Normal view

Senat AS Tunda RUU Struktur Pasar Aset Kripto hingga 2026

16 December 2025 at 06:52

Senat AS kembali menunda RUU Struktur Pasar Kripto yang telah lama dinantikan, dan akan mempertimbangkan secara final pada awal 2026. Para anggota legislatif kehabisan waktu sidang, karena perdebatan internal memperlambat tercapainya kesepakatan terkait sejumlah ketentuan penting.

Penundaan ini membuat ketidakpastian regulasi semakin lama untuk exchange aset kripto, penerbit, serta investor institusi yang beroperasi di AS.

Kenapa RUU Struktur Pasar Aset Kripto Ditunda

RUU ini, yang mengacu pada Digital Asset Market Clarity (CLARITY) Act versi DPR, bertujuan menentukan bagaimana aset digital akan diatur. Regulasi ini juga secara resmi membagi pengawasan antara Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC).

Namun, perbedaan pendapat yang belum terselesaikan tentang yurisdiksi, pengawasan DeFi, dan perlindungan konsumen memperlambat kemajuan pembahasan.

🚨NEW: In a statement, a Senate Banking Committee spokesperson confirmed my reporting from this AM that @BankingGOP will not hold a market structure markup this year:

“Chairman Scott and the Senate Banking Committee have made strong progress with Democratic counterparts on… pic.twitter.com/op5rIyMn3d

— Eleanor Terrett (@EleanorTerrett) December 15, 2025

Negosiator Senat kesulitan menemukan jalan tengah antara Komite Perbankan dan Komite Pertanian. Dua komite ini mengawasi SEC dan CFTC, dan keduanya sama-sama mengklaim otoritas atas pasar spot kripto.

Akibatnya, para legislator tidak berhasil merampungkan perumusan aturan yang didukung kedua pihak sebelum sesi berakhir.

Regulasi DeFi pun menjadi salah satu pembahasan yang alot. Beberapa senator mengusulkan agar protokol decentralized tanpa perantara pengendali memperoleh pengecualian.

Sementara itu, senator lain memperingatkan bahwa pengecualian yang terlalu luas bisa melemahkan penegakan hukum dan memunculkan celah regulasi.

Kelompok advokasi konsumen juga menambah tekanan dengan menentang sebagian isi RUU ini. Mereka berpendapat kerangka regulasi ini memindahkan kekuasaan dari SEC serta berisiko melemahkan perlindungan investor setelah beberapa kegagalan besar aset kripto.

Penolakan itu akhirnya mendorong revisi tambahan dan memperlambat proses negosiasi.

Meski tertunda, RUU ini sangat berbeda dari beberapa regulasi kripto lain yang sudah disahkan. Tidak seperti GENIUS Act, yang hanya berfokus pada stablecoin, RUU struktur pasar ini justru mengatur seluruh ekosistem perdagangan aset kripto.

RUU tersebut juga menetapkan aturan untuk exchange, broker, penyedia kustodi, dan penerbit token di bawah satu kerangka federal yang terpadu.

RUU ini bahkan lebih maju daripada regulasi berbasis penegakan hukum saja. RUU ini memperkenalkan standar klasifikasi aset secara formal, dan mengurangi ketergantungan pada putusan pengadilan untuk menentukan apakah suatu token tergolong sekuritas atau komoditas.

Para legislator menyatakan bahwa pendekatan ini akan menggantikan ketidakpastian hukum dengan kejelasan berdasarkan undang-undang.

Bagaimana Gencatan Senjata Rusia–Ukraina Berpotensi Mempengaruhi Pasar Aset Kripto

16 December 2025 at 06:22

Upaya diplomatik untuk mengakhiri perang Rusia–Ukraina terlihat semakin maju pada hari Senin, saat pejabat AS, Ukraina, dan Eropa menguraikan dasar-dasar kemungkinan gencatan senjata dan kerangka keamanan pasca-perang.

Perkembangan ini menjadi salah satu kemajuan diplomatik paling signifikan sejak konflik dimulai. Tanda-tanda positif ini sudah mendorong investor untuk menilai ulang risiko geopolitik di seluruh pasar global, termasuk aset kripto.

Bagi kripto, yang belakangan ini mengalami penurunan tajam akibat dinamika risk-off global, gencatan senjata bisa mengubah sentimen, tapi tetap ada beberapa catatan penting.

Momentum Diplomatik Meningkat untuk Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

Negosiator dari Ukraina, AS, dan sekutu utama Eropa bertemu di Berlin minggu ini dalam putaran diskusi intensif yang fokus untuk mengakhiri permusuhan dan mencegah konflik kembali terjadi.

Pejabat yang terlibat dalam diskusi tersebut menyebutkan kemajuan sebagai hal yang signifikan, dengan kesepakatan pada sebagian besar elemen yang diusulkan dalam kerangka perdamaian.

Pejabat AS mengonfirmasi bahwa Washington telah sepakat untuk mendukung jaminan keamanan bermakna bagi Ukraina sebagai bagian dari perjanjian damai, menjawab permintaan Kyiv selama ini untuk perlindungan dari agresi di masa depan.

Flood of positive-sounding headlines as US official briefs media on Ukraine talks, says 90% of issues solved, Polymarket pricing just 3% odds of ceasefire this year pic.twitter.com/IMVlegXJGW

— db (@tier10k) December 15, 2025

Menurut pejabat yang tahu jalannya perundingan, negosiator kini sepakat untuk sekitar 90% dari kerangka yang diajukan.

Namun, perbedaan yang tersisa berpusat pada pertanyaan wilayah di Ukraina timur, terutama di wilayah Donetsk.

Pemimpin Eropa semakin menegaskan dorongan diplomasi dengan menyetujui rencana pembentukan pasukan multinasional yang dipimpin Eropa untuk membantu menstabilkan Ukraina jika gencatan senjata tercapai. Usulan ini juga mencakup mekanisme pemantauan dan verifikasi yang didukung AS untuk memantau kepatuhan gencatan senjata dan merespons pelanggaran.

Most recent polls suggest that only 38% of Ukraine's population are in favor of giving up any territory, even if it means the war must drag on. pic.twitter.com/kSsAPc6ZsS

— SPRAVDI — Stratcom Centre (@StratcomCentre) December 11, 2025

Opini publik di Ukraina tetap menjadi batasan dalam perundingan. Survei yang dikutip oleh Reuters menunjukkan mayoritas warga Ukraina menolak kompromi wilayah besar atau adanya batasan pada kemampuan militer negara, kecuali ada komitmen keamanan yang tegas dan bisa ditegakkan.

Pertempuran tetap berlangsung meski ada negosiasi

Walaupun pembicaraan diplomatik berjalan maju, operasi militer belum berhenti. Pada hari Senin, pasukan Ukraina melancarkan serangan tambahan menggunakan drone jarak jauh terhadap infrastruktur minyak Rusia di Laut Kaspia, sehingga mengganggu produksi di beberapa platform utama untuk ketiga kalinya dalam beberapa hari belakangan.

Serangan ini menyoroti strategi Kyiv untuk memberi tekanan ekonomi pada pendapatan energi Rusia ketika negosiasi belum mencapai hasil.

Ukraine has opened another front against Russia. Ukraine has begun striking Russian oil platforms and ships in the Caspian Sea. Russia is helpless to stop these Ukrainian drone and missile attacks. pic.twitter.com/bD3YW5Yg4P

— Jake Broe (@RealJakeBroe) December 14, 2025

Ukraina juga mengklaim telah mengenai kapal selam kelas Kilo milik Rusia di pelabuhan Novorossiysk menggunakan drone bawah laut.

Jika terbukti benar, hal ini akan menunjukkan semakin canggihnya kemampuan angkatan laut asimetris Ukraina. Verifikasi independen atas klaim tersebut masih terbatas, sementara pejabat Rusia membantah adanya kerusakan.

Apa Arti Gencatan Senjata untuk Pasar Aset Kripto

1. Permintaan Safe-Haven Berkurang dan Minat Risiko Meningkat

Sebuah gencatan senjata yang kredibel akan menghilangkan salah satu sumber risiko besar di dunia. Di pasar dengan sentimen risiko sebagai penggerak utama, penurunan eskalasi seperti ini dapat:

  • Menambah daya tarik pada aset berisiko secara luas, sehingga menurunkan permintaan terhadap aset safe haven tradisional seperti US Treasuries dan US dollar.
  • Mendukung aset seperti Bitcoin dan altcoin besar karena investor mulai kembali memilih investasi dengan risiko lebih tinggi.
  • Menurunkan volatilitas yang diharapkan di pasar saham dan aset digital.

Mekanismenya sederhana: dengan risiko geopolitik yang berkurang, dana yang sebelumnya mencari keamanan bisa kembali masuk ke aset berisiko, sehingga berpotensi mendorong harga Bitcoin dan Ethereum naik. Selera risiko yang lebih besar juga bisa menguntungkan altcoin, yang biasanya melesat lebih tinggi saat pasar mulai pulih.

Peluang Gencatan Senjata Rusia-Ukraina di Polymarket Sebelum Awal 2026 Meningkat | Sumber: Polymarket

2. Narasi Energi dan Inflasi

Gencatan senjata berkelanjutan juga bisa memengaruhi pasar komoditas, khususnya jika tekanan pada harga energi menurun. Harga energi global yang turun atau stabil dapat:

  • Menurunkan ekspektasi inflasi di Eropa dan wilayah lain.
  • Mengurangi tekanan pada bank sentral untuk tetap menjalankan kebijakan ketat.
  • Membuka peluang kelonggaran likuiditas lebih lanjut, yang secara historis mendukung valuasi lebih tinggi untuk aset berisiko seperti aset kripto.

Namun, transmisi pengaruh ini tidak langsung maupun instan. Semua tergantung pada seberapa cepat pasar melihat perubahan struktural di pasar energi dan arah kebijakan bank sentral.

Apa Saja yang Bisa Membatasi Pemulihan Aset Kripto

Meski gencatan senjata dapat menurunkan risiko geopolitik, hal ini tidak sepenuhnya mampu menangkal tekanan ekonomi makro yang memengaruhi pasar aset kripto beberapa bulan terakhir:

  • Ketidakpastian bank sentral yang terus berlanjut: Jika Bank of Japan melanjutkan pengetatan dan data Amerika Serikat terus menunjukkan inflasi yang membandel, maka likuiditas bisa tetap terbatas, sehingga kenaikan pada aset berisiko bisa tertahan.
  • Posisi pasar derivatif: Leverage jadi pemicu utama penurunan aset kripto di masa lalu. Reli sesaat bisa memicu pembukaan posisi baru serta funding rate yang tinggi, tapi bisa saja terbalik jika tekanan ekonomi makro kembali muncul.
  • Kondisi likuiditas: Gencatan senjata memang kabar baik, namun reli harga aset yang berkelanjutan membutuhkan likuiditas yang cukup besar. Tanpa sinyal yang lebih jelas tentang pelonggaran kondisi keuangan, aset kripto mungkin hanya akan mengalami reli singkat sementara.
Penurunan Bitcoin Saat Rusia Menyerang Ukraina Tahun 2022 | Sumber: Reuters

Gencatan senjata memang positif, namun belum cukup

Kesepakatan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina akan menjadi perubahan besar di dunia geopolitik serta awalnya bisa mendongkrak aset berisiko, termasuk aset kripto. 

Namun, dampak lebih luas terhadap pasar aset kripto sangat bergantung pada bagaimana gencatan senjata ini bersinggungan dengan kondisi likuiditas, ekspektasi kebijakan bank sentral, dan selera risiko global.

Dalam jangka pendek, aset kripto bisa mendapat reli relief yang berarti, didorong oleh sentimen dan pergeseran risiko. 

Untuk jangka menengah, tren pasar mungkin akan bergantung pada apakah hasil gencatan senjata benar-benar mampu meredakan tekanan inflasi dan likuiditas — karena faktor makro ini menjadi pendorong utama perubahan aset digital dalam beberapa bulan terakhir.

5 Alasan Bitcoin Turun ke US$85.000 dan Kenapa Penurunan Lebih Lanjut Masih Mungkin Terjadi

16 December 2025 at 03:15

Bitcoin turun ke level US$85.000 pada 15 Desember, memperpanjang penurunan terbarunya seiring risiko ekonomi makro global, peluruhan leverage, dan likuiditas tipis bertemu dalam waktu bersamaan. Penurunan ini menghapus lebih dari US$100 miliar dari total kapitalisasi pasar aset kripto hanya dalam beberapa hari, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah aksi jual ini sudah selesai.

Walau tidak ada satu pemicu tunggal, lima faktor yang saling tumpang tindih mendorong Bitcoin turun dan bisa terus memberi tekanan pada harga dalam waktu dekat.

Ketakutan Kenaikan Suku Bunga Bank of Japan Picu De-Risking Global

Pendorong ekonomi makro terbesar datang dari Jepang. Pasar bergerak lebih dulu sebelum Bank of Japan yang diprediksi luas akan menaikkan suku bunga minggu ini, yang akan membawa suku bunga kebijakan Jepang ke level tertinggi dalam puluhan tahun terakhir.

Bahkan kenaikan yang kecil sekalipun berdampak besar karena Jepang selama ini jadi sumber dana bagi pasar risiko global melalui yen carry trade.

🚨 JAPAN WILL CRASH BITCOIN IN 5 DAYS!!!

People are seriously underestimating what Japan is about to do to Bitcoin.

The Bank of Japan is expected to raise rates again on Dec 19.

That might not sound like a big deal… until you remember one thing:

Japan is the largest holder… pic.twitter.com/0a9Aimfn88

— NoLimit (@NoLimitGains) December 14, 2025

Selama bertahun-tahun, investor meminjam yen murah untuk membeli aset berisiko tinggi seperti saham dan aset kripto. Saat suku bunga Jepang naik, aktivitas ini pun berbalik. Investor menjual aset risiko demi membayar kembali utang yen.

Bitcoin sebelumnya juga sudah merespons dengan tajam terhadap kenaikan suku bunga BOJ. Dalam tiga kejadian terakhir, BTC turun antara 20% hingga 30% dalam beberapa minggu setelahnya. Trader sudah mulai mengantisipasi pola historis itu sebelum keputusan dikeluarkan, sehingga Bitcoin pun menurun lebih dulu.

Bank of Japan is about to hike rates with 0.25% on December 19

Bitcoin dumped the last 3 times the BoJ hiked interest rates:

March 2024 → -27%
July 2024 → -30%
January 2025 → -30% pic.twitter.com/GNjHyUIV3d

— Quinten | 048.eth (@QuintenFrancois) December 15, 2025

Data Ekonomi AS Kembali Picu Ketidakpastian Kebijakan

Pada saat yang sama, para trader mengurangi risiko menjelang jadwal padat data makroekonomi Amerika Serikat, termasuk data inflasi dan ketenagakerjaan.

The Fed baru-baru ini memangkas suku bunga, tapi pejabatnya menyampaikan sikap hati-hati soal kecepatan pelonggaran ke depan. Ketidakpastian itu berdampak bagi Bitcoin, yang kini makin sering diperdagangkan sebagai aset makro sensitif likuiditas daripada sekadar lindung nilai terpisah.

Dengan inflasi masih di atas target dan data ketenagakerjaan yang diprediksi melemah, pasar kesulitan memprediksi langkah The Fed berikutnya. Keraguan tersebut mengurangi permintaan spekulatif dan membuat trader jangka pendek memilih menunggu.

Akibatnya, Bitcoin kehilangan momentum tepat saat mendekati level teknikal kunci.

MACRO DATA TOMORROW 👇

– 🇪🇺 GDP (Q2)
– 🇺🇸 Nonfarm Payrolls (Aug)
– 🇺🇸 Unemployment Rate (Aug)

MORE VOLATILITY INCOMING! pic.twitter.com/eiVJI7Bmxx

— Mister Crypto (@misterrcrypto) September 4, 2025

Likuidasi Leverage Besar Mempercepat Penurunan

Begitu Bitcoin menembus di bawah US$90.000, aksi jual paksa pun terjadi.

Data derivatif menunjukkan lebih dari US$200 juta posisi long leverage dilikuidasi dalam hitungan jam. Trader long sebelumnya membuka posisi optimistis usai pemangkasan suku bunga oleh The Fed awal bulan ini.

Ketika harga melemah, sistem likuidasi otomatis menjual Bitcoin untuk menutup kerugian. Penjualan ini membuat harga makin jatuh, menimbulkan likuidasi beruntun dalam efek umpan balik.

Efek mekanis ini menjelaskan kenapa pergerakan harga terjadi secara cepat dan tajam, bukan bertahap.

Likuidasi Kripto Pada 15 Desember | Sumber: Coinglass

Likuiditas Tipis di Akhir Pekan Memperbesar Ayunan Harga

Waktu terjadinya aksi jual membuat situasi makin parah.

Bitcoin terkoreksi di saat perdagangan akhir pekan yang tipis, ketika likuiditas biasanya lebih rendah dan order book juga dangkal. Dalam kondisi seperti itu, order jual yang tak terlalu besar pun bisa menggerakkan harga dengan agresif.

Holder besar dan desk derivatif mengurangi eksposur saat likuiditas kecil, sehingga volatilitas pun makin tinggi. Dinamika ini membuat Bitcoin tergelincir dari kisaran rendah US$90.000 menuju US$85.000 dalam waktu singkat.

Penurunan saat akhir pekan seringkali tampak dramatis meski fundamental pasar secara umum tidak berubah.

Grafik Harga Bitcoin | Sumber: CoinGecko

Penjualan Bitcoin oleh Wintermute Menambah Tekanan di Pasar Spot

Ketegangan struktur pasar bertambah akibat penjualan besar-besaran dari Wintermute, salah satu market maker terbesar di industri kripto.

Selama aksi jual, data on-chain dan pasar menunjukkan Wintermute melepas sejumlah besar Bitcoin — diperkirakan bernilai lebih dari US$1,5 miliar — ke exchange terpusat. Perusahaan ini dilaporkan menjual BTC untuk menyeimbangkan risiko dan menutup eksposur setelah volatilitas dan kerugian di pasar derivatif baru-baru ini.

Karena Wintermute menjadi penyedia likuiditas di pasar spot maupun derivatif, aksi jualnya punya dampak besar.

Wintermute Mengirim Bitcoin ke Exchange Terpusat | Sumber: Arkham

Waktu penjualan juga sangat berpengaruh. Aktivitas Wintermute terjadi saat kondisi likuiditas rendah, sehingga memperbesar pergerakan penurunan dan mempercepat penurunan harga Bitcoin menuju US$85.000.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Apakah Bitcoin turun lebih dalam sekarang bergantung pada tindak lanjut situasi ekonomi makro, bukan berita spesifik soal kripto.

Jika Bank of Japan mengonfirmasi kenaikan suku bunga dan imbal hasil global naik, Bitcoin bisa tetap tertekan karena perdagangan carry trade semakin dibuka. Nilai yen yang kuat juga bakal menambah tekanan tersebut.

tapi jika pasar sudah memasukkan pergerakan ini secara penuh dan data AS mulai melemah sehingga harapan pemangkasan suku bunga muncul lagi, Bitcoin bisa stabil setelah fase likuidasi selesai.

Untuk saat ini, aksi jual pada 15 Desember mencerminkan penyesuaian karena faktor makro, bukan kegagalan struktur pasar kripto — namun volatilitas nampaknya tidak akan langsung mereda.

US Senate Delays Crypto Market Structure Bill Until 2026

16 December 2025 at 06:52

The US Senate has delayed the long-awaited Crypto Market Structure Bill, pushing final consideration into early 2026. Lawmakers ran out of legislative time as internal disputes stalled consensus on key provisions.

The delay prolongs regulatory uncertainty for crypto exchanges, issuers, and institutional investors operating in the US.

Why the Crypto Market Structure Bill Was Delayed

The bill, built on the House-passed Digital Asset Market Clarity (CLARITY) Act, aims to define how digital assets are regulated. It would formally split oversight between the Securities and Exchange Commission and the Commodity Futures Trading Commission.

However, unresolved disagreements over jurisdiction, DeFi oversight, and consumer protections slowed progress.

🚨NEW: In a statement, a Senate Banking Committee spokesperson confirmed my reporting from this AM that @BankingGOP will not hold a market structure markup this year:

“Chairman Scott and the Senate Banking Committee have made strong progress with Democratic counterparts on… pic.twitter.com/op5rIyMn3d

— Eleanor Terrett (@EleanorTerrett) December 15, 2025

Senate negotiators struggled to reconcile differences between the Banking and Agriculture committees. These committees oversee the SEC and CFTC respectively, and both claim authority over crypto spot markets.

As a result, lawmakers could not finalize language that both sides supported before the session ended.

DeFi regulation also emerged as a major sticking point. Some senators pushed for exemptions for decentralized protocols with no controlling intermediary.

Others warned that broad exemptions could weaken enforcement and create regulatory gaps.

Consumer advocacy groups added pressure by opposing parts of the bill. They argue the framework shifts power away from the SEC and risks weakening investor protections after several high-profile crypto failures.

This opposition prompted further revisions and slowed negotiations.

Despite the delay, the bill differs sharply from other crypto legislation already passed. Unlike the GENIUS Act, which focuses narrowly on stablecoins, the market structure bill targets the entire crypto trading ecosystem.

It sets rules for exchanges, brokers, custody providers, and token issuers under a unified federal framework.

The bill also goes further than enforcement-led regulation. It introduces formal asset classification standards and limits reliance on court rulings to define whether tokens are securities or commodities.

Lawmakers say this approach would replace regulatory uncertainty with statutory clarity.

The post US Senate Delays Crypto Market Structure Bill Until 2026 appeared first on BeInCrypto.

How a Potential Russia–Ukraine Ceasefire Could Impact Crypto Markets

16 December 2025 at 06:22

Diplomatic efforts to end the Russia–Ukraine war gained visible momentum on Monday, as US, Ukrainian, and European officials outlined the foundations of a possible ceasefire and post-war security framework.

The developments mark one of the most substantive diplomatic advances since the conflict began. The positive signs are already prompting investors to reassess geopolitical risk across global markets, including cryptocurrencies.

For crypto, which has recently suffered sharp declines tied to global risk-off dynamics, a ceasefire could alter sentiment, but not without important caveats.

Diplomatic Momentum Builds For Russian-Ukraine Ceasefire

Negotiators from Ukraine, the US, and key European allies met in Berlin this week for an intensive round of talks focused on ending hostilities and preventing renewed conflict. 

Officials involved in the discussions described progress as significant, with alignment reached on most elements of a proposed framework.

US officials confirmed that Washington has agreed to support meaningful security guarantees for Ukraine as part of a peace arrangement, addressing Kyiv’s long-standing demand for protection against future aggression. 

Flood of positive-sounding headlines as US official briefs media on Ukraine talks, says 90% of issues solved, Polymarket pricing just 3% odds of ceasefire this year pic.twitter.com/IMVlegXJGW

— db (@tier10k) December 15, 2025

According to officials familiar with the talks, negotiators are now aligned on roughly 90% of the framework. 

However, remaining disagreements centered on territorial questions in eastern Ukraine, particularly in the Donetsk region.

European leaders reinforced the diplomatic push by endorsing plans for a European-led multinational force that would assist in stabilizing Ukraine if a ceasefire holds. The proposal also includes a US-backed monitoring and verification mechanism designed to oversee ceasefire compliance and respond to violations.

Most recent polls suggest that only 38% of Ukraine's population are in favor of giving up any territory, even if it means the war must drag on. pic.twitter.com/kSsAPc6ZsS

— SPRAVDI — Stratcom Centre (@StratcomCentre) December 11, 2025

Public opinion inside Ukraine continues to act as a constraint on negotiations. Polling cited by Reuters shows that most Ukrainians oppose major territorial concessions or limits on the country’s military capabilities unless backed by firm and enforceable security commitments.

Fighting Continues Despite Negotiations

Even as diplomacy advances, military operations have not paused. On Monday, Ukrainian forces carried out additional long-range drone strikes against Russian oil infrastructure in the Caspian Sea, disrupting production at key platforms for the third time in recent days. 

The attacks highlight Kyiv’s strategy of applying economic pressure on Russia’s energy revenues while negotiations remain unresolved.

Ukraine has opened another front against Russia. Ukraine has begun striking Russian oil platforms and ships in the Caspian Sea. Russia is helpless to stop these Ukrainian drone and missile attacks. pic.twitter.com/bD3YW5Yg4P

— Jake Broe (@RealJakeBroe) December 14, 2025

Ukraine also claimed it struck a Russian Kilo-class submarine in the port of Novorossiysk using underwater drones. 

If confirmed, would underscore the growing sophistication of Ukraine’s asymmetric naval capabilities. Independent verification of the claim remains limited, and Russian officials have denied damage.

What a Ceasefire Could Mean for Crypto Markets

1. Reduced Safe-Haven Demand, Improved Risk Appetite

A credible ceasefire would remove one of the largest sources of global tail risk. In markets where risk sentiment is a major driver, such a de-escalation can:

  • Boost risk assets broadly, reducing demand for traditional safe havens like the US Treasuries and the US dollar.
  • Support assets like Bitcoin and major altcoins as investors rotate back toward higher-beta investments.
  • Lower implied volatility across equity and digital asset markets.

The mechanics are straightforward: with reduced geopolitical risk, funds that fled to safety may redeploy into risk assets, potentially lifting Bitcoin and Ethereum prices. A stronger risk appetite could also benefit altcoins, which tend to outperform in relief rallies.

Polymarket Odds On Russia-Ukraine Ceasefire By Early 2026 Have Increased. Source: Polymarket

2. Energy and Inflation Narrative

A sustained ceasefire could also affect commodity markets, especially if it lessens pressure on energy prices. Lower or stabilized global energy prices could:

  • Dampen inflation expectations in Europe and elsewhere.
  • Reduce pressure on central banks to maintain restrictive policy settings.
  • Allow liquidity conditions to ease further, which historically has supported higher valuations in risk assets such as cryptocurrencies.

However, this transmission is neither direct nor immediate. It depends on how quickly markets perceive structural changes in energy markets and central bank policy trajectories.

What Might Limit the Crypto Recovery

While a ceasefire can reduce geopolitical risk, it cannot fully offset macro headwinds that influenced crypto markets over the past months:

  • Persisting central bank uncertainty: If the Bank of Japan proceeds with tightening and the US data continues to suggest sticky inflation, liquidity could remain constrained, muting upside in risk assets.
  • Derivative market positioning: Leverage has been a significant catalyst of past crypto declines. Relief rallies can trigger fresh positioning and high funding rates, only to be reversed if macro forces reassert.
  • Liquidity conditions: A ceasefire is good news, but sustained asset price rallies require ample liquidity. Without clearer signals of easing financial conditions, crypto assets may see only transient relief moves.
Bitcoin Dip When Russia Invaded Ukraine in 2022. Source: Reuters

A Ceasefire Would Be Positive, But Not Sufficient

An agreed ceasefire between Russia and Ukraine would mark a monumental shift in geopolitics and initially bolster risk assets, including cryptocurrencies. 

However, the broader impact on crypto markets will depend heavily on how the ceasefire intersects with liquidity conditions, central bank policy expectations, and global risk appetite.

In the short term, crypto could see a meaningful relief rally, driven by sentiment and risk reallocation. 

Over the medium term, the trend will likely hinge on whether ceasefire outcomes tangibly ease inflation and liquidity pressures — the primary macro drivers that have influenced digital assets in recent months.

The post How a Potential Russia–Ukraine Ceasefire Could Impact Crypto Markets appeared first on BeInCrypto.

5 Reasons Bitcoin Fell to $85,000 and Why More Downside Is Possible

16 December 2025 at 03:15

Bitcoin slid to the $85,000 level on December 15, extending its recent decline as global macro risks, leverage unwinding, and thin liquidity collided. The drop erased more than $100 billion from the total crypto market cap in just days, raising questions about whether the sell-off has finished.

While no single catalyst caused the move, five overlapping forces pushed Bitcoin lower and could keep pressure on prices in the near term.

Bank of Japan Rate Hike Fears Triggered Global De-Risking

The biggest macro driver came from Japan. Markets moved ahead of a widely expected Bank of Japan rate hike later this week, which would take Japanese policy rates to levels unseen in decades. 

Even a modest hike matters because Japan has long fueled global risk markets through the yen carry trade.

🚨 JAPAN WILL CRASH BITCOIN IN 5 DAYS!!!

People are seriously underestimating what Japan is about to do to Bitcoin.

The Bank of Japan is expected to raise rates again on Dec 19.

That might not sound like a big deal… until you remember one thing:

Japan is the largest holder… pic.twitter.com/0a9Aimfn88

— NoLimit (@NoLimitGains) December 14, 2025

For years, investors borrowed cheap yen to buy higher-risk assets such as equities and crypto. As Japanese rates rise, that trade unwinds. Investors sell risk assets to repay yen liabilities.

Bitcoin has reacted sharply to previous BOJ hikes. In the last three instances, BTC fell between 20% and 30% in the weeks that followed. Traders began pricing in that historical pattern before the decision, pushing Bitcoin lower in advance.

Bank of Japan is about to hike rates with 0.25% on December 19

Bitcoin dumped the last 3 times the BoJ hiked interest rates:

March 2024 → -27%
July 2024 → -30%
January 2025 → -30% pic.twitter.com/GNjHyUIV3d

— Quinten | 048.eth (@QuintenFrancois) December 15, 2025

US Economic Data Reintroduces Policy Uncertainty

At the same time, traders pulled back risk ahead of a dense slate of US macro data, including inflation and labor market figures.

The Federal Reserve recently cut rates, but officials signaled caution about the pace of future easing. That uncertainty matters for Bitcoin, which has increasingly traded as a liquidity-sensitive macro asset rather than a standalone hedge.

With inflation still above target and jobs data expected to weaken, markets struggled to price the Fed’s next move. That hesitation reduced speculative demand and encouraged short-term traders to step aside.

As a result, Bitcoin lost momentum just as it approached key technical levels.

MACRO DATA TOMORROW 👇

– 🇪🇺 GDP (Q2)
– 🇺🇸 Nonfarm Payrolls (Aug)
– 🇺🇸 Unemployment Rate (Aug)

MORE VOLATILITY INCOMING! pic.twitter.com/eiVJI7Bmxx

— Mister Crypto (@misterrcrypto) September 4, 2025

Heavy Leverage Liquidations Accelerated the Decline

Once Bitcoin broke below $90,000, forced selling took over.

More than $200 million in leveraged long positions were liquidated within hours, according to derivatives data. Long traders had crowded into bullish bets after the Fed’s rate cut earlier this month.

When prices slipped, liquidation engines sold Bitcoin automatically to cover losses. That selling pushed prices lower, triggering further liquidations in a feedback loop.

This mechanical effect explains why the move was fast and sharp rather than gradual.

Crypto Liquidations On December 15. Source: Coinglass

Thin Weekend Liquidity Magnified Price Swings

The timing of the sell-off made it worse.

Bitcoin broke down during thin weekend trading, when liquidity is typically lower and order books are shallow. In those conditions, relatively small sell orders can move prices aggressively.

Large holders and derivatives desks reduced exposure into low liquidity, amplifying volatility. That dynamic helped pull Bitcoin from the low-$90,000 range toward $85,000 in a short window.

Weekend breakdowns often look dramatic even when broader fundamentals remain unchanged.

Bitcoin Price Chart. Source: CoinGecko

Wintermute’s Bitcoin Sales Added Spot-Market Pressure

Market structure stress was compounded by significant selling from Wintermute, one of the crypto industry’s largest market makers.

During the sell-off, on-chain and market data showed Wintermute offloading a large amount of Bitcoin — estimated at over $1.5 billion worth — across centralized exchanges. The firm reportedly sold BTC to rebalance risk and cover exposure following recent volatility and losses in derivatives markets.

Because Wintermute provides liquidity across both spot and derivatives venues, its selling carried outsized impact. 

Wintermute Sending Bitcoin to Centralized Exchanges. Source: Arkham

The timing of the sales also mattered. Wintermute’s activity occurred during low-liquidity conditions, amplifying downside moves and accelerating Bitcoin’s slide toward $85,000.

What Happens Next?

Whether Bitcoin drops further now depends on macro follow-through, not crypto-specific news.

If the Bank of Japan confirms a rate hike and global yields rise, Bitcoin could remain under pressure as carry trades unwind further. A strong yen would add to that stress.

However, if markets fully price in the move and US data softens enough to revive rate-cut expectations, Bitcoin could stabilize after the liquidation phase ends.

For now, the December 15 sell-off reflects a macro-driven reset, not a structural failure of the crypto market — but volatility is unlikely to fade quickly.

The post 5 Reasons Bitcoin Fell to $85,000 and Why More Downside Is Possible appeared first on BeInCrypto.

Di Balik Perang Dingin Kripto Putin: Cara Rusia Menghindari Sanksi Barat pada 2025

13 December 2025 at 07:29

Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung hampir 4 tahun. Sanksi Barat awalnya bertujuan untuk mengisolasi Rusia secara finansial. Tapi, sanksi ini justru memaksa Rusia untuk beradaptasi.

Pada tahun 2025, BeInCrypto mulai mendokumentasikan bagaimana Rusia dan aktor-aktor yang terkait dengan Rusia membangun kembali jalur pembayaran dengan menggunakan aset kripto. Yang muncul bukan hanya satu exchange atau satu token, tapi sebuah sistem tangguh yang dirancang agar bisa bertahan dari pembekuan, penyitaan, ataupun keterlambatan penegakan hukum.

Investigasi ini merekonstruksi sistem tersebut secara kronologis, berdasarkan analisis forensik on-chain dan wawancara dengan para penyidik yang melacak aliran dana itu.

Tanda Peringatan Pertama Bukan Tindak Kriminal

Pertanda awal tidak mengarah ke ransomware atau pasar gelap di darknet. Sinyal utamanya justru ke perdagangan.

Pemerintah mulai mempertanyakan bagaimana aliran uang melintasi perbatasan untuk kebutuhan impor, bagaimana barang dual-use dibayar, dan bagaimana transaksi bisa terjadi tanpa peran bank.

Bersamaan dengan itu, data on-chain menunjukkan OTC desk Rusia mengalami lonjakan aktivitas. Exchange yang menjadi tempat likuiditas OTC dari Rusia juga melihat volume yang meningkat tajam, terutama di Asia.

Sementara itu, grup Telegram dan forum di darknet secara terbuka membahas cara menghindari sanksi. Percakapan ini tidak tersembunyi, melainkan menjelaskan metode praktis untuk memindahkan nilai melintasi perbatasan tanpa melibatkan bank.

Caranya sangat sederhana. OTC desk menerima rubel di dalam negeri, kadang dalam bentuk tunai. Setelah itu, mereka menerbitkan stablecoin atau aset kripto. Lalu aset kripto itu digunakan untuk menyelesaikan pembayaran di luar negeri, agar bisa diubah ke mata uang lokal di negara tujuan.

Garantex jalankan pusat pencucian aset kripto Rusia

Garantex memegang peran penting dalam ekosistem ini. Exchange ini menjadi pusat likuiditas bagi OTC desk, para migran, dan pembayaran terkait perdagangan.

Rusia Menggunakan Proxy UEA untuk Hindari Sanksi

Bahkan setelah sanksi awal, Garantex tetap berinteraksi dengan exchange yang resmi di luar negeri. Aktivitas ini terus berjalan selama beberapa bulan.

Saat penegakan hukum akhirnya meningkat, orang-orang memperkirakan akan terjadi gangguan besar. Tapi yang terjadi justru adalah persiapan matang.

“Bahkan orang-orang yang meninggalkan Rusia tetap menggunakan Garantex untuk memindahkan uang mereka ke luar. Kalau kamu ingin pindah ke tempat seperti Dubai, ini jadi salah satu cara utama transfer dana setelah jalur perbankan tradisional terputus. Bagi banyak warga Rusia yang ingin pergi dari negaranya, Garantex jadi jalan keluar yang praktis. Ini adalah salah satu dari sedikit cara yang masih bisa digunakan untuk memindahkan uang ke luar negeri setelah bank dan SWIFT sudah tidak bisa diandalkan lagi,” ujar Lex Fisun, CEO Global Ledger

Penyitaan Memicu Perebutan Cadangan

Pada hari saat infrastruktur Garantex disita di bulan Maret 2025, sebuah wallet Ethereum yang terhubung langsung dengan Garantex dengan cepat mengkonsolidasikan lebih dari 3.200 ETH. Dalam hitungan jam, hampir seluruh saldo itu dipindahkan ke Tornado Cash.

Langkah itu sangat penting. Tornado Cash memang tidak untuk pencairan, tapi digunakan untuk memutus jejak transaksi.

Grafik Konsolidasi Cadangan ETH dan Transfer ke Tornado Cash. Sumber: Global Ledger

Beberapa hari setelah itu, cadangan Bitcoin yang sudah lama tidur mulai bergerak. Wallet yang tidak disentuh sejak 2022 mulai mengkonsolidasikan BTC. Ini bukan aksi jual panik, melainkan pengelolaan aset treasury di tengah tekanan.

Grafik Aktivasi Kembali Cadangan BTC

Jadi, terbukti aset di luar kendali stablecoin masih bisa diakses kapan saja.

Penerus muncul hampir seketika

Saat akses ke Garantex perlahan menghilang, layanan baru mulai muncul.

Grinex diam-diam diluncurkan dan mulai mendukung USDT. Arus dana yang ditelusuri bergerak melalui TRON dan terkoneksi dengan infrastruktur yang berkaitan dengan Grinex. Pengguna melaporkan saldo mereka muncul kembali dengan nama baru.

“Sepertinya ini adalah rebranding paling mencolok yang pernah kami temui. Namanya hampir sama, websitenya juga mirip, dan pengguna yang kehilangan akses ke Garantex mendapati saldonya muncul kembali di Grinex,” terang Fisun kepada BeInCrypto.

Akhir Juli 2025, Garantex mengumumkan pembayaran kepada mantan pengguna dalam Bitcoin dan Ethereum secara terbuka. Data on-chain mengonfirmasi bahwa sistem ini sebenarnya sudah berjalan.

Setidaknya, crypto senilai US$25 juta sudah didistribusikan. Masih banyak lagi yang belum tersentuh.

Struktur pembayaran mengikuti pola yang jelas, dengan cadangan dicairkan lewat mixer, wallet agregasi, dan cross-chain bridge sebelum sampai ke pengguna.

Diagram Alur Pembayaran Tingkat Tinggi

Pencairan Ethereum Bergantung pada Kompleksitas

Pembayaran Ethereum memakai cara pengaburan yang disengaja. Dana berpindah lewat Tornado Cash, masuk ke protokol DeFi, lalu menyeberang ke beberapa chain. Transfer bergerak di antara Ethereum, Optimism, dan Arbitrum sebelum akhirnya masuk ke wallet pembayaran.

Meski strukturnya rumit, hanya sebagian kecil cadangan ETH yang sampai ke pengguna. Lebih dari 88% tetap tidak tersentuh, menandakan pembayaran masih pada tahap awal.

Pembayaran Bitcoin Menyingkap Kelemahan Lain

Pembayaran Bitcoin jauh lebih sederhana dan terpusat.

Penyelidik menemukan beberapa wallet pembayaran yang terhubung ke satu hub agregasi, yang menerima hampir 200 BTC. Hub ini tetap aktif selama beberapa bulan setelah penyitaan.

Hal yang lebih menarik adalah ke mana dana itu bergerak berikutnya.

Wallet sumber sering melakukan transaksi dengan alamat deposit milik salah satu exchange terpusat terbesar di dunia. Sisa transaksi (“change”) selalu kembali ke sana.

Mengapa Sanksi Barat Sulit Mengejar

Sanksi Barat tidak sepenuhnya absen. Sanksi datang terlambat, pelaksanaannya tidak merata, dan prosesnya berjalan lambat.

Saat Garantex benar-benar dihentikan, penyelidik sudah mencatat pergerakan dana senilai miliaran US$ melalui wallet mereka. 

Bahkan setelah sanksi diberlakukan, exchange tersebut tetap berinteraksi dengan platform terregulasi di luar negeri karena memanfaatkan jeda waktu antara penetapan sanksi, penerapan, dan update kepatuhan.

Masalah utamanya bukan tidak ada kewenangan hukum. Masalahnya adalah perbedaan kecepatan antara penegakan sanksi dengan infrastruktur kripto. Regulator bergerak dalam hitungan minggu atau bulan, sementara sistem kripto bisa memindahkan likuiditas hanya dalam hitungan jam.

“Sanksi hanya efektif di atas kertas. Masalahnya ada pada eksekusi. Miliaran dana masih bisa bergerak karena penegakan berjalan lambat, terpecah-pecah, dan sering tertinggal dari kecepatan sistem kripto beradaptasi. Masalahnya bukan sanksi tidak ada, tapi pelaksanaannya terlalu lambat untuk sistem yang bergerak secepat kripto,” tutur CEO Global Ledger. 

Kesenjangan tersebut memungkinkan Garantex beradaptasi. Wallet sering berpindah. Hot wallet berubah secara acak. Saldo yang tersisa dipindahkan dengan pola yang meniru aktivitas normal pada exchange sehingga sistem kepatuhan otomatis jadi kurang efektif.

Sektor swasta pun kesusahan mengejar. Bank dan exchange harus menyeimbangkan kewajiban kepatuhan dengan kecepatan transaksi, kenyamanan pelanggan, serta biaya operasional. 

Dalam situasi seperti itu, terekspos sanksi bisa lolos jika aktivitasnya tidak menimbulkan sinyal bahaya yang jelas.

Hingga Oktober 2025, infrastruktur pembayaran ini masih beroperasi. Cadangan dana masih tersedia. Jalur keluar tetap terbuka.

Ini bukanlah kehancuran sebuah exchange, melainkan evolusi dari suatu sistem.

Strategi kripto Rusia di 2025 menunjukkan bagaimana ekonomi yang terkena sanksi bisa tetap bertahan dengan membangun jalur paralel, menjaga likuiditas, dan mengubah rute ketika terblokir.

Tether Bergerak untuk Membeli Juventus dalam Kesepakatan Aset Kripto di Dunia Olahraga

13 December 2025 at 04:47

Tether telah mengajukan proposal pasti dengan pembayaran tunai penuh untuk membeli seluruh 65,4% saham Exor di Juventus Football Club, klub paling sukses dalam sejarah sepak bola Italia dan juara Serie A sebanyak 36 kali.

Jika disetujui oleh regulator serta diterima oleh Exor, Tether menyatakan bahwa mereka akan melakukan penawaran tender publik untuk sisa saham dengan harga yang sama, seluruhnya didanai dari modal mereka sendiri. Perusahaan juga berkomitmen untuk menginvestasikan hingga €1 miliar guna mendukung dan mengembangkan klub setelah proses akuisisi selesai.

Apa Arti Kerja Sama Juventus bagi Tether

Proposal ini, yang diumumkan pada 12 Desember, menjadi salah satu langkah paling ambisius yang diambil perusahaan aset kripto di dunia olahraga elit. Hal ini menandakan pergeseran strategi Tether dari penerbit stablecoin murni menjadi investor modal jangka panjang di institusi tradisional.

Dalam pengumumannya, CEO Tether Paolo Ardoino mendeskripsikan Juventus sebagai simbol kedisiplinan, ketangguhan, serta kesinambungan—nilai-nilai yang ia sebut mencerminkan bagaimana Tether dibangun, ujar Ardoino.

JUST IN: Tether wants to acquire Italian football club Juventus.

Juventus is a 36-time domestic league champion, making it the most successful club in Italian football history. pic.twitter.com/l1yncxgW9L

— BeInCrypto (@beincrypto) December 12, 2025

Dari sisi bisnis, akuisisi ini akan memberi Tether kendali atas merek olahraga yang diakui secara global, memperluas jejak mereka di luar infrastruktur keuangan ke bidang media, hiburan, dan ekonomi penggemar di seluruh dunia.

Berbeda dengan sponsor jangka pendek atau kemitraan fan token, kepemilikan menempatkan Tether di pusat tata kelola serta strategi jangka panjang klub.

Tether Akan Investasi €1 Miliar di Juventus Jika Akuisisi Sukses.

Langkah ini juga menguatkan klaim Tether bahwa mereka beroperasi dari posisi kesehatan neraca keuangan yang kuat, karena mampu menggelontorkan miliaran modal tanpa pendanaan eksternal.

Bagian dari Strategi Ekspansi yang Lebih Luas

Proposal Juventus ini mengikuti rangkaian aksi profil tinggi dari Tether dan USDT dalam beberapa pekan terakhir.

Baru-baru ini, Tether telah memperoleh pengakuan regulasi untuk USDT sebagai Token Acuan Fiat di ADGM Abu Dhabi, memperluas penggunaan stablecoin berlisensi ini di berbagai blockchain.

Pada saat yang sama, perusahaan juga tengah mengeksplorasi tokenisasi sahamnya sendiri, menandakan keterbukaan pada struktur perusahaan baru yang dibangun di atas teknologi blockchain.

Lebih dari sekadar keuangan, Tether juga terjun ke bidang AI, robotika, dan teknologi konsumen berfokus privasi, mendukung perusahaan robotik dan meluncurkan produk kesehatan serta AI yang berorientasi privasi.

Semua perkembangan ini menunjukkan bahwa Tether tengah menjalankan strategi diversifikasi jauh melampaui penerbitan stablecoin, sementara

Juventus dan Aset Kripto: Bukan Pertama Kali Terhubung

Juventus sendiri bukan pendatang baru di dunia aset kripto.

Klub ini sebelumnya telah meluncurkan fan token $JUV di platform Chiliz dan Socios, yang memungkinkan penggemar untuk ikut serta dalam polling dan inisiatif interaktif. Juventus juga telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan aset kripto sebagai sponsor, termasuk perjanjian branding yang dipimpin exchange dalam beberapa musim terakhir.

Fan Token JUV Melonjak Setelah Pengumuman Tether. Sumber: CoinGecko

namun, proposal Tether jauh melampaui sekadar kemitraan kripto sebelumnya. Jika terealisasi, langkah ini berarti perusahaan aset digital akan memegang kendali operasional penuh—suatu langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk klub sekelas Juventus.

Transaksi ini masih menunggu penerimaan dari Exor, perjanjian hukum yang pasti, serta persetujuan dari regulator. Jika seluruh syarat tersebut terpenuhi, Tether berencana untuk melanjutkan dengan penawaran tender publik untuk sisa saham.

Apakah Jane Street Menyebabkan Dump Bitcoin Jam 10 Pagi Lagi Hari Ini?

13 December 2025 at 02:23

Klaim bahwa perusahaan trading Wall Street, Jane Street, memicu “dump” Bitcoin setiap hari pukul 10 pagi kembali muncul pada 12 Desember, setelah BTC mengalami penurunan tajam di hari itu.

Spekulasi di media sosial kembali menyorot trader institusi dan market maker ETF. Tapi, jika melihat data lebih dalam, cerita ini sebenarnya lebih kompleks.

Apa Itu Narasi “Jane Street 10 a.m.”?

Teori tersebut menyatakan bahwa Bitcoin sering kali mengalami aksi jual sekitar pukul 9:30–10:00 pagi ET, saat pasar saham AS dibuka. Nama Jane Street sering disebut karena perusahaan ini merupakan market maker besar dan peserta resmi untuk exchange-traded fund (ETF) Bitcoin spot di AS.

Klaim tersebut menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan ini sengaja menurunkan harga untuk memicu likuidasi, lalu membeli kembali di harga lebih murah. Sejauh ini, tidak ada regulator, exchange, atau sumber data yang pernah mengonfirmasi adanya aktivitas terkoordinasi seperti itu.

BREAKING: The 10am manipulation is back.

Bitcoin dropped $2,000 in 35 minutes and wiped out $40 billion from its market cap.

$132 million worth of longs have been liquidated in the past 60 minutes.

This is getting ridiculous. https://t.co/0DRTFfL08r pic.twitter.com/RByT4CWF65

— Bull Theory (@BullTheoryio) December 12, 2025

Data Futures Bitcoin tidak menunjukkan adanya aksi dump agresif

Bitcoin bergerak sideways hari ini selama pembukaan pasar AS, dengan pergerakan sempit di kisaran US$92.000–US$93.000. Tidak ada aksi jual mendadak atau tidak wajar tepat pada pukul 10 pagi ET.

Penurunan tajam justru terjadi setelahnya, mendekati waktu tengah hari di AS. Harga BTC sempat turun di bawah US$90.000 sebelum stabil lagi, sehingga menunjukkan tekanan terjadi lebih lambat, bukan tepat saat pasar dibuka.

Open Interest Bitcoin futures di berbagai exchange mayor tetap relatif stabil. Total open interest hampir tidak berubah sepanjang hari, sehingga tidak tampak adanya kenaikan besar posisi short baru.

Di CME, yang menjadi pasar utama bagi trading institusi, open interest justru turun sedikit. Pola ini biasanya menandakan pengurangan risiko atau hedging, bukan penjualan agresif satu arah.

Total Open Interest BTC Futures | Sumber: CoinGlass

Jika memang ada perusahaan trading besar yang mengatur dump secara terkoordinasi, biasanya akan terlihat lonjakan tajam atau penurunan ekstrem pada open interest. Tapi, hal itu tidak tampak di data hari ini.

Likuidasi Menjelaskan Pergerakan

Data likuidasi justru memberikan penjelasan lebih jelas. Dalam 24 jam terakhir, total likuidasi aset kripto melampaui US$430 juta, dan mayoritas berasal dari posisi long.

Hanya untuk Bitcoin saja, lebih dari US$68 juta posisi terlikuidasi, sedangkan likuidasi Ethereum bahkan lebih tinggi lagi. Ini menunjukkan adanya pembersihan leverage di seluruh pasar, bukan hanya kejadian khusus Bitcoin.

Likuidasi Kripto pada 12 Desember | Sumber: CoinGlass

Jika harga turun di bawah level penting, likuidasi paksa dapat mempercepat penurunan. Sering kali, kondisi ini menyebabkan harga anjlok tajam tanpa harus ada satu penjual utama yang mendominasi pasar.

Paling penting, exchange-traded fund (ETF) Bitcoin spot di AS mencatat arus keluar US$77 juta pada 11 Desember, setelah dua hari berturut-turut mengalami arus masuk stabil. Efek guncangan harga hari ini mayoritas tercermin dari peristiwa tersebut.

Arus Masuk Harian ETF Bitcoin AS | Sumber: SoSoValue

Tidak Ada Satu Exchange yang Memimpin Sell-Off

Pergerakan ini tersebar di berbagai exchange seperti Binance, CME, OKX, dan Bybit. Tidak ada bukti tekanan jual terkonsentrasi pada satu exchange atau satu instrumen saja.

Hal ini penting karena manipulasi terkoordinasi biasanya meninggalkan jejak yang jelas. Namun, kejadian ini justru menunjukkan adanya partisipasi luas lintas pasar dan konsisten dengan aksi unwind risiko secara otomatis.

Mengapa Narasi Jane Street Terus Kembali

Volatilitas Bitcoin sering terkonsentrasi di jam perdagangan AS karena aktivitas ETF, rilis data ekonomi makro, dan penyesuaian portofolio institusi. Faktor struktural seperti ini bisa membuat pergerakan harga tampak berpola.

Jane Street Bots already entered Polymarket xD

While most traders chase narratives, one Polymarket account turned 15-minute crypto prediction windows into a mechanical profit engine.

Trader didn't build a sophisticated arbitrage bot.

He found something simpler, momentum lag on… pic.twitter.com/KHUJog4u6C

— gemchanger (@gemchange_ltd) December 12, 2025

Keterlibatan Jane Street sebagai market maker ETF memang membuatnya jadi sasaran spekulasi. Tapi, market maker sebenarnya hanya melakukan hedging dan manajemen inventori, bukan menyerang harga secara satu arah.

Peristiwa hari ini pun menunjukkan pola yang sudah umum di pasar kripto: leverage menumpuk, harga tergelincir, likuidasi terjadi berantai, dan narasi pun bermunculan.

Inside Putin’s Crypto Cold War: How Russia Evaded Western Sanctions In 2025

13 December 2025 at 07:29

The Russia-Ukraine war has waged on for nearly 4 years now. Western sanctions were meant to isolate Russia financially. Instead, they forced adaptation.

In 2025, BeInCrypto began documenting how Russia and Russia-linked actors rebuilt payment routes using crypto. What emerged was not a single exchange or token, but a resilient system designed to survive freezes, seizures, and enforcement delays.

This investigation reconstructs that system in chronological order, based on on-chain forensic analysis and interviews with investigators tracking the flows.

The First Warning Signs Were not Criminal

Early signals did not point to ransomware or darknet markets. They pointed to trade.

Authorities began asking new questions on how money crossed borders for imports, how dual-use goods were paid for, and how settlements occurred without banks. 

At the same time, on-chain data showed Russian OTC desks surging in activity. Exchanges hosting Russian OTC liquidity also saw volumes spike, especially in Asia.

Meanwhile, Telegram groups and darknet forums discussed sanctions evasion openly. These were not hidden conversations. They described practical methods for moving value across borders without banks.

The method was simple. OTC desks accepted rubles domestically, sometimes as cash. They issued stablecoins or crypto. That crypto then settled abroad, where it could be converted into local currency.

Garantex Operated Russia’s Crypto Laundering Hub

Garantex played a critical role in this ecosystem. It functioned as a liquidity hub for OTC desks, migrants, and trade-linked payments.

Russia Using a UAE Proxy for Sanction Evasion 

Even after early sanctions, it continued interacting with regulated exchanges abroad. That activity persisted for months.

When enforcement finally escalated, the expectation was disruption. What followed instead was preparation.

“Even people who were leaving Russia were still using Garantex to move their money out. If you were trying to relocate to places like Dubai, this became one of the main ways to transfer funds once traditional banking routes were cut off. For many Russians trying to leave the country, Garantex became a practical exit route. It was one of the few ways to move money abroad after banks and SWIFT were no longer an option,” said Lex Fisun, CEO of Global Ledger

The Seizure Triggered a Reserve Scramble

On the day Garantex’s infrastructure was seized in March 2025, a linked Ethereum wallet rapidly consolidated more than 3,200 ETH. Within hours, nearly the entire balance moved into Tornado Cash.

That move mattered. Tornado Cash does not facilitate payouts. It breaks transaction history.

ETH Reserve Consolidation and Tornado Cash Transfer Graphic. Source: Global Ledger

Days later, dormant Bitcoin reserves began moving. Wallets untouched since 2022 consolidated BTC. This was not panic selling. It was treasury management under pressure.

BTC Reserve Reactivation Chart

So, it was clear that assets outside stablecoin control remained accessible.

A Successor Appeared Almost Immediately

As access to Garantex faded, a new service emerged.

Grinex launched quietly and began supporting USDT. Traced flows passed through TRON and connected to Grinex-linked infrastructure. Users reported balances reappearing under the new name.

“It was probably the most obvious rebrand we’ve seen. The name was nearly the same, the website was nearly the same, and users who lost access to Garantex saw their balances reappear on Grinex,” Fisun told BeInCrypto. 

In late July 2025, Garantex publicly announced payouts to former users in Bitcoin and Ethereum. On-chain data confirmed the system was already live.

At least $25 million in crypto had been distributed. Much more remained untouched.

The payout structure followed a clear pattern where reserves were layered through mixers, aggregation wallets, and cross-chain bridges before reaching users.

High-Level Payout Flow Diagram

Ethereum Payouts Relied on Complexity

Ethereum payouts used deliberate obfuscation. Funds moved through Tornado Cash, then into a DeFi protocol, then across multiple chains. Transfers bounced between Ethereum, Optimism, and Arbitrum before landing in payout wallets.

Despite the complexity, only a fraction of the ETH reserves reached users. More than 88% remained untouched, indicating payouts were still in early stages.

Bitcoin Payouts Exposed a Different Weakness

Bitcoin payouts were simpler and more centralized.

Investigators identified multiple payout wallets linked to a single aggregation hub that received nearly 200 BTC. That hub remained active months after the seizure.

More revealing was where the funds touched next.

Source wallets repeatedly interacted with deposit addresses tied to one of the world’s largest centralized exchanges. The transaction “change” consistently routed back there.

Why Western Sanctions Struggled to Keep Up

Western sanctions were not absent. They were late, uneven, and slow to execute.

By the time Garantex was fully disrupted, investigators had already documented billions of dollars moving through its wallets. 

Even after sanctions were applied, the exchange continued interacting with regulated platforms abroad, exploiting delays between designation, enforcement, and compliance updates.

The core problem was not a lack of legal authority. It was the speed mismatch between sanctions enforcement and crypto infrastructure. While regulators operate on weeks or months, crypto systems reroute liquidity in hours.

“Sanctions work on paper. The problem is execution. Billions can still move because enforcement is slow, fragmented, and often lags behind how fast crypto systems adapt. The issue isn’t that sanctions don’t exist. It’s that they’re enforced too slowly for a system that moves at crypto speed,” said the Global Ledger CEO. 

That gap allowed Garantex to adapt. Wallets rotated frequently. Hot wallets changed unpredictably. Remaining balances were moved in ways that mimicked normal exchange activity, making automated compliance systems less effective.

The private sector struggled to keep up. Banks and exchanges balance compliance obligations against transaction speed, customer friction, and operational cost. 

In that environment, sanctioned exposure can slip through when activity does not trigger obvious red flags.

By October 2025, the payout infrastructure was still active. Reserves remained. Routes stayed open.

This was not the collapse of an exchange, rather he evolution of a system.

Russia’s crypto strategy in 2025 showed how a sanctioned economy adapts by building parallel rails, preserving liquidity, and rerouting when blocked.

The post Inside Putin’s Crypto Cold War: How Russia Evaded Western Sanctions In 2025 appeared first on BeInCrypto.

Tether Moves to Buy Juventus in Landmark Crypto Sports Deal

13 December 2025 at 04:47

Tether has submitted a binding all-cash proposal to acquire Exor’s entire 65.4% stake in Juventus Football Club, the most successful club in Italian football history and a 36-time Serie A champion.

If approved by regulators and accepted by Exor, Tether said it would launch a public tender offer for the remaining shares at the same price, fully funded with its own capital. The company also committed to invest up to €1 billion to support and develop the club following completion.

What the Juventus Deal Means for Tether

The proposal, announced on December 12, marks one of the most ambitious moves yet by a crypto company into elite global sport. It signals a strategic shift for Tether from a pure stablecoin issuer to a long-term capital allocator in traditional institutions.

In the announcement, Tether CEO Paolo Ardoino described Juventus as a symbol of discipline, resilience, and continuity—values he said mirror how Tether has been built.

JUST IN: Tether wants to acquire Italian football club Juventus.

Juventus is a 36-time domestic league champion, making it the most successful club in Italian football history. pic.twitter.com/l1yncxgW9L

— BeInCrypto (@beincrypto) December 12, 2025

From a business perspective, the acquisition would give Tether control of a globally recognised sports brand, expanding its footprint beyond financial infrastructure into media, entertainment, and global fan economies. 

Unlike short-term sponsorships or fan token partnerships, ownership places Tether at the centre of governance and long-term strategy.

Tether Will Invest €1 Billion in Juvestus if the Deal Goes Through.

The move also reinforces Tether’s claim that it is operating from a position of strong balance-sheet health, able to deploy billions in capital without external financing.

Part of a Broader Expansion Strategy

The Juventus proposal follows a series of high-profile moves by Tether and USDT in recent weeks.

Tether recently secured regulatory recognition for USDT as an Accepted Fiat-Referenced Token in Abu Dhabi’s ADGM, expanding regulated use of the stablecoin across multiple blockchains.

At the same time, the company has explored tokenising its own equity, signalling openness to new corporate structures built on blockchain rails.

Beyond finance, Tether has also pushed into AI, robotics, and privacy-focused consumer technology, backing robotics firms and launching privacy-centric health and AI products.

Together, these developments point to a strategy of diversifying well beyond stablecoin issuance while

Juventus and Crypto: Not a First Connection

Juventus is no stranger to crypto involvement.

The club previously launched the $JUV fan token on the Chiliz and Socios platform, allowing fans to participate in polls and engagement initiatives. Juventus has also partnered with crypto companies as sponsors, including exchange-led branding deals in recent seasons.

JUV Fan Token Surges After Tether Announcement. Source: CoinGecko

However, Tether’s proposal goes far beyond past crypto partnerships. If completed, it would represent full operational control by a digital asset firm—an unprecedented step for a club of Juventus’ stature.

The transaction remains subject to Exor’s acceptance, definitive legal agreements, and regulatory approvals. If those conditions are met, Tether plans to proceed with a public tender offer for remaining shares.

The post Tether Moves to Buy Juventus in Landmark Crypto Sports Deal appeared first on BeInCrypto.

Did Jane Street Cause Another 10 a.m. Bitcoin Dump Today?

13 December 2025 at 02:23

Claims that Wall Street trading firm Jane Street triggers a daily 10 a.m. Bitcoin “dump” resurfaced on December 12, after BTC saw a sharp intraday drop. 

Social media speculation once again pointed to institutional traders and ETF market makers. A closer look at the data, however, tells a more nuanced story.

What is the “Jane Street 10 a.m.” Narrative?

The theory suggests Bitcoin often sells off around 9:30–10:00 a.m. ET, when US equity markets open. Jane Street is frequently named because it is a major market maker and an authorized participant for US spot Bitcoin ETFs.

The allegation claims these firms push prices lower to trigger liquidations, then buy back cheaper. However, no regulator, exchange, or data source has ever confirmed such coordinated activity.

BREAKING: The 10am manipulation is back.

Bitcoin dropped $2,000 in 35 minutes and wiped out $40 billion from its market cap.

$132 million worth of longs have been liquidated in the past 60 minutes.

This is getting ridiculous. https://t.co/0DRTFfL08r pic.twitter.com/RByT4CWF65

— Bull Theory (@BullTheoryio) December 12, 2025

Bitcoin Futures Data Doesn’t Show Aggressive Dumping

Bitcoin traded sideways today through the US market open, holding a tight range near $92,000–$93,000. There was no sudden or abnormal sell-off exactly at 10:00 a.m. ET.

The sharp drop came later in the session, closer to mid-day US hours. BTC briefly fell below $90,000 before stabilizing, suggesting delayed pressure rather than an open-driven move.

Bitcoin futures open interest across major exchanges remained broadly stable. Total open interest was nearly flat on the day, indicating no large buildup of new short positions.

On CME, the most relevant venue for institutional trading, open interest declined modestly. That pattern typically reflects risk reduction or hedging, not aggressive directional selling.

Total BTC Futures Open Interest. Source: CoinGlass

If a major proprietary firm were driving a coordinated dump, a sharp spike or collapse in open interest would normally appear. It did not.

Liquidations Explain the Move

Liquidation data provides a clearer explanation. Over the past 24 hours, total crypto liquidations exceeded $430 million, with long positions accounting for the majority.

Bitcoin alone saw more than $68 million in liquidations, while Ethereum liquidations were even higher. This indicates a leverage flush across the market, not a Bitcoin-specific event.

Crypto Liquidations on December 12. Source: CoinGlass

When prices slip below key levels, forced liquidations can accelerate declines. This often creates sharp drops without requiring a single dominant seller.

Most notably, US spot Bitcoin ETFs recorded $77 million outflow on December 11, after two days of steady inflow. Today’s brief price shock was largely reflected in this move. 

US Bitcoin ETFs Daily Inflow. Source: SoSoValue

No Single Venue Led the Sell-Off

The move was distributed across exchanges, including Binance, CME, OKX, and Bybit. There was no evidence of selling pressure concentrated on one venue or one instrument.

That matters because coordinated manipulation typically leaves a footprint. This event showed broad, cross-market participation consistent with automated risk unwinds.

Why the Jane Street Narrative Keeps Returning

Bitcoin volatility often clusters around US market hours due to ETF trading, macro data releases, and institutional portfolio adjustments. These structural factors can make price moves appear patterned.

Jane Street Bots already entered Polymarket xD

While most traders chase narratives, one Polymarket account turned 15-minute crypto prediction windows into a mechanical profit engine.

Trader didn't build a sophisticated arbitrage bot.

He found something simpler, momentum lag on… pic.twitter.com/KHUJog4u6C

— gemchanger (@gemchange_ltd) December 12, 2025

Jane Street’s visibility in ETF market making makes it an easy target for speculation. But market making involves hedging and inventory management, not directional price attacks.

Today’s move fits a familiar pattern in crypto markets. Leverage builds, price slips, liquidations cascade, and narratives follow.

The post Did Jane Street Cause Another 10 a.m. Bitcoin Dump Today? appeared first on BeInCrypto.

4 Grafik Jelaskan Kondisi Harga Bitcoin Menjelang Natal 2025

12 December 2025 at 06:33

Menjelang Natal 2025, Bitcoin berada di posisi yang rapuh namun menarik. Harga diperdagangkan di kisaran US$93.000 setelah berminggu-minggu tekanan. Empat grafik penting menunjukkan market yang sudah memasuki akhir fase koreksi, tapi masih belum ada pemicu bullish yang jelas.

Data ini menyoroti tiga kekuatan utama yang sedang terjadi. Pembeli baru mengalami kerugian besar, sedangkan crypto whale baru juga mulai menyerah. Kondisi ekonomi makro masih sangat memengaruhi harga, meskipun kekuatan pembelian spot pelan-pelan mulai kembali.

Holder Bitcoin Jangka Pendek Sedang Alami Kerugian Besar

Grafik pertama melacak realized profit and loss dari short-term holder (STH). Grup ini berisi koin Bitcoin yang dibeli dalam beberapa bulan terakhir. “Realized price” mereka adalah rata-rata harga beli koin-koin tersebut. 

Keuntungan dan Kerugian Realisasi Short-Term Holder Bitcoin | Sumber: CryptoQuant

Pada awal 2025, para STH menikmati keuntungan besar. Rata-rata posisi mereka ada di keuntungan 15–20% saat Bitcoin bergerak naik. Fase itu mendorong banyak orang untuk profit taking dan menambah tekanan jual di dekat level tertinggi.

Sekarang situasinya berbalik. Bitcoin diperdagangkan di bawah realized price STH, dan kelompok ini mencatat kerugian sekitar -10%. Histogram pada grafik berwarna merah, menunjukkan salah satu periode kerugian terdalam sepanjang 2025.

Ada dua konsekuensi dari fenomena ini.

Dalam waktu dekat, para holder yang sedang rugi ini bisa menjual setiap kali harga naik. Banyak yang hanya ingin keluar saat break even, sehingga reli harga tertahan di level masuk mereka.

Namun, area kerugian yang dalam dan bertahan lama biasanya muncul di akhir fase koreksi. Hal ini menjadi sinyal bahwa holder lemah sudah menerima kerugian yang besar.

Pada satu titik, kekuatan jual dari kelompok ini juga mulai habis.

75% of Short-Term Holder's coins are sitting in loss (over 4.36 million BTC).

Interestingly enough, this is a comparable trend to the prior two local bottoms of this Bitcoin cycle. pic.twitter.com/2w1J4rXzi9

— On-Chain College (@OnChainCollege) December 8, 2025

Secara historis, sinyal pembalikan utama terjadi ketika harga berhasil naik menembus realized price STH dari bawah. Pergerakan ini menandakan bahwa tekanan jual paksa sudah berkurang dan permintaan baru mulai menyerap pasokan.

Sebelum itu terjadi, grafik ini masih mengisyaratkan agar berhati-hati dan potensi harga akan bergerak sideways di kisaran saat ini.

Crypto whale Bitcoin baru baru saja menyerah

Grafik kedua menampilkan realized profit and loss berdasarkan kelompok whale. Aliran dana dipisahkan antara “whale baru” dan “whale lama”. Whale baru adalah para holder besar yang baru saja mengakumulasi Bitcoin.

Keuntungan Realisasi para Whale Bitcoin Sejak November 2025 | Sumber: CryptoQuant


Kemarin, whale baru mencetak kerugian sebesar US$386 juta hanya dalam sehari. Bar yang tergambar pada grafik berbentuk lonjakan negatif besar. Ada beberapa bar merah besar lain yang berkelompok di sekitar titik terendah baru-baru ini.

Whale lama justru menunjukkan cerita berbeda. Kerugian dan keuntungan mereka jauh lebih kecil dan lebih seimbang. Mereka tidak keluar dari market secepat para pendatang baru.

Pola ini sangat umum di fase akhir koreksi. Whale baru biasanya membeli di harga tinggi, terkadang pakai leverage atau terbawa narasi tertentu. Ketika harga bergerak melawan posisi mereka, merekalah yang panik menjual lebih dulu.

Panik jual ini justru membawa manfaat bagi struktur market. Koin berpindah dari tangan besar yang lemah ke tangan-tangan yang lebih kuat atau investor kecil. Potensi tekanan jual dari kelompok ini akan berkurang setelah peristiwa ini selesai.

Dalam jangka pendek, aksi panik seperti ini memang bisa menekan harga lebih rendah. Tapi dalam jangka menengah, fundamental basis holder Bitcoin jadi jauh lebih sehat.

Market pun bakal lebih tangguh ketika para penjual besar yang panik sudah keluar.

Suku Bunga Riil Masih Menjadi Penggerak Bitcoin

Grafik ketiga menggabungkan pergerakan Bitcoin dengan imbal hasil riil AS dua tahun (dua tahun) yang dibalik. Imbal hasil riil mengukur tingkat bunga setelah disesuaikan dengan inflasi. Pola ini bergerak hampir bersamaan dengan BTC sepanjang 2025.

Saat imbal hasil riil turun, garis kebalikan pada grafik justru naik. Bitcoin biasanya naik bersama garis tersebut karena kondisi likuiditas membaik. Imbal hasil riil yang lebih rendah membuat aset berisiko seperti Bitcoin lebih menarik daripada obligasi aman.

Suku Bunga Riil 2 Tahun (Dibalik) dengan Grafik BTC

Sejak akhir musim panas, imbal hasil riil naik lagi. Garis kebalikan menurun, dan Bitcoin ikut turun. Ini menunjukkan bahwa kondisi makro masih jadi penentu arah utama market.

Pemangkasan suku bunga oleh The Fed saja belum tentu cukup untuk memperbaikinya. Yang terpenting justru ekspektasi market terhadap perkembangan biaya pinjam riil. Jika ekspektasi inflasi turun lebih cepat dari suku bunga nominal, maka imbal hasil riil malah bisa naik.

Bagi Bitcoin, awal reli bullish yang baru dan kuat mungkin hanya bisa terjadi saat kondisi riil lebih longgar. Sampai pasar obligasi benar-benar menilai adanya perubahan itu, reli BTC masih terus mendapat hadangan dari faktor makro.

What is driving the drawdown in Bitcoin?

When you stop listening to Bitcoin pundits and start listening to what Bitcoin is saying about itself, then you will see the real truth

I am going to lay out the 3 major things you need to watch for Bitcoin right now 🧵 pic.twitter.com/FC60PPt2gG

— Capital Flows (@Globalflows) December 11, 2025

Pembeli Spot Taker Mulai Masuk Lagi

Grafik keempat melacak Spot Taker CVD 90-hari di berbagai exchange utama. CVD mengukur volume bersih dari market order yang menyeberangi spread.

Grafik ini menunjukkan apakah pembeli atau penjual agresif yang mendominasi.

Selama beberapa minggu saat harga turun, pasar berada dalam rezim Taker Sell Dominant. Bar merah memenuhi grafik, karena penjual aktif mengisi order bid di berbagai pasar spot. Kondisi ini sejalan dengan pergerakan harga yang terus melemah.

Sekarang sinyalnya sudah berbalik. Metode ini baru saja beralih ke Taker Buy Dominant, sehingga bar hijau kembali muncul. Pembeli agresif kini lebih banyak dibanding penjual agresif di spot.

Taker Buy momentum is back 🔄

Bitcoin's 90-day Spot Taker CVD just flipped to **Taker Buy Dominant** — marking a shift in market behavior after weeks of sell-side pressure.

Buy-side aggression is returning across major spot exchanges. pic.twitter.com/w5uaGcGHPi

— Maartunn (@JA_Maartun) December 11, 2025

Ini memang perubahan awal, tapi cukup penting. Pembalikan tren sering dimulai dari pergeseran mikrostruktur seperti ini.
Pertama, pembeli masuk, lalu harga mulai stabil, dan setelah itu arus modal yang lebih besar mengikuti.

Satu hari data saja pasti belum cukup. Namun, kalau tren hijau ini bertahan, itu menegaskan permintaan riil sudah kembali. Situasi ini menunjukkan saat pasar spot mampu menyerap suplai dari STH dan whale yang kapitulasi.

Apa Artinya untuk Harga Bitcoin Menjelang Natal

Jika digabungkan, keempat grafik menunjukkan ini adalah koreksi tahap akhir, bukan bull market baru.

Holder jangka pendek dan whale baru menanggung kerugian besar dan masih cenderung jual saat harga naik. Secara indeks, yield riil ekonomi makro tetap menahan nafsu risiko para pelaku pasar.

Bersamaan dengan itu, beberapa pondasi pemulihan mulai terlihat. Kapitulasi dari whale baru mampu membersihkan basis holder.

Pembeli spot taker juga sudah kembali, sehingga tekanan turun mulai melambat.

Menjelang Natal 2025, Bitcoin terlihat bergerak di rentang sempit dengan kecenderungan bearish, dan bertahan di sekitar US$90.000.

Penurunan tiba-tiba ke kisaran menengah atau atas US$80.000 tetap mungkin terjadi jika yield riil masih tinggi. Pergeseran tren ke bullish kemungkinan memerlukan tiga sinyal bersamaan:

Pertama, harga harus kembali di atas harga realisasi holder jangka pendek dan bertahan di atasnya. Kedua, yield riil dua tahun perlu menurun, sehingga kondisi keuangan jadi lebih longgar.

Ketiga, dominasi Taker Buy juga harus terus berlanjut, supaya permintaan spot yang kuat tetap bertahan.

Sampai ketiga syarat itu muncul, trader menghadapi market yang bergerak liar, terpengaruh data makro dan holder yang terjebak. Investor jangka panjang bisa melihat ini sebagai zona untuk merencanakan, bukan saatnya ambil risiko agresif.

Pendiri Terra Do Kwon Dihukum 15 Tahun Penjara karena Penipuan

12 December 2025 at 06:13

Pengadilan Amerika Serikat telah menjatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun kepada pendiri Terra, Do Kwon, dan mengakhiri salah satu kasus penipuan paling berdampak dalam sejarah aset kripto.

Putusan ini diumumkan pada 11 Desember 2025 setelah Kwon mengaku bersalah awal tahun ini.

Akhir dari Saga Crypto Winter 2022?

Putusan ini mengakhiri perjalanan hukum selama tiga tahun tujuh bulan yang bermula setelah ekosistem stablecoin algoritmik Terra runtuh pada Mei 2022, menghapus nilai pasar puluhan miliar dan memicu rangkaian kegagalan di sektor aset kripto.

Jaksa penuntut menegaskan bahwa Kwon dengan sadar menyesatkan investor soal stabilitas TerraUSD dan jaminan ekosistemnya secara keseluruhan.

Hukuman Kwon lebih ringan dari 25 tahun yang diterima oleh pendiri FTX, Sam Bankman-Fried, meski kedua kasus ini telah mengubah sikap regulator global terhadap aset digital.

Putusan Hakim Saat Sidang Do Kwon | Sumber: Inner City Press

Jaksa menyoroti besarnya kerugian akibat runtuhnya Terra, menyebut kerugian besar pada investor ritel serta dampak sistemik ke platform lending dan hedge fund.

Kwon sempat menghadapi tuntutan baik di Amerika Serikat maupun Korea Selatan sebelum diekstradisi. Pengakuan bersalahnya membuat seluruh proses hukum digabung di yurisdiksi AS, sehingga memungkinkan proses vonis hari ini.

Pengadilan menegaskan perlindungan investor dan akuntabilitas sebagai faktor utama saat menentukan masa hukuman.

Putusan ini menjadi titik balik bagi komunitas Terra yang masih memperdagangkan token warisan LUNC dan LUNA walaupun jaringan telah runtuh. Reaksi pasar tetap bergejolak ketika para trader mencoba mencerna dampak hukuman terhadap Kwon ini.

Harga Terra Luna Classic (LUNC) dalam Sepekan Terakhir | Sumber: CoinGecko

Dengan kasus ini yang telah selesai, regulator diperkirakan akan menjadikan putusan ini sebagai acuan untuk penegakan hukum di masa depan terhadap stablecoin algoritmik serta rekayasa keuangan berisiko tinggi di industri aset kripto.

4 Charts Explain Bitcoin’s Price Condition Heading into Christmas 2025

12 December 2025 at 06:33

Bitcoin approaches Christmas 2025 in a fragile but interesting position. Price trades around the $93,000 area after weeks of pressure. Four key charts show a market late in its correction, yet still lacking a clear bullish trigger.

The data highlights three big forces at work. Recent buyers sit in heavy losses, while new whales are capitulating. Macro conditions still drive price, even as spot buying strength quietly returns.

Short-Term Bitcoin Holders are in Deep Pain

The first chart tracks short-term holder (STH) realized profit and loss. This group includes coins bought in recent months. Their “realized price” is the average cost basis for these coins. 

Bitcoin Short-Term Holders Realized Profits and Losses. Source: CryptoQuant

Earlier in 2025, STHs sat on strong gains. Their average position was 15–20% in profit as Bitcoin pushed higher. That phase encouraged profit-taking and added sell pressure near the highs.

Today, the picture has flipped. Bitcoin trades below the STH realized price, and the cohort shows about -10% losses. The histogram on the chart is red, marking one of the deepest loss regimes of 2025.

This has two consequences.

Near term, these underwater holders can sell into every bounce. Many simply want out at break-even, which caps rallies toward their entry zone.

However, deep and persistent loss pockets usually appear later in corrections. They signal that weak hands already took heavy damage.

At some point, the selling power of this group runs low.

75% of Short-Term Holder's coins are sitting in loss (over 4.36 million BTC).

Interestingly enough, this is a comparable trend to the prior two local bottoms of this Bitcoin cycle. pic.twitter.com/2w1J4rXzi9

— On-Chain College (@OnChainCollege) December 8, 2025

Historically, the key turning signal comes when price reclaims the STH realized price from below. That move tells you forced selling is mostly done and new demand absorbs supply.

Until that happens, the chart still argues for caution and range trading around current levels.

New Bitcoin Whales Just Surrendered

The second chart shows realized profit and loss by whale cohorts. It splits flows between “new whales” and “old whales”. New whales are large holders that accumulated recently.

Realized Profits by Bitcoin Whales Since November 2025. Source: CryptoQuant


Yesterday, new whales realized $386 million in losses in one day. Their bar on the chart is a large negative spike. Several other big negative bars cluster around recent lows.

Old whales tell a different story. Their realized losses and profits are smaller and more balanced. They are not exiting at the same pace as the newcomers.

This pattern is typical at late stages of a correction. New whales often buy late, sometimes with leverage or strong narrative bias. When price moves against them, they are first to capitulate.

That capitulation has a structural benefit. Coins move from weak large hands to stronger hands or smaller buyers. Future sell-side overhang from this group decreases after such events.

Short term, these flushes can still drag price lower. Yet medium term, they improve the quality of Bitcoin’s holder base.

The market becomes more resilient once panicked large sellers finish exiting.

Real Interest Rates Still Steer Bitcoin

The third chart overlays Bitcoin with two-year US real yields, inverted. Real yields measure interest rates after inflation. The series moves almost tick-for-tick with BTC across 2025.

When real yields fall, the inverted line rises. Bitcoin tends to rise alongside it as liquidity improves. Lower real yields make risk assets more appealing relative to safe bonds.

2-Year Real Interest Rates Inverted With BTC Overlaid

Since late summer, real yields have moved higher again. The inverted line trended lower, and Bitcoin followed it down. This shows macro conditions still dominate the larger trend.

Federal Reserve rate cuts alone may not fix this. What matters is how markets expect real borrowing costs to evolve. If inflation expectations fall faster than nominal rates, real yields can even rise.

For Bitcoin, a durable new bull leg likely needs easier real conditions. Until bond markets price that shift, BTC rallies face a macro headwind.

What is driving the drawdown in Bitcoin?

When you stop listening to Bitcoin pundits and start listening to what Bitcoin is saying about itself, then you will see the real truth

I am going to lay out the 3 major things you need to watch for Bitcoin right now 🧵 pic.twitter.com/FC60PPt2gG

— Capital Flows (@Globalflows) December 11, 2025

Spot Taker Buyers are Stepping Back In

The fourth chart tracks 90-day Spot Taker CVD across major exchanges. CVD measures the net volume of market orders that cross the spread.

It shows whether aggressive buyers or sellers dominate.

For weeks during the drawdown, the regime was Taker Sell Dominant. Red bars filled the chart as sellers hit bids across spot markets. This aligned with the grinding drift lower in price.

Now the signal has flipped. The metric just turned Taker Buy Dominant, with green bars returning. Aggressive buyers now outnumber aggressive sellers on spot venues.

Taker Buy momentum is back 🔄

Bitcoin's 90-day Spot Taker CVD just flipped to **Taker Buy Dominant** — marking a shift in market behavior after weeks of sell-side pressure.

Buy-side aggression is returning across major spot exchanges. pic.twitter.com/w5uaGcGHPi

— Maartunn (@JA_Maartun) December 11, 2025

This is an early but important change. Trend reversals often start with microstructure shifts like this.
First buyers step in, then price stabilizes, then larger flows follow.

One day of data is never enough. However, a sustained green regime would confirm that real demand is back. It would show spot markets absorbing supply from STHs and capitulating whales.

What It All Means For Bitcoin Price Heading Into Christmas

Taken together, the four charts show a late-stage correction, not a fresh bull market.

Short-term holders and new whales carry heavy losses and still sell into strength. Macro real yields keep a lid on risk appetite at the index level.

At the same time, some building blocks for a recovery are visible. Capitulation by new whales cleans up the holder base.

Spot taker buyers are returning, which reduces downside velocity.

Heading into Christmas 2025, Bitcoin looks range-bound with a bearish tilt, hovering around $90,000.

Downside spikes into the mid or high-$80,000s remain possible if real yields stay high. A clear bullish shift likely needs three signals together:

First, price must reclaim the short-term holders’ realized price and hold above it. Second, two-year real yields should roll lower, easing financial conditions.

Third, Taker Buy dominance should persist, confirming strong spot demand.

Until that alignment appears, traders face a choppy market shaped by macro data and trapped holders. Long-term investors may see this as a planning zone rather than a time for aggressive bets.

The post 4 Charts Explain Bitcoin’s Price Condition Heading into Christmas 2025 appeared first on BeInCrypto.

Terra Founder Do Kwon Sentenced to 15 Years in Prison for Fraud

12 December 2025 at 06:13

A US court has sentenced Terra founder Do Kwon to 15 years in prison, concluding one of the most consequential fraud cases in crypto history.

The decision, delivered on December 11, 2025, follows Kwon’s guilty plea earlier this year.

End of the 2022 Crypto Winter Saga?

The sentencing ends a three-year and seven-month legal saga that began after the collapse of Terra’s algorithmic stablecoin ecosystem in May 2022, which erased tens of billions in market value and triggered a cascade of failures across the crypto sector.

Prosecutors argued that Kwon knowingly misled investors about the stability of TerraUSD and the backing of its broader ecosystem.

Kwon’s sentence is shorter than the 25 years received by FTX founder Sam Bankman-Fried, though both cases have reshaped global regulatory attitudes toward digital assets.

Judge’s Verdict During Do Kwon’s Trial. Source: Inner City Press

Prosecutors highlighted the scale of damage caused by Terra’s implosion, citing widespread retail losses and systemic fallout across lending platforms and hedge funds.

Kwon had faced charges in both the United States and South Korea before being extradited. His guilty plea consolidated proceedings under US jurisdiction, enabling today’s sentencing.

The court emphasised investor protection and accountability as central factors in determining the term.

The decision marks a turning point for the Terra community, which continues to trade legacy tokens LUNC and LUNA despite the network’s collapse. Market reaction remains volatile as traders digest the implications of Kwon’s conviction.

Terra Luna Classic (LUNC) Price Over the Past Week. Source: CoinGecko

With the case now closed, regulators are expected to use the verdict as a reference point for future enforcement actions involving algorithmic stablecoins and high-risk financial engineering in crypto.

The post Terra Founder Do Kwon Sentenced to 15 Years in Prison for Fraud appeared first on BeInCrypto.

a16z prediksi tiga narasi aset kripto akan bersinar di tahun 2026

12 December 2025 at 04:32

Perusahaan venture a16z telah merilis prediksi tahunan tentang aset kripto, yang menjelaskan perubahan besar cara blockchain, agen AI, dan pembayaran global akan berjalan pada 2026.

Riset itu menyoroti tiga kekuatan utama — agen otonom, hilangnya sistem pembayaran tradisional, serta era baru blockchain yang mengutamakan privasi. Semua perkembangan tersebut menandakan adanya perombakan besar pada lapisan keuangan di internet.

AI agent akan mendorong perubahan besar

Perubahan paling besar, menurut a16z, adalah kemunculan agen AI sebagai peserta ekonomi. Saat ini, untuk setiap satu pekerja manusia di layanan keuangan, agen sudah melebihi jumlah pekerja hampir 100 banding 1.

Namun, sistem otonom ini masih belum punya identitas, izin, ataupun struktur kepatuhan. Pihak a16z memperkirakan bahwa pada 2026 akan hadir versi pertama dari KYA: Know Your Agent, yaitu lapisan identitas kriptografi yang menghubungkan agen dengan pemilik, batasan, serta tanggung jawab mereka.

Narasi Crypto Teratas dari 2025 | Sumber: CoinGecko

Tanpa ini, para agen bakal tetap menjadi “unbanked ghosts” yang tak bisa bertransaksi secara aman atau ikut serta di pasar nyata. Dengan identitas tersebut, mereka jadi pelaku pasar yang bisa diprogram untuk membelanjakan, berdagang, atau menyelesaikan nilai secara real-time.

Pembayaran Menghilang ke Dalam Infrastruktur Internet

Perubahan ini mendasari prediksi besar kedua: pembayaran akan menghilang ke dalam jaringan itu sendiri. Ketika agen AI memicu transaksi secara otomatis — membeli data, membayar waktu GPU, atau melunasi panggilan API — maka uang harus bergerak secepat dan sedetail informasi.

Teknologi baru seperti x402 memungkinkan perpindahan nilai bisa terjadi secara instan, permissionless, dan tanpa perantara.

Pada model ini, pembayaran bukan lagi lapisan aplikasi, melainkan perilaku asli dari jaringan. Bank, stablecoin, dan sistem settlement akan menjadi infrastruktur tak terlihat yang berada di balik perdagangan antar agen.

Privacy chain akan mendominasi

Privasi menjadi pilar ketiga dari prediksi a16z untuk 2026. Firma ini menilai bahwa privasi akan menjadi pertahanan terkuat di aset kripto, bahkan lebih penting dari performa ataupun throughput.

Secara khusus, begitu transaksi menjadi privat, pengguna akan menemui hambatan nyata saat berpindah chain karena pemindahan rahasia dapat membocorkan metadata. Ini menciptakan fenomena “privacy lock-in”, di mana chain yang mampu menjaga privasi dengan benar akan jadi pemenang utama.

Privacy will be the most important moat in crypto.

Why? Because secrets are hard to migrate.

Everyone is launching a new "high performance" blockchain lately. But these chains are hardly different from one another. Blockspace is functionally the same everywhere. And with…

— Ali Yahya (@alive_eth) December 5, 2025

Arthur Hayes juga mengutarakan hal serupa sebelumnya, dengan menekankan bahwa adopsi institusi tidak akan bisa berkembang di blockchain yang secara default bersifat publik.

“These large institutions don’t want their information public or at risk of going public,” ujar dia, sambil menjelaskan bahwa solusi privasi layer-2 kemungkinan akan muncul lebih dulu sementara Ethereum tetap menjadi substrat keamanan utama.

Prediksi aset kripto lain dari a16z menyoroti infrastruktur stablecoin yang berkembang, peralihan dari tokenisasi menjadi origination on-chain, cloud computing yang dapat diverifikasi lewat SNARK yang semakin cepat, serta munculnya “staked media” di mana komentator membuktikan kredibilitas lewat komitmen on-chain.

Arthur Hayes Beber Prediksi ‘Liar’ untuk Ethereum di 2026 dan Seterusnya

12 December 2025 at 09:30

Perjalanan jangka panjang Ethereum (ETH) kembali menjadi fokus selepas Arthur Hayes memaparkan prediksi menyeluruh tentang masa depan institusional aset ini, potensi harganya, serta lanskap kompetitifnya.

Komentarnya mencuat tatkala Ethereum bertengger di kisaran US$3.200, berfluktuasi antara US$3.060 dan US$3.440 sepanjang pekan. Pelaku besar seperti BitMine milik Tom Lee turut mendongkrak kepemilikan Ethereum mereka dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ethereum Jadi Standar Institusional

Hayes percaya pasar masih belum memahami seberapa dalam institusi tradisional berniat mengintegrasikan Ethereum. Menurutnya, setelah bertahun-tahun gagal membangun blockchain privat, bank akhirnya memahami kebutuhan akan lapisan penyelesaian publik.

“Organisasi-organisasi ini pada akhirnya memahami bahwa Anda tidak bisa memiliki blockchain privat; Anda harus memakai blockchain publik untuk keamanan dan penggunaan nyata,” katanya.

Ia menghubungkan pergeseran ini dengan ledakan stablecoin, yang telah memaksa bank menerima nilai dari penyelesaian on-chain.

Menurut Hayes, Ethereum berada pada posisi paling tepat karena keamanan, likuiditas, dan kedalaman pengembang yang dibutuhkan institusi.

Ia memperkirakan pergeseran ini akan memantik kebangkitan harga yang signifikan untuk Ethereum pada siklus berikutnya, melengkapi akumulasi treasury agresif dari perusahaan seperti BitMine.

Sebagai informasi, BitMine telah membeli 33.504 ETH (US$112 juta) pekan ini dan 138.452 ETH (~US$435 juta) pada awal Desember. Manuver itu membawa total kepemilikan mereka menjadi sekitar 3,86 juta ETH. Skala akumulasi ini memperkuat narasi bahwa institusi tengah menyiapkan diri untuk siklus Ethereum berikutnya.

Treasury Ethereum HODL Hampir 5% Pasokan ETH | Sumber: CoinGecko

Privasi Masih Jadi Kelemahan Ethereum, namun L2 Akan Tutup Celah Itu

Hayes mengakui Ethereum masih kekurangan jaminan privasi yang dibutuhkan institusi besar. Ia menyebut ini sebagai “hal terbesar yang belum dimiliki Ethereum”, meskipun roadmap Vitalik Buterin sedang mengarah ke sana.

Terlepas dari kesenjangan ini, ia berpendapat adopsi institusional tidak akan tertunda. Sebaliknya, perusahaan akan menerapkan layer-2 (L2) dengan fitur privasi, sembari mengandalkan Ethereum sebagai layer penyelesaian.

Ia percaya L1 Ethereum akan tetap menjadi “security substrate” (substrat keamanan) tak peduli apakah aktivitas berada di L2 seperti Arbitrum atau Optimism.

“Mungkin perlu ada perdebatan soal bagaimana biaya didistribusikan antara L2 dan Ethereum L1,” tuturnya, tetapi ia menekankan ini tidak mengubah kenyataan yang mendasarinya: institusi masih akan mengamankan operasi mereka menggunakan Ethereum.

Hal ini sejalan pula dengan tren ekosistem saat ini: saldo exchange berada di level terendah tahun jamak, dan crypto whale telah mengakumulasi lebih dari 900.000 ETH dalam beberapa pekan terakhir, menurut Santiment.

Arsitektur institusional terus terbentuk di atas Ethereum L1, bahkan ketika biaya transaksi menukik lantaran migrasi ke L2.

Lapangan Persaingan Menciut: Ethereum Pertama, Solana Kedua

Hayes menerawang masa depan blockchain publik akan menyusut menjadi kelompok yang amat kecil. Ethereum baginya tetap akan menjadi pemenang utama, sedangkan Solana akan bertengger di posisi kedua dengan jarak yang jauh namun tahan lama.

Ia mengakui reli Solana dari US$7 ke US$300 dimotori oleh aktivitas spektakuler meme coin pada 2023–2024. Namun, ia menilai Solana “butuh trik baru” supaya sanggup mengungguli Ethereum lagi.

Kendati Solana menurutnya akan tetap relevan, ia tidak memprediksi chain tersebut mampu menyamai peran institusional atau kekuatan harga jangka panjang Ethereum.

Sementara itu, Hayes menilai hampir semua L1 lain secara struktural lemah. Ia menyingkirkan chain ber-FDV tinggi seperti Monad sebagai proyek yang terlalu membengkak (over-inflated) dan kemungkinan besar kolaps setelah pump awal.

“Monad won’t be able to compete with Ethereum

I have no belief that this is a legitimate blockchain.

It’ll never have any real usage.”

— Arthur Hayes

if you understand network effects, you know Ethereum’s here to stay at the top.

Monad’s solution is simple: build on… pic.twitter.com/EuXpU6VK1N

— rip.eth (@ripeth) November 29, 2025

50 ETH Bisa Bikin Jadi Jutawan pada Pemilu Selanjutnya

Hayes menyajikan prediksi numerik paling eksplisit ketika ditanya berapa banyak ETH yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi jutawan pada siklus berikutnya.

Ia menyatakan Ethereum bisa mencapai US$20.000, dan bahwa 50 ETH akan cukup untuk mencapai portofolio tujuh digit.

Pendiri BitMEX itu memperkirakan target ini akan tercapai pada pemilu presiden AS berikutnya. Pandangan ini sejalan dengan kondisi pasokan saat ini: cadangan di exchange menyusut, institusi terus mengakumulasi, dan pembeli treasury seperti BitMine terus menempatkan ratusan juta dolar ke ETH.

Arthur Hayes was just asked about Tom Lee saying $ETH could flip $BTC.

He says Ethereum is the best L1, with the most developers, the best DeFi, and the strongest talent. pic.twitter.com/EsQ74JpNRV

— SamAlτcoin.eth 🌎 (@SAMALTCOIN_ETH) October 21, 2025

Andaikata Ethereum gagal mencapai ekspektasi tersebut, Hayes mengatakan penyebabnya adalah rusaknya narasi.

Di samping itu, jika penggunaan stablecoin melambat atau institusi mundur dari perdagangan on-chain, Bitcoin bisa mengungguli Ethereum dalam periode yang lebih panjang.

Namun, ia menilai struktur pasar saat ini lebih berpihak pada dominasi jangka panjang Ethereum. Terutama ketika bank sudah bersiap mengeksekusi strategi Web3 mereka di atas infrastruktur publik.

Bagaimana pendapat Anda tentang prediksi liar Arthur Hayes untuk harga Ethereum serta strategi sukses menjadi jutawan dari koin ETH? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

a16z Predicts Three Crypto Narratives Will Shine In 2026

12 December 2025 at 04:32

Venture firm a16z has released its annual crypto predictions, outlining a sweeping shift in how blockchains, AI agents, and global payments will operate by 2026. 

The research highlights three core forces — autonomous agents, disappearing payment rails, and a new era of privacy-first blockchains. All of these developments together signal a structural redesign of the internet’s financial layer.

AI Agents Will Force a Massive Shift

The most consequential shift, according to a16z, is the rise of AI agents as economic participants. For every human in financial services, agents now outnumber workers nearly 100 to 1. 

However, these autonomous systems still lack identity, permissions, or compliance structures. The firm argues that 2026 will introduce the first version of KYA: Know Your Agent, a cryptographic identity layer linking agents to their owners, constraints, and liabilities. 

Top Crypto Narratives From 2025. Source: CoinGecko

Without this, agents will remain “unbanked ghosts,” unable to transact safely or access real markets. With it, they become programmable market actors capable of spending, trading, and settling value in real time.

Payments Vanish into the Internet’s Plumbing

This shift drives the second major prediction: payments will vanish into the network itself. As AI agents trigger transactions automatically — buying data, paying for GPU time, or settling API calls — money must move with the same speed and granularity as information. 

Emerging primitives like x402 enable value transfer to occur instantly, permissionlessly, and without intermediaries. 

In this model, payments stop being an application layer and become a native network behavior. Banks, stablecoins, and settlement systems become invisible infrastructure running under agent-to-agent commerce.

Privacy Chains Will Dominate

Privacy forms the third pillar of a16z’s 2026 outlook. The firm argues that privacy will become the strongest moat in crypto, far outweighing performance or throughput. 

More specifically, once transactions become private, users face real friction when switching chains because moving secrets leaks metadata. This creates “privacy lock-in,” a winner-take-most effect for the chains that get privacy right.

Privacy will be the most important moat in crypto.

Why? Because secrets are hard to migrate.

Everyone is launching a new "high performance" blockchain lately. But these chains are hardly different from one another. Blockspace is functionally the same everywhere. And with…

— Ali Yahya (@alive_eth) December 5, 2025

Arthur Hayes echoed the same point earlier, stating that institutional adoption cannot scale on public-by-default blockchains. 

“These large institutions don’t want their information public or at risk of going public,” he said, noting that Layer-2 privacy solutions may emerge first while Ethereum remains the underlying security substrate.

Other a16z crypto predictions highlight rising stablecoin infrastructure, the shift from tokenization to on-chain origination, verifiable cloud computing through faster SNARKs, and the emergence of “staked media,” where commentators prove credibility through on-chain commitments.

The post a16z Predicts Three Crypto Narratives Will Shine In 2026 appeared first on BeInCrypto.

Arthur Hayes Makes Wild Ethereum Prediction for 2026 and Beyond

12 December 2025 at 02:57

Ethereum’s long-term trajectory has become a focal point again after Arthur Hayes laid out a sweeping forecast for the asset’s institutional future, price potential, and competitive space. 

His comments arrived as Ethereum trades near $3,200, fluctuating between $3,060 and $3,440 over the past week. Major players such as Tom Lee’s BitMine also increased their Ethereum holdings at an unprecedented pace.

Ethereum Becomes the Institutional Default

Hayes believes the market still misunderstands how deeply traditional institutions intend to integrate Ethereum. He argues that after years of failed experiments with private blockchains, banks now recognize the need for a public settlement layer.

“These organizations finally understand that you cannot have a private blockchain; you must use a public blockchain for security and real usage,” he said.

He links this shift to the stablecoin boom, which has forced banks to accept the value of on-chain settlement. 

According to Hayes, Ethereum is positioned as the only platform with the security, liquidity, and developer depth institutions need.

He expects this shift to drive a significant price resurgence for Ethereum in the coming cycle, complementing aggressive treasury accumulation by firms such as BitMine.

BitMine bought 33,504 ETH ($112 million) this week and 138,452 ETH (~$435 million) earlier in December, bringing its total to roughly 3.86 million ETH. That scale of accumulation has strengthened the narrative that institutions are positioning for Ethereum’s next major cycle. 

Ethereum Treasuries Hold Nearly 5% of ETH Supply. Source: CoinGecko

Privacy Remains Ethereum’s Biggest Weakness, But L2s Will Cover It

Hayes acknowledges Ethereum still lacks the privacy guarantees large institutions require. He notes that this is “the biggest thing Ethereum doesn’t have yet,” though he says Vitalik Buterin’s roadmap is actively addressing it.

Despite this gap, he argues institutional adoption will not be delayed. Instead, enterprises will deploy privacy-enabled Layer-2 networks while relying on Ethereum for settlement. 

He believes Ethereum L1 remains the “security substrate” regardless of whether activity occurs on L2s like Arbitrum or Optimism.

“There may need to be a debate about how fees are distributed between L2s and Ethereum L1,” he said, but he stressed that this does not change the underlying reality: institutions will still secure their operations using Ethereum.

This aligns with current ecosystem trends. Exchange balances are at multi-year lows, and whales have accumulated over 900,000 ETH in recent weeks, according to Santiment data. 

Institutional architecture continues to form around the Ethereum base layer, even as fees fall amid L2 migration.

A Narrow Field of Winners: Ethereum First, Solana Second

Hayes sees the future of public blockchains consolidating around a very small group. He places Ethereum as the clear long-term winner, with Solana in a distant but durable second place.

He credits Solana’s rise from $7 to $300 to intense meme coin activity in 2023 and 2024. However, he states Solana “needs a new trick” to outperform Ethereum again. 

While he expects Solana to remain relevant, he does not expect it to match Ethereum’s institutional role or long-term price strength.

Hayes views nearly all other L1s as structurally weak. He dismissed high-FDV chains such as Monad as over-inflated projects likely to collapse after an initial pump. 

“Monad won’t be able to compete with Ethereum

I have no belief that this is a legitimate blockchain.

It’ll never have any real usage.”

— Arthur Hayes

if you understand network effects, you know Ethereum’s here to stay at the top.

Monad’s solution is simple: build on… pic.twitter.com/EuXpU6VK1N

— rip.eth (@ripeth) November 29, 2025

50 ETH to Become a Millionaire by Next Election

Hayes offered his most explicit numerical prediction when asked how much ETH one would need to become a millionaire in the next cycle. 

He stated that Ethereum could reach $20,000, implying that 50 ETH would be enough to reach a seven-figure portfolio.

The BitMex founder expects this price target to materialize by the next US presidential election. His outlook aligns with the current supply environment: exchange reserves are shrinking, institutions are accumulating, and treasury buyers like BitMine continue to deploy hundreds of millions into ETH.

Arthur Hayes was just asked about Tom Lee saying $ETH could flip $BTC.

He says Ethereum is the best L1, with the most developers, the best DeFi, and the strongest talent. pic.twitter.com/EsQ74JpNRV

— SamAlτcoin.eth 🌎 (@SAMALTCOIN_ETH) October 21, 2025

If Ethereum fails to meet these expectations, Hayes says it will be due to narrative breakdown. 

Also, if stablecoin usage slows or institutions retreat from on-chain trading, Bitcoin could outperform Ethereum for a prolonged period.

However, he argues that current market structure favors Ethereum’s long-term dominance—especially as banks prepare to execute Web3 strategies on public infrastructure.

The post Arthur Hayes Makes Wild Ethereum Prediction for 2026 and Beyond appeared first on BeInCrypto.

❌