besar OCC di bawah Interpretive Letter #1176 merupakan penyimpangan dari peran perusahaan trust konvensional dan memungkinkan adanya kerangka regulasi yang tidak konsisten, yang mengancam stabilitas keuangan — sehingga lembaga ini harus mengubah arah,” jelas Rainey.

Kelompok ini berargumen bahwa OCC mengizinkan perusahaan fintech non-bank untuk secara efektif meminjam kredibilitas sistem perbankan AS walaupun menghindari “cakupan penuh” regulasi yang dikenakan pada institusi berasuransi.

Dengan mempertimbangkan hal ini, kedua asosiasi dagang tersebut menyerukan penghentian dan pencabutan langsung atas persetujuan yang telah diberikan.

Mereka memperingatkan bahwa kerangka saat ini bisa menghasilkan institusi yang OCC “tidak siap atasi secara tertib.” Menurut mereka, kegagalan semacam ini bisa membuat bank tradisional dan sistem keuangan yang lebih luas menjadi rentan.

  •  

Konflik Tata Kelola Aave Meluas karena Perselisihan Pendapatan US$10 Juta

Sebuah perselisihan mengenai pembagian pendapatan telah terjadi antara komunitas pengelola Aave, platform DeFi lender, dengan perusahaan pengembangan utamanya, Aave Labs.

Konflik ini berpusat pada keputusan terbaru Aave Labs yang mengintegrasikan CoW Swap sebagai infrastruktur utama untuk trading di situs web utama protokol tersebut. Perubahan ini menggantikan ParaSwap, integrasi sebelumnya yang menghasilkan referral fee untuk kas Aave DAO.

Anggota DAO pertanyakan dampak ekonomi akibat update antarmuka

Para delegasi governance menyatakan, perubahan ini telah memutus satu arus pendapatan sekitar US$200.000 per minggu. Jika dihitung secara tahunan, mereka memperkirakan dampaknya sekitar US$10.000.000, sehingga nilai bergeser dari para holder token.

Marc Zeller, founder dari Aave Chan Initiative, mengkritik langkah ini dan menyebutnya sebagai “privatisasi diam-diam” atas aset brand.

Extremely concerning.

The stealth privatization of approximately 10% of Aave DAO's potential revenue, leveraging brand and IPs paid for by the DAO, represents a clear attack on the best interests of the $AAVE Token holders.

We will prepare an official response with @AaveChan. https://t.co/opoG3I7x7s

— Marc ”七十 Billy” Zeller (@Marczeller) December 12, 2025

Zeller berpendapat bahwa Aave Labs secara sepihak mengubah perjanjian ekonomi tanpa meminta persetujuan dari DAO, yang berwenang atas smart contract utama.

“Aave Labs, demi monetisasi mereka sendiri, mengarahkan volume pengguna Aave ke kompetitor. Ini tidak bisa diterima. Lewat integrasi ini, protokol Aave kehilangan dua arus pendapatan yang sulit untuk diganti,” tulisnya.

Zeller memperingatkan bahwa kurangnya komunikasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana update di masa depan akan dijalankan.

Ia juga menyoroti upgrade V4 yang akan segera hadir, dan mempertanyakan apakah fitur “aksesori” lain juga akan dikeluarkan dari wewenang DAO.

“Penting untuk melihat gambaran besarnya guna menentukan apakah Aave Labs telah melanggar kewajiban fidusia mereka terhadap Aave DAO dan para holder token AAVE, serta apa yang seharusnya bisa kita harapkan dari V4 secara umum,” pungkas Zeller

Aave Labs Membela Langkah-langkahnya

Dalam sebuah tanggapan terperinci, Stani Kulechov, founder dan CEO Aave Labs, membela integrasi tersebut, dan menolak anggapan bahwa dana yang hilang itu adalah pendapatan yang ‘dicuri’.

Kulechov berpendapat bahwa fee dari ParaSwap sebelumnya hanyalah “surplus diskresi” dan bukan fee protokol yang diwajibkan.

“Itu tidak pernah menjadi switch fee, itu surplus yang kami donasikan ke DAO,” tuturnya.

Ia juga menegaskan ada perbedaan jelas antara protokol Aave, smart contract decentralized yang diatur DAO, dan tampilan antarmuka depan. Ia menggambarkan antarmuka tersebut sebagai produk privat yang dibiayai dan dipelihara oleh Aave Labs.

Kulechov mengungkapkan Aave Labs yang menanggung biaya engineering dan keamanan untuk situs web. Ia menambahkan, DAO tidak mensubsidi biaya pengembangan produk yang berjalan.

Oleh karena itu, perusahaan menegaskan hak untuk melakukan monetisasi pada antarmuka demi menjaga keberlanjutannya.

“Sangat wajar jika Aave Labs melakukan monetisasi atas produknya, apalagi karena mereka tidak menyentuh protokol itu sendiri,” terang dia.

Perusahaan pengembang itu juga menegaskan kembali posisi Kulechov dan mengakui adanya kekurangan dalam komunikasi soal perubahan ini.

Perusahaan mengatakan mereka beralih ke CoW Swap untuk memberikan harga eksekusi yang lebih baik dan perlindungan yang lebih kuat terhadap MEV (maximum extractable value), bukan untuk memperoleh pendapatan tambahan.

  •  

Vitalik Buterin Peringatkan Terhadap Voting Token Zcash

Co-founder Ethereum Vitalik Buterin mendesak komunitas Zcash untuk menghindari adopsi pemungutan suara berbasis token untuk tata kelola.

Dalam sebuah postingan pada 30 November di X, ia mengatakan pemungutan suara berbasis token akan mendorong sistem menuju insentif harga jangka pendek, mengorbankan kebebasan sipil jangka panjang yang ingin dilindungi oleh proyek tersebut.

Buterin Soroti Risiko Tata Kelola Terhadap Privasi

Buterin mengaitkan posisinya dengan argumen yang ia jelaskan dalam sebuah esei tahun 2021 tentang tata kelola terdesentralisasi, menunjukkan bahwa sistem berbobot token memiliki kerentanan seperti hak-hak yang tidak tergabung yang memungkinkan pembelian suara tersembunyi.

I hope Zcash resists the dark hand of token voting.

Token voting is bad in all kinds of ways (see https://t.co/Cvl7CFVgtc ); I think it's worse than Zcash's status quo.

Privacy is exactly the sort of thing that will erode over time if left to the median token holder. https://t.co/NbRqGLOrpj

— vitalik.eth (@VitalikButerin) November 30, 2025

Dia menambahkan bahwa mekanisme ini cenderung memusatkan pengaruh di antara para whale sementara membiarkan pemegang kecil tanpa akuntabilitas. Banyak peserta kecil mungkin memilih tanpa memperhatikan hasilnya jika mereka percaya dampak individu mereka tidak signifikan.

Dia menggambarkan pemungutan suara berbasis token sebagai “buruk dalam berbagai cara,” dan mengatakan itu akan lebih buruk daripada struktur Zcash yang ada.

“Privasi adalah jenis hal yang justru akan terkikis seiring waktu jika diserahkan kepada pemegang token rata-rata,” ujar Buterin .

Pernyataan Buterin muncul di tengah perdebatan yang lebih luas tentang bagaimana Zcash harus memilih komite Zcash Community Grants, sebuah kelompok beranggotakan lima orang yang meninjau dan menyetujui hibah besar di dalam ekosistem.

Anggota Komunitas Berdebat tentang Tata Kelola Terdesentralisasi

Beberapa anggota komunitas berpendapat bahwa kerangka kerja berbasis komite saat ini sudah ketinggalan zaman dan harus diganti.

Mert Mumtaz, CEO Helius dan seorang investor pro-Zcash, mengatakan bahwa perdebatan ini menggarisbawahi masalah tata kelola yang lebih luas.

Mumtaz berpendapat bahwa pasar menyediakan mekanisme koreksi bawaan karena keputusan yang buruk dihukum dengan harga yang jatuh, memindahkan pengaruh tata kelola, dan memperbarui pengetahuan kolektif. Dia mencatat bahwa komite tidak memiliki umpan balik tersebut dan dapat tetap terlepas dari hasil dunia nyata.

Dia menyamakan pemisahan ini dengan apa yang Nassim Nicholas Taleb sebut sebagai “interventionista,” seorang birokrat yang membuat keputusan penting tanpa menanggung risiko terkait.

Sebaliknya, dia mencatat bahwa jenderal Romawi kuno beroperasi di garis depan, di mana kelangsungan hidup bergantung langsung pada kualitas keputusan mereka.

Sambil mengakui kelemahan dalam pemungutan suara berbasis token, Mumtaz mengatakan bahwa komite yang statis menghadirkan masalah yang lebih dalam karena mereka “tidak bisa dikritik dan tidak bertanggung jawab pada siapa pun.” Dia menambahkan bahwa sistem yang didasarkan pada dinamika pasar beradaptasi seiring waktu, sedangkan komite tidak, berpendapat bahwa “evolusi menang dalam jangka panjang.”

Anggota komunitas menanggapi kekhawatiran terkait. Naval, seorang pengguna di X, mengatakan pengawas pihak ketiga menimbulkan cacat keamanan struktural terlepas dari kemandirian mereka.

Pengguna lain, Darklight, berpendapat bahwa sistem berbasis pasar condong ke arah plutokrasi dan mungkin gagal melestarikan kebebasan sipil.

Perselisihan mengenai tata kelola ini muncul saat Zcash menarik perhatian pasar yang baru.

Data dari BeInCrypto menunjukkan token ini telah naik lebih dari 1.000% dalam tiga bulan terakhir, mencapai puncak di US$723 sebelum mundur ke level saat ini. Zcash diperdagangkan sekitar US$448 pada saat publikasi setelah jatuh lebih dari 20% dalam seminggu terakhir.

  •  

Kazakhstan Siapkan Potensi Investasi Aset Kripto US$300 Juta

Bank sentral Kazakhstan sedang mempertimbangkan rencana untuk menginvestasikan hingga US$300 juta dalam aset kripto.

Pada 28 November, Timur Suleimenov, ketua National Bank of Kazakhstan, mengatakan bahwa bank tersebut mungkin akan mengalokasikan dana dari National Fund dan cadangan devisanya ke dalam kripto.

Bank Sentral Kazakhstan Menimbang Waktu untuk Rencana Crypto

Namun, dia menekankan bahwa jumlah penuh mungkin tidak akan digunakan.

“Di tahap awal, kami akan mengelola cadangan emas dan devisa. Ini adalah uang yang benar-benar perlu dikelola. Sebagian di antaranya dalam bentuk emas, sebagian dalam bentuk sekuritas. Dalam portofolio ini, portofolio terpisah sudah dibuat, yang fokus pada investasi pada saham teknologi tinggi dan instrumen keuangan lain yang terkait dengan aset keuangan digital. Jumlahnya hingga US$300 juta. Ini tidak berarti kami langsung menginvestasikan US$300 juta; kami mungkin membatasi diri pada US$50 juta, US$100 juta, atau US$250 juta,” ucapnya dilaporkan.

Sementara itu, dia menyatakan bahwa koreksi terbaru di pasar aset digital membuat waktu untuk alokasi menjadi kurang pasti. Memang, harga Bitcoin telah turun lebih dari 17% selama bulan lalu di tengah volatilitas pasar yang lebih luas.

Mengingat hal ini, dia menyatakan bahwa bank sentral bermaksud menunggu kondisi stabil sebelum mengalokasikan dana ke industri kripto.

“Kami tidak akan membuat keputusan tanpa analisis menyeluruh. Kami sedang menganalisis. Kami tidak akan terburu-buru mengambil keputusan ini sampai peluang investasi yang baik muncul. Setelah penurunan saat ini pada semua aset digital, keuangan, dan kripto, kami perlu menunggu sampai situasinya stabil sebelum membuat keputusan investasi,” terang dia.

Inisiatif ini merupakan bagian dari perluasan yang lebih luas dari portofolio devisa bank sentral.

NBK berencana mendiversifikasi kepemilikannya, yang saat ini sangat bergantung pada emas dan sekuritas, dengan menambahkan saham teknologi tinggi dan instrumen keuangan yang terhubung dengan aset digital.

Suleimenov mengatakan investasi ini akan bersumber dari cadangan emas dan devisa bank alih-alih dari National Fund.

Sementara itu, pembahasan ini terjadi hampir tiga bulan setelah Tokayev menginstruksikan pembentukan cadangan negara strategis untuk aset digital. Layanan Pers Kepresidenan mengungkapkan cadangan ini harus fokus pada pasar mata uang kripto mengingat “realitas modern.”

Sejak itu, Kazakhstan telah memasuki ruang cadangan aset digital melalui Alem Crypto Fund miliknya. Negara ini, melalui kemitraan dengan Binance, telah membeli BNB.

Pertimbangan Kazakhstan ini sejalan dengan pergeseran yang lebih luas oleh beberapa institusi berdaulat, termasuk Amerika Serikat, untuk menguji atau mengumpulkan aset digital.

Sebelumnya bulan ini, Bank Nasional Ceko memperoleh aset digital senilai US$1 juta untuk portofolio uji, termasuk Bitcoin dan stablecoin yang tidak disebutkan namanya.

Secara keseluruhan, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah semakin menganggap aset digital sebagai alat yang layak untuk diversifikasi cadangan.

  •  

Arthur Hayes Ingatkan Risiko ‘Hedging Makro’ Tether Dapat Memicu Penurunan Ekuitas dalam Koreksi Bitcoin 30%

Co-founder BitMEX Arthur Hayes telah memperingatkan bahwa Tether berisiko mengalami insolvasi neraca jika cadangan Bitcoin dan emasnya mengalami penurunan hingga 30%.

Postingan Hayes pada 30 November menyoroti kerentanan struktural dalam alokasi aset terbaru Tether. Dia menyarankan bahwa perusahaan ini mengaitkan solvabilitasnya dengan kinerja aset risiko volatil daripada hanya mengandalkan stabilitas utang pemerintah.

Hayes Kritik Kepemilikan Emas dan Stablecoin Tether

Penilaian Hayes bersumber dari atestasi kuartal ketiga Tether 2025, yang mengungkapkan rotasi signifikan ke dalam agunan non-fiat. Laporan menunjukkan bahwa penerbit sekarang memiliki US$12,9 miliar dalam logam mulia dan US$9,9 miliar dalam Bitcoin.

Menurut Hayes, alokasi ini merupakan sebuah “perdagangan suku bunga” yang disengaja. Tesisnya mengatakan bahwa Tether sedang bersiap untuk pemotongan suku bunga Federal Reserve yang akan mengurangi hasil portofolio besar-besaran dari surat utang AS mereka.

“[Tether] berpikir bahwa The Fed akan memotong suku bunga, yang menghancurkan penghasilan bunga mereka. Sebagai respon, mereka membeli emas dan BTC yang seharusnya melonjak saat harga uang turun,” terang Hayes terang.

Namun, Hayes berpendapat bahwa strategi ini memperkenalkan risiko asimetris pada lapisan ekuitas tipis perusahaan.

Hayes menyatakan bahwa angka ini melebihi modal surplus Tether, yang membuat perusahaan ini secara teori insolvabel meskipun tetap likuid secara operasional.

Dia memperingatkan bahwa skenario semacam itu mungkin memaksa holder besar dan exchange untuk mengharapkan tampilan real-time dari neraca untuk menilai keamanan peg. Peringatan ini sejalan dengan keputusan S&P Global untuk memberikan USDT peringkat ‘5’, yang terendah dalam skala mereka.

Pelaku Industri Membela Tether

Para pendukung industri berpendapat bahwa tesis insolvabilitas mencampuradukkan akuntansi neraca dengan risiko likuiditas aktual.

Tran Hung, CEO UQUID Card, menolak peringatan tersebut sebagai cacat mendasar.

Dia menjelaskan bahwa sebagian besar dari neraca US$181,2 miliar Tether tetap diparkir dalam instrumen yang sangat likuid dan berisiko rendah. Faktanya, atestasi mengonfirmasi Tether memiliki US$112,4 miliar dalam Surat Utang Negara AS dan hampir US$21 miliar dalam perjanjian repo.

Tether USDT Stablecoin Reserves.
Cadangan Stablecoin Tether USDT. Sumber: Tether

Hung berargumen bahwa “Kas dan Setara Kas” ini menyediakan dinding likuiditas yang cukup untuk mencakup mayoritas mutlak dari USDT yang beredar.

Dengan mempertimbangkan hal ini, dia berpendapat bahwa Tether akan tetap sepenuhnya dapat ditebus bahkan jika penurunan pasar menghilangkan penyangga ekuitas korporatnya.

“Tether secara konsisten menunjukkan kapasitas penebusan yang kuat, termasuk US$25 miliar yang ditebus dalam hanya 20 hari selama krisis pasar 2022 (krisis FTX), salah satu ‘tes tekanan’ likuiditas terbesar dalam sejarah keuangan,” ujar Hung terang.

Sementara itu, Cory Klippsten, CEO Swan Bitcoin, menunjukkan bahwa leverage Tether lebih agresif daripada institusi keuangan tradisional.

Tether menjalankan leverage sekitar 26x dengan bantalan ekuitas 3,7%. Sekitar tiga perempat dari aset adalah utang pemerintah jangka pendek dan repo; seperempatnya adalah campuran dari BTC, emas, pinjaman, dan investasi yang buram,” ucap Klippsten.

Menurutnya, kerugian portofolio sebesar 4% akan menghapus ekuitas umum, sementara penurunan 16% dalam aset paling berisiko akan menghasilkan efek yang sama.

Namun, meskipun ada leverage struktural, dia menyarankan bahwa risiko ini diimbangi oleh profitabilitas Tether yang luar biasa. Memang, penerbit stablecoin ini berada di jalur untuk mencetak laba lebih dari US$15 miliar tahun ini.

Selain itu, Klippsten juga menyebut bahwa pemilik Tether baru-baru ini menarik dividen sebesar US$12 miliar. Mempertimbangkan hal ini, dia berpendapat mereka memiliki kapasitas untuk merekapitalisasi perusahaan dengan segera jika penyangga mereka pernah dilanggar.

  •  

November Adalah Bulan Terburuk Kedua Bitcoin di 2025

Bitcoin sedang menuju kinerja bulanan terburuk kedua tahun ini setelah jatuh 17,28% pada bulan November. Menurut data CoinGlass, ini menempatkan penurunan tersebut tepat di belakang penurunan sebesar 17,39% pada bulan Februari.

Yang menonjol, penurunan ini juga menandai penurunan terburuk Bitcoin pada bulan November sejak 2022, ketika kehilangan 16,23% dari nilainya.

Mengapa Harga Bitcoin Kesulitan Bulan November Ini

Menurut data dari BeInCrypto, Bitcoin memulai bulan November di sekitar US$110.000 setelah Oktober yang bergejolak yang mencatat rekor tertinggi US$126.000 namun juga menghapus sekitar US$20 miliar dalam nilai pasar.

Penurunan ini dimulai setelah Donald Trump memperluas tarif pada Cina pada 10 Oktober, mendorong penilaian ulang risiko secara menyeluruh di pasar global.

Kehormat ini berlanjut ke bulan November, dan penutupan pemerintah AS yang memecahkan rekor semakin memperburuk situasi dengan memperketat likuiditas di pasar tradisional.

Selain kondisi ekonomi makro, BTC juga dipengaruhi oleh arus institusional yang melemah.

Menurut data SoSo Value, Bitcoin ETF mencatat arus keluar sebesar US$3,48 miliar pada bulan November. Ini menandai arus keluar bulanan terbesar kedua sejak produk ini diluncurkan pada tahun 2024.

US Bitcoin ETFs Monthly Flows Since Launch.
Arus Bulanan Bitcoin ETF AS Sejak Peluncuran | Sumber: SoSo Value

Tren arus keluar ini dimulai dengan tenang pada paruh kedua bulan Oktober. Namun, ini meningkat pada bulan November ketika pasar global menyerap kondisi ekonomi makro yang lebih luas, mengurangi salah satu sumber permintaan paling andal dari aset tersebut.

Di saat yang sama, tekanan pasar diperburuk oleh kapitulasi investor jangka pendek.

Menurut Glassnode, kerugian terealisasi dari pemegang jangka pendek melonjak, dengan EMA 7-hari naik menjadi US$427 juta per hari. Level ini adalah yang tertinggi tercatat sejak November 2022.

The realized loss of short-term holders has surged, with the 7D-EMA reaching $427M/day, the highest level since Nov 2022.
Panic selling is elevated & clearly rising, now exceeding the loss levels seen at the last two major lows of this cycle.

📉 https://t.co/SRJVNc9X4D https://t.co/PNsnxUCGab pic.twitter.com/0HqLTXPeup

— glassnode (@glassnode) November 18, 2025

Saat itu, penjualan panik BTC merajalela, menghasilkan kerugian yang mirip dengan yang diamati pada dua titik rendah besar sebelumnya dalam siklus ini.

Data menunjukkan bahwa penjualan reaktif, bukan distribusi jangka panjang, menjadi titik tekanan utama penurunan terbaru Bitcoin.

Karena konvergensi poin ini, harga BTC sempat turun ke level terendah tujuh bulan di bawah US$80.000 selama bulan tersebut, sebelum pulih ke US$90.773 pada waktu publikasi.

Kinerja harga ini mencerminkan tekanan eksternal dan akumulasi stres struktural di pasar kripto.

  •  

Vitalik Buterin Warns Against Zcash Token Voting

Ethereum co-founder Vitalik Buterin is urging the Zcash community to avoid adopting token-based voting for governance.

In a November 30 post on X, he said token voting would push the system toward short-term price incentives at the expense of the long-term civil liberties the project aims to protect.

Buterin Flags Governance Risks to Privacy

Buterin linked his position to arguments he outlined in a 2021 essay on decentralized governance, noting that token-weighted systems carry vulnerabilities such as unbundled rights that make covert vote buying possible.

I hope Zcash resists the dark hand of token voting.

Token voting is bad in all kinds of ways (see https://t.co/Cvl7CFVgtc ); I think it's worse than Zcash's status quo.

Privacy is exactly the sort of thing that will erode over time if left to the median token holder. https://t.co/NbRqGLOrpj

— vitalik.eth (@VitalikButerin) November 30, 2025

He added that these mechanisms tend to concentrate influence among whales while leaving smaller holders with little accountability. Many smaller participants may vote without regard for the outcome if they believe their individual impact is negligible.

He described token voting as “bad in all kinds of ways,” saying it would be worse than Zcash’s existing structure.

“Privacy is exactly the sort of thing that will erode over time if left to the median token holder,” Buterin said.

Buterin’s remarks land amid a broader debate over how Zcash should select the Zcash Community Grants committee, a five-member group that reviews and approves major grants across the ecosystem.

Community Members Argue on Decentralized Governance

Some community members argue the current committee-based framework is outdated and should be replaced.

Mert Mumtaz, CEO of Helius and a pro-Zcash investor, said the debate underscores a broader governance issue.

Mumtaz argued that markets provide built-in correction mechanisms because poor decisions are punished through falling prices, shifting governance influence, and updating collective knowledge. He noted that committees lack that feedback loop and can remain detached from real-world outcomes.

He likened this separation to what Nassim Nicholas Taleb calls the “interventionista,” a bureaucrat making consequential decisions without bearing the associated risks.

By contrast, he noted that ancient Roman generals operated on the front lines, where survival depended directly on the quality of their decisions.

While acknowledging the flaws in token voting, Mumtaz said static committees present a deeper problem because they are “uncriticizable and account to no one.” He added that systems grounded in market dynamics adapt over time, whereas committees do not, arguing that “evolution wins long-term.”

Community members have echoed related concerns. Naval, a user on X, said third-party overseers introduce structural security flaws regardless of their independence.

Another user, Darklight, argued that market-based systems tend toward plutocracy and may fail to preserve civil liberties.

The governance dispute comes as Zcash attracts renewed market attention.

Data from BeInCrypto show the token has risen more than 1,000% in the last three months, reaching a high of $723 before retreating to current levels. Zcash trades near $448 at press time after falling more than 20% in the past week.

The post Vitalik Buterin Warns Against Zcash Token Voting appeared first on BeInCrypto.

  •  

Kazakhstan Prepares for Potential $300 Million Crypto Investment

Kazakhstan’s central bank is weighing a plan to invest up to $300 million in cryptocurrency assets.

On November 28, Timur Suleimenov, chairman of the National Bank of Kazakhstan, said the bank could allocate funds from the National Fund and its foreign-exchange reserves into crypto.

Kazakhstan’s Central Bank Weighs Timing for Crypto Plan

However, he emphasized that the full amount may not be used.

“In the first stage, we’ll be managing gold and foreign exchange reserves. This is the same money that needs to be managed. Some of it is in gold, some in securities. Within this portfolio, a separate portfolio has already been created, focusing on investments in high-tech stocks and other financial instruments related to digital financial assets. The amounts are up to $300 million. This doesn’t mean we’ve just invested $300 million; we might limit ourselves to $50 million, $100 million, or $250 million,” he reportedly said.

Meanwhile, he said the recent pullback across digital asset markets has made the timing of any allocation less certain. Indeed, Bitcoin price has declined by more than 17% during the past month amid broader market volatility.

Considering this, he stated that the central bank intends to wait for conditions to stabilize before committing funds to the industry.

“We won’t make any decisions without thorough analysis. We’re analyzing. We won’t rush these decisions until good investment opportunities emerge. After the current decline in all digital, financial, and crypto assets, we need to let the dust settle before making investment decisions,” He explained

The initiative forms part of a broader expansion of the central bank’s foreign-exchange portfolio.

The NBK plans to diversify its holdings, which currently rely heavily on gold and securities, by adding high-tech stocks and financial instruments linked to digital assets.

Suleimenov said the investment would be sourced from the bank’s gold and foreign-exchange reserves rather than the National Fund.

Meanwhile, the deliberations come nearly three months after Tokayev instructed the creation of a strategic state reserve for digital assets. The Presidential Press Service said the reserve should focus on cryptocurrency markets given “modern realities.”

Since then, Kazakhstan has entered the digital asset reserve space through its Alem Crypto Fund. The country, through a partnership with Binance, has purchased BNB.

Kazakhstan’s consideration aligns with a broader shift by some sovereign institutions, including that of the United States, toward testing or accumulating digital assets.

Earlier this month, the Czech National Bank acquired $1 million worth of digital assets for a test portfolio, including Bitcoin and an unnamed stablecoin.

Taken together, these moves indicate that governments are increasingly viewing digital assets as a viable tool for reserve diversification.

The post Kazakhstan Prepares for Potential $300 Million Crypto Investment appeared first on BeInCrypto.

  •