Reading view

Bunga Utang AS Capai US$1T: Pemicu Tersembunyi Adopsi Stablecoin

Pembayaran bunga utang nasional pemerintah federal AS melampaui US$1 triliun untuk pertama kalinya pada tahun fiskal 2025. Pengeluaran bunga kini melebihi belanja pertahanan dan Medicare—hal ini baru terjadi pertama kali dalam sejarah Amerika.

Analis Wall Street dan pengguna media sosial sama-sama menyebut “Weimar” sebagai peringatan saat kekhawatiran krisis fiskal meningkat. Sementara itu, Departemen Keuangan AS sedang memposisikan stablecoin sebagai alat strategis untuk menyerap membanjirnya utang pemerintah yang terus bertambah.

Angka-angka: Krisis yang Nampak Jelas

Pada tahun fiskal 2020, pembayaran bunga bersih berjumlah US$345 miliar. Pada 2025, angka itu hampir tiga kali lipat menjadi US$970 miliar—unggul sekitar US$100 miliar dari belanja pertahanan. Jika menghitung semua bunga atas utang publik, angkanya melampaui US$1 triliun untuk pertama kalinya.

Sumber: US Congressional Budget Office via KobeissiLetter

Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget Office) memproyeksikan total pembayaran bunga gabungan selama dekade berikutnya akan mencapai US$13,8 triliun—hampir dua kali lipat jumlah yang disesuaikan inflasi dalam dua dekade terakhir.

The Committee for a Responsible Federal Budget mengingatkan bahwa jika terjadi skenario alternatif di mana tarif dinyatakan ilegal dan ketentuan sementara dari undang-undang terbaru menjadi permanen, biaya bunga bisa mencapai US$2,2 triliun pada 2035—naik 127% dari level saat ini.

Mengapa Ini Belum Pernah Terjadi

Rasio utang terhadap PDB sudah mencapai 100%, sebuah ambang yang tidak pernah tercapai sejak Perang Dunia II. Pada 2029, rasio ini akan melampaui puncak tahun 1946 sebesar 106% dan terus naik hingga 118% pada 2035.

Yang paling mengkhawatirkan adalah sifat krisis yang semakin memperparah dirinya sendiri. Pemerintah federal meminjam sekitar US$2 triliun setiap tahun, di mana sekitar setengahnya hanya untuk membayar bunga utang yang sudah ada. Analis CRFB Chris Towner memperingatkan soal potensi “spiral utang”: “If the people who loan us money get worried we’re not going to pay it all back, we could see higher interest rates—which means we have to borrow more to pay interest,” komentar Chris Towner, analis CRFB.

Pertama Kali Dalam SejarahTahunSignifikansi
Bunga melebihi belanja pertahanan2024Pertama sejak Perang Dunia II
Bunga melebihi Medicare2024Pembayaran utang kini jadi pengeluaran kesehatan terbesar
Utang mencapai 100% dari PDB2025Pertama kali sejak setelah Perang Dunia II
Utang melewati rekor puncak 1946 (106%)2029Akan melampaui rekor sepanjang sejarah
Sumber: BeInCrypto

Reaksi pasar: “Weimar” dan “Buy Gold”

Media sosial langsung ramai melihat proyeksi ini. “The trajectory is unsustainable if unchanged,” tulis salah satu pengguna. Pengguna lain membagikan kata “weimar”—merujuk pada hiperinflasi Jerman tahun 1920-an. “The debt service era,” ujar pengguna lain, merangkum perasaan bahwa Amerika sudah memasuki babak baru.

Kebanyakan warganet justru menyarankan berpindah ke aset kuat—emas, perak, dan properti. Yang menarik, hampir tidak ada yang membahas Bitcoin, yang menunjukkan mentalitas “gold bug” tradisional masih menguasai sentimen pasar ritel.

Dampak pada Pasar

Dalam waktu dekat, penerbitan surat utang Treasury yang melonjak menyerap likuiditas pasar. Dengan yield bebas risiko mendekati 5%, saham dan aset kripto menghadapi tantangan besar secara struktural. Dalam jangka menengah, tekanan fiskal bisa mempercepat pengetatan regulasi dan pajak kripto.

Tetapi dalam jangka panjang, situasi ini menimbulkan paradoks bagi investor kripto. Seiring ketidakstabilan fiskal makin dalam, narasi Bitcoin sebagai “emas digital” semakin kuat. Semakin buruk kinerja keuangan tradisional, semakin kuat alasan untuk melirik aset di luar sistem konvensional.

Stablecoin: Krisis dan Solusi

Washington menemukan sekutu tak terduga dalam masalah fiskalnya. GENIUS Act, yang diteken pada Juli 2025, mewajibkan penerbit stablecoin untuk memiliki cadangan 100% dalam US dollar atau surat utang Treasury jangka pendek. Kebijakan ini secara efektif mengubah perusahaan stablecoin menjadi pembeli struktural utang pemerintah.

Menteri Keuangan Scott Bessent menyebut stablecoin sebagai “a revolution in digital finance” yang akan “lead to a surge in demand for US Treasuries,” terang Scott Bessent.

Standard Chartered memperkirakan penerbit stablecoin bakal membeli US$1,6 triliun surat utang negara dalam empat tahun—cukup untuk menyerap semua penerbitan baru selama periode jabatan kedua Trump. Jumlah ini melampaui kepemilikan Treasury Cina yang saat ini sebesar US$784 miliar, sehingga stablecoin berpotensi menjadi pembeli utama pengganti saat bank sentral asing mengurangi paparan terhadap utang AS.

Era Pembayaran Utang Dimulai

Krisis fiskal Amerika justru membuka peluang bagi aset kripto. Saat investor konvensional berebut ke emas, stablecoin diam-diam mulai menjadi infrastruktur penting di pasar utang AS. Sikap Washington yang merangkul regulasi stablecoin tidak semata soal inovasi—namun tentang bertahan hidup. Era pembayaran utang telah dimulai, dan kripto bisa jadi malah menjadi penerima manfaat yang tak terduga.

  •  

Investor Korea Sudah Realisasikan Keuntungan Tahun Ini, Kata BOK: Implikasi Global

Laporan Stabilitas Keuangan terbaru dari Bank of Korea menunjukkan adanya perubahan besar perilaku di antara investor aset kripto Korea—dari akumulasi agresif menjadi strategi ambil untung, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya pada dinamika pasar global.

Ini berarti, walaupun Bitcoin sempat melewati harga US$100.000 tahun ini, investor Korea lebih memilih mencairkan keuntungan dibanding menambah pembelian.

Aktivitas trading besar di Korea mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan

Korea Selatan sudah lama menjadi pemain besar di pasar aset kripto dunia. Meskipun populasinya hanya sebagian kecil dari jumlah penduduk dunia, pasangan trading won Korea (KRW) secara konsisten masuk dalam dua teratas mata uang fiat berdasarkan volume secara global, bahkan sering kali menyaingi atau melampaui US dollar pada masa-masa puncak.

namun, laporan BOK mengungkapkan perubahan nyata dalam perilaku investor. Walaupun tingkat perputaran pasar kripto Korea masih tinggi di angka 156,8%—jauh di atas rata-rata global sebesar 111,6%—namun sifat aktivitas itu sudah berubah. Alih-alih memburu reli harga, investor ritel Korea kini justru mengambil untung selama bull market 2025.

“Pasar aset kripto domestik menunjukkan tingkat perputaran tinggi karena mayoritas peserta adalah investor individu yang cenderung merealisasikan keuntungan lewat trading jangka pendek,” terang bank sentral.

Risiko Konsentrasi dan Kekhawatiran Struktur Pasar

Laporan itu juga menyoroti tingkat konsentrasi pasar yang sangat tinggi: 10% investor teratas menyumbang 91,2% dari total volume perdagangan antara tahun 2024 hingga Juni 2025, menurut data dari Otoritas Pengawas Keuangan. Konsentrasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi manipulasi harga oleh segelintir pemain saja.

Lingkungan regulasi unik di Korea—yang secara efektif melarang partisipasi korporasi dan melarang investor asing trading di exchange domestik—menghasilkan pasar yang nyaris dikuasai sepenuhnya oleh trader ritel. Tidak adanya market maker profesional juga menyebabkan keterbatasan likuiditas, terbukti saat harga Tether melonjak 5x di Bithumb saat pasar turun di bulan Oktober.

Dampak Riak Secara Global

Ketika trader Korea menarik diri, pasar global ikut terasa dampaknya. Data historis menunjukkan bahwa selama bull run 2017 dan 2021, exchange Korea seperti Upbit dan Bithumb sering menempati peringkat teratas volume global. Yang sering disebut “Kimchi Premium“—saat harga aset kripto di Korea lebih tinggi dibanding patokan internasional—selalu menjadi indikator kuat euforia trader ritel.

Perubahan perilaku menuju strategi ambil untung saat ini mungkin berkontribusi pada laju reli 2025 yang lebih moderat dibanding siklus sebelumnya. Karena investor ritel Korea tidak lagi menjadi penopang besar bid secara agresif, buku order global kehilangan salah satu sumber tekanan beli penting di fase akumulasi utama.

Perubahan ini juga tidak terjadi sendirian. Laporan BOK sebelumnya menyebutkan melambatnya pasar aset kripto domestik karena pasar saham lokal sedang booming. KOSPI melonjak lebih dari 70% sepanjang tahun dan menjadi indeks utama dengan kinerja terbaik di dunia, dipicu oleh saham terkait AI seperti Samsung Electronics dan SK Hynix.

Volume trading harian di platform aset kripto utama Korea turun lebih dari 80% dari puncaknya pada 2024, karena investor lokal mengalihkan modal ke saham dan ETF leverage AS. “Ke mana semua investor ritel Korea di dunia kripto? Jawabannya: Ke pasar saham di sebelah,” ujar analis AB Kuai Dong.

Jalur Berbeda: Korea vs. Adopsi Institusi Secara Global

Perbedaannya sangat nyata jika dibandingkan dengan tren pasar global. Saat Korea masih didominasi ritel, pasar internasional justru semakin cepat institusionalisasi sejak SEC menyetujui exchange-traded fund (ETF) Bitcoin spot pada Januari 2024. Produk ini telah menarik arus masuk bersih lebih dari US$54 miliar, dengan IBIT milik BlackRock sendiri mengelola aset lebih dari US$50 miliar.

Laporan BOK mengakui adanya perbedaan tersebut, dengan menyebut bahwa pasar aset kripto global kini kian berkorelasi dengan saham tradisional—terutama di masa tekanan ekonomi makro atau perubahan kebijakan moneter. Korelasi Bitcoin dan S&P 500 naik secara signifikan sejak 2020, seiring meningkatnya partisipasi institusi, adopsi oleh treasury korporasi, dan menjamurnya ETF.

Sebaliknya, pasar Korea relatif masih terisolasi dari dinamika global tersebut. Bank sentral menjelaskan situasi ini karena konsentrasi investor ritel yang tinggi, keterbatasan likuiditas, serta kontrol modal yang membatasi peluang arbitrase.

Apa Selanjutnya: Institusionalisasi di Depan Mata

Laporan itu menyimpulkan bahwa keunikan pasar Korea ini mungkin akan berkurang seiring adanya reformasi regulasi. Pemerintah mulai memperbolehkan yayasan nirlaba menjual aset kripto sejak Juni dan kini sudah mengizinkan investor profesional trading dalam skema percontohan. Diskusi juga masih berlangsung terkait kemungkinan persetujuan exchange-traded fund (ETF) Bitcoin spot.

BOK memproyeksikan, bila institusi keuangan dan investor asing diizinkan berpartisipasi, maka mekanisme market making yang benar bisa terbentuk dan kendala likuiditas akan berkurang. Peningkatan keterlibatan institusi juga akan membuat volatilitas volume perdagangan mengecil dan tingkat perputaran turun secara bertahap.

Meski begitu, bank sentral turut mengingatkan sejumlah risiko. “Saat korporasi dan investor asing yang punya keunggulan informasi serta modal besar masuk ke pasar, harga aset kripto domestik bisa jadi lebih sensitif pada perubahan permintaan-penawaran,” papar laporan itu, sambil menegaskan perlunya pemantauan ketat selama masa transisi.

Kesimpulan

Pasar aset kripto Korea kini berada di titik penting. Pergeseran dari pembelian agresif menuju strategi ambil untung menandakan kematangan investor, tapi juga menghilangkan salah satu sumber momentum pasar global. Seiring berkembangnya kerangka kelembagaan dan regulasi makin terbuka, dampak Korea pada dinamika aset kripto dunia mungkin akan beralih dari volume ritel semata menjadi arus modal yang lebih canggih.

Untuk saat ini, era di mana trader ritel Korea mampu mendorong reli global sendirian sepertinya mulai memudar—sebuah perubahan yang dapat membentuk ulang pola sentimen pasar pada siklus yang akan datang.

  •  

Mengapa Perak Bisa Mengungguli Emas dan Bitcoin pada 2026

Perak menjadi salah satu aset utama dengan performa terkuat di tahun 2025, bahkan jauh mengungguli emas dan Bitcoin.

Reli perak ini bukan hanya didorong spekulasi semata. Kondisi ini justru mencerminkan perpaduan langka pergeseran ekonomi makro, permintaan industri, dan tekanan geopolitik, yang bisa terus berlangsung hingga 2026.

Performa Silver di 2025 dalam Konteks

Menjelang akhir Desember 2025, harga perak diperdagangkan mendekati US$71 per ons, naik lebih dari 120% sepanjang tahun. Harga emas juga naik sekitar 60% di periode yang sama, sedangkan Bitcoin justru ditutup sedikit turun setelah sempat bergerak volatil dan mencapai puncak pada Oktober.

Harga perak memulai 2025 di kisaran US$29 per ons lalu terus naik stabil sepanjang tahun. Lonjakan makin kencang pada paruh kedua tahun seiring defisit pasokan melebar dan permintaan industri naik di luar perkiraan.

Grafik Harga Perak di 2025 | Sumber: BullionVault

Emas juga menguat signifikan, bergerak dari kisaran US$2.800 ke atas US$4.400 per ons, didukung oleh turunnya yield riil dan permintaan dari bank sentral.

Meskipun begitu, performa perak jauh melampaui emas, sesuai dengan kecenderungan historisnya yang memang sering menguat lebih tinggi di setiap siklus komoditas logam mulia.

Grafik Harga Emas di 2025 | Sumber: BullionVault

Bitcoin justru memilih jalur berbeda. Harga Bitcoin melonjak ke rekor mendekati US$126.000 pada awal Oktober, tapi kemudian berbalik turun tajam hingga akhir Desember hanya berada di kisaran US$87.000.

Berbeda dengan logam mulia, Bitcoin gagal menjadi aset lindung yang diincar saat terjadi aksi risk-off di akhir tahun.

Kondisi ekonomi makro mendukung aset keras

Ada beberapa faktor ekonomi makro yang menopang perak sepanjang tahun 2025. Yang paling utama, kebijakan moneter global mulai melonggar. The Fed AS telah menurunkan suku bunga berkali-kali hingga akhir tahun, sehingga yield riil turun dan dollar melemah.

Bersamaan itu, kekhawatiran soal inflasi juga belum terselesaikan. Kombinasi seperti ini secara historis memang menguntungkan aset nyata, khususnya yang memiliki nilai moneter sekaligus industri.

Berbeda dengan emas, perak dapat manfaat langsung dari ekspansi ekonomi. Di tahun 2025, peran ganda ini jadi sangat menentukan.

This is a 50-Yr chart of Silver futures
The red arrow marks my 1st trade in Silver
The $50 level rejected Silver in 1981 and 2011
The price has now sliced above $50
Corrections should find support in the low $50s
Upside targets exist at $87 and eventually $200-plus$SI_F pic.twitter.com/sz076mdeP1

— Peter Brandt (@PeterLBrandt) December 13, 2025

Permintaan Industri Jadi Penggerak Utama

Reli perak makin kuat karena didorong oleh permintaan fisik, bukan arus investasi belaka. Penggunaan industri telah menyumbang sekitar setengah dari total konsumsi perak, bahkan porsinya kini terus tumbuh.

Transisi energi punya peran besar. Sektor tenaga surya tetap menjadi sumber permintaan baru terbesar, dan elektrifikasi di sektor transportasi maupun infrastruktur justru menambah beban pada pasokan perak yang sudah ketat.

Pasar perak global membukukan defisit tahunan kelima secara beruntun pada tahun 2025. Pasokan sulit bertambah karena sebagian besar produksi perak hanya sebagai produk sampingan pertambangan logam dasar, bukan dari proyek khusus perak.

Most of silver demand is industrial and those users don't care if the price is 5x, because silver is only a small part of their products.

Industrial demand (mainly solar) continues to rise.

Also retail demand in Asia is now INCREASING along with rising prices.

— GoldSilver HQ (@GoldSilverHQ) December 23, 2025

Kendaraan Listrik Tambah Permintaan Struktural

Mobil listrik telah meningkatkan kebutuhan perak secara signifikan di tahun 2025. Setiap mobil listrik membutuhkan 25 hingga 50 gram perak, atau sekitar 70% lebih banyak dibanding kendaraan bermesin pembakaran.

Dengan penjualan mobil listrik global naik dua digit setiap tahun, permintaan perak untuk otomotif mencapai puluhan juta ons per tahun.

Infrastruktur pengisian daya menambah tren ini. Pengisi daya cepat berdaya tinggi memerlukan kilogram perak untuk komponen elektronik dan konektornya.

Berbeda dengan permintaan investasi yang cenderung naik-turun mengikuti siklus, konsumsi perak untuk mobil listrik bersifat struktural. Pertumbuhan produksi pun langsung berdampak pada peningkatan penyerapan fisik yang berkelanjutan.

Silver $71 today.
Just the beginning.
I completed a detailed analysis of Samsung's new battery technology. Production begins in 2027. (Confirmed by Samsung.) Approximately 1 kg of silver will be needed per EV. And Samsung's silver-carbon batteries will also be widely used across…

— HealthRanger (@HealthRanger) December 23, 2025

Pengeluaran pertahanan diam-diam memperketat pasokan

Permintaan dari sektor militer menjadi faktor yang kurang terlihat, tapi peranannya makin penting. Persenjataan modern sangat bergantung pada perak untuk sistem elektronik panduan, radar, komunikasi aman, hingga drone.

Satu rudal jelajah saja bisa mengandung ratusan ons perak yang langsung hancur saat digunakan. Permintaan dari sektor pertahanan pun jadi tidak bisa didaur ulang.

Pengeluaran militer dunia mencetak rekor tertinggi di 2024 dan masih terus naik selama 2025 di tengah perang di Ukraina dan Timur Tengah.

Eropa, Amerika Serikat, dan Asia semuanya meningkatkan pembelian amunisi canggih, sekaligus secara diam-diam menyerap perak fisik.

Guncangan Geopolitik Menguatkan Tren

Ketegangan geopolitik semakin memperkuat posisi perak. Konflik yang berkepanjangan mendorong penimbunan persediaan pertahanan, sedangkan fragmentasi perdagangan menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan pasokan bahan-bahan penting.

Berbeda dengan emas, perak berada di persimpangan kebijakan keamanan nasional dan industri. Beberapa pemerintah mulai mengklasifikasikan perak sebagai material strategis, yang mencerminkan perannya dalam teknologi sipil dan militer.

Dinamika ini menciptakan umpan balik langka: risiko geopolitik menaikkan permintaan investasi safe-haven sekaligus konsumsi industri yang nyata.

The rise in the price of gold and silver from 2001 through 2008 was a sign of a major Fed policy error and a harbinger of the 2008 financial crisis. The current rally that began in 2024 is signaling a bigger policy error that will have even more profound consequences for the U.S.

— Peter Schiff (@PeterSchiff) December 22, 2025

Mengapa 2026 bisa memperpanjang masa outperformance

Ke depannya, sebagian besar faktor yang mendorong harga perak di 2025 masih tetap ada. Adopsi kendaraan listrik terus meningkat. Ekspansi jaringan listrik dan investasi di energi terbarukan masih menjadi prioritas pemerintah. Anggaran pertahanan pun belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Pada saat yang sama, pasokan perak tetap terbatas. Proyek pertambangan baru memerlukan waktu lama dan daur ulang tidak mampu mengimbangi kehilangan industri yang terus meningkat dari pemakaian militer.

Emas mungkin masih akan berkinerja baik jika imbal hasil riil tetap rendah. Bitcoin bisa pulih jika selera risiko membaik. Tapi tidak ada yang menggabungkan perlindungan moneter sekaligus paparan langsung pada tren elektrifikasi global dan pengeluaran pertahanan seperti perak.

Kombinasi inilah yang membuat banyak analis melihat perak sebagai aset yang sangat menarik untuk 2026.

Looks like silver is going to be a shocker for most. While a significant group of investors is still in denial and do not realize that we are in a new realities constantly waiting for a pullback, silver keeps pushing higher and higher. My immediate target is $75 – 80. Let's wait… pic.twitter.com/ni35W0lIwd

— Rashad Hajiyev (@hajiyev_rashad) December 22, 2025

Reli perak di tahun 2025 bukan sekadar lonjakan spekulatif sesaat. Hal ini mencerminkan perubahan struktural mendalam dalam cara ekonomi global menggunakan logam ini.

Jika tren saat ini terus berlanjut, peran ganda perak sebagai lindung nilai moneter dan kebutuhan industri bisa saja membuatnya mengungguli baik emas maupun Bitcoin lagi di 2026.

  •  

Apa Narasi Kripto Utama yang Layak Diperhatikan di 2026?

Fase pertumbuhan berikutnya dari dunia aset kripto sedang berlangsung dengan tenang, karena narasi kripto kini mulai beralih ke penggunaan sehari-hari. Adopsi pada tahun 2026 semakin dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat sudah memanfaatkan aset kripto dalam kehidupan finansial sehari-hari.

Dalam sebuah wawancara bersama BeInCrypto, perwakilan dari CakeWallet dan SynFutures memaparkan ke mana arah masa depan kripto secara realistis selama satu tahun ke depan. Menurut mereka, pembayaran, tabungan, dan manajemen risiko kini menggantikan spekulasi sebagai faktor utama penggerak aktivitas kripto yang berkelanjutan.

Kripto sebagai Uang Sehari-hari

Salah satu tanda paling jelas terkait adopsi kripto menuju 2026 adalah perannya yang makin besar sebagai uang sehari-hari, terutama di kawasan yang sistem keuangannya tidak stabil atau sukar diakses.

Sekarang, alih-alih hanya untuk spekulasi, aset kripto makin sering dimanfaatkan sebagai alat praktis untuk menabung, bertransaksi, dan mengirimkan nilai.

“Jawabannya sangat beragam tergantung dari mana kamu berasal, tapi saya melihat ada dua kasus besar untuk pertumbuhan di 2026,” ujar Seth for Privacy, Wakil Presiden CakeWallet. “Yang pertama ada di Global South, di mana permintaan stablecoin melonjak tajam beberapa tahun terakhir.”

Crypto adoption shifts from wallet counts to weekday spending as new behavioral metrics and loyalty economics redefine what real usage means. pic.twitter.com/Hv014vx6Ej

— Kira (@Kira_Crypto247) December 22, 2025

Di kawasan ini, aset kripto sering kali mengisi kekosongan akibat inflasi, kontrol modal, atau infrastruktur perbankan yang lemah. Khusus stablecoin, orang bisa terus menyimpan nilai dalam mata uang yang tidak gampang jatuh nilainya serta mudah dikirimkan.

“Kemungkinan untuk orang biasa di Nikaragua, misalnya, menggunakan stablecoin seperti USDT dengan cara yang menjaga privasi untuk menyimpan kekayaan dan membayar kebutuhan riil, akan sangat membantu mereka melindungi diri dari kejahatan dan pencurian,” terang eksekutif tersebut.

Seiring makin dikenalnya kripto, privasi juga jadi semakin penting. Bagi pengguna yang mengandalkan kripto untuk belanja harian, melindungi data transaksi bukan sekadar soal ideologi, melainkan demi keamanan pribadi.

Dalam konteks ini, kebutuhanlah yang mendorong adopsi—bukan sekadar antusiasme—dan pertumbuhan tetap berjalan tanpa melihat siklus pasar.

Ketika berbagai kasus penggunaan ini makin matang, alat-alat penunjangnya—terutama stablecoin—kian berperan sentral dalam cara kerja dunia kripto di seluruh dunia.

Yield dan Pembayaran Stablecoin

Meski stablecoin sudah lama diidentikkan dengan negara berkembang, perannya kini turut meluas dengan pesat ke negara maju. Pada 2026, stablecoin mulai diposisikan sebagai alat keuangan utama, bukan sekadar jembatan sementara antara kripto dan fiat.

“Sampai saat ini, pasar terbesar yang masih belum tersentuh ialah Barat,” tutur Seth. “Banyak orang melewatkan manfaat stablecoin karena akses perbankan dan fiat yang mudah.”

Our 2026 Infra Year Ahead Report is out now!

Stablecoins have become the most important infrastructure story in crypto.

Every fintech wave promised to fix payments but just layered better UX on the same infrastructure. Revolut and Nubank delivered better experiences while… pic.twitter.com/zEhC6sndmv

— Delphi Digital (@Delphi_Digital) December 17, 2025

Namun, pandangan tersebut bisa berubah ketika pengguna mulai membandingkan kecepatan dan kemudahan transfer stablecoin dengan sistem keuangan tradisional. Bagi banyak orang, keunggulan utamanya terletak pada menghindari keterlambatan, biaya, dan perantara yang tidak perlu.

“Setelah para pengguna ini paham betapa lebih mudahnya berpindah antara Bitcoin dan USDT dibandingkan fiat, laju adopsi akan meningkat pesat,” tambah dia.

Stablecoin kini membentuk bagaimana aktivitas keuangan on-chain berlangsung. Makin banyak pengguna berpotensi tertarik pada stablecoin untuk meraup pendapatan pasif di 2026, dengan memanfaatkan yield DeFi.

“Stablecoin kini menjadi lapisan dasar untuk trading DeFi dan pasar derivatif,” ucap Wenny Cai, COO SynFutures. Ia menambahkan, kini aset tersebut tidak sekadar disimpan diam, melainkan juga aktif digunakan sebagai saldo. Para pengguna mulai memperlakukan stablecoin sebagai “modal kerja—dana yang aktif diputar, bukan sekadar diparkir.”

Pergeseran cara orang menyimpan dan menggerakkan nilai inilah yang mulai mengubah interaksi pengguna terhadap kripto, bukan hanya sekadar pembayaran biasa.

Saat Penggunaan Menjadi Sengaja

Bersamaan dengan makin matangnya pasar kripto, perilaku pengguna pun ikut berubah. Alih-alih mengejar pergerakan harga jangka pendek, banyak pengguna kini mulai memanfaatkan kripto secara lebih terarah dan terkendali.

“Kita akan melihat adanya pergeseran penggunaan kripto sebagai uang, akhirnya!” papar Seth kepada BeInCrypto. “Saat spekulasi mulai mereda dan harga mulai stabil, kita akan terus melihat pertumbuhan penggunaan kripto untuk benar-benar membayar barang dan jasa.”

Pada waktu yang sama, sebagian pengguna juga mulai memanfaatkan alat yang memungkinkan mereka mengelola eksposur dan ketidakpastian secara lebih baik. Menurut Cai, pada 2026 pengguna ritel akan lebih condong ke pengelolaan modal aktif, bukan sekadar spekulasi pasif.

Bukannya makin menyebar investasi, kini pengguna justru semakin memfokuskan perhatian mereka.

“Alih-alih membeli dan hold puluhan token, pengguna kini lebih memilih trading aset besar dengan leverage, melakukan lindung nilai atas risiko penurunan, atau memakai strategi terstruktur—semuanya di on-chain,” jelasnya.

Meski mekanismenya bisa jadi rumit, motivasinya sangat sederhana. Pengguna ingin memiliki lebih banyak kendali, hasil yang lebih jelas, dan risiko kejutan yang lebih sedikit.

Bersamaan dengan perubahan perilaku pengguna, adopsi pun makin meluas ke beragam kelompok dan sektor industri.

Integrasi DeFi dan TradFi

Adopsi aset kripto di tahun 2026 tidak terbatas hanya pada satu kelompok demografis

Justru, adopsi aset kripto mencakup individu, bisnis, dan pelaku pasar profesional, di mana masing-masing punya kebutuhan yang berbeda.

“Pertumbuhan terbesar secara keseluruhan masih terjadi di Global South, tempat orang-orang benar-benar punya kebutuhan nyata hari ini, bukan sekadar ingin berspekulasi,” terang Seth. “Akses perbankan yang buruk, mata uang fiat yang cepat terdepresiasi, dan kontrol remitansi yang ketat membuat negara-negara ini sangat siap mempercepat penggunaan aset kripto pada 2026.”

"But no one uses it as money!"

For years, skeptics dismissed Bitcoin with the same tired line: "No one actually uses it for payments."

That argument no longer stands up under scrutiny.

As of mid-December 2025, there are now 24,113 verified bitcoin-accepting merchants… pic.twitter.com/xpL00iY8cp

— Alex Stanczyk ∞/21m (@alexstanczyk) December 17, 2025

Sementara itu, pengguna profesional makin banyak yang mengintegrasikan alat kripto ke dalam proses operasional yang sudah mereka miliki.

“Selain fintech, perusahaan trading, manajer aset digital, dan broker online menjadi pelaku terdepan dalam mengadopsi alat DeFi di tahun 2026,” papar Cai.

Yang kini berubah adalah tingkat kesiapan. Infrastruktur sudah lebih maju, platform makin stabil, serta alat yang tersedia bisa mendukung aktivitas dengan volume besar secara konsisten. Alhasil, adopsi aset kripto kini tidak lagi dianggap percobaan, melainkan sebagai keputusan bisnis yang nyata.

Meski makin luas, tetap ada satu tantangan yang masih sangat memengaruhi seberapa jauh aset kripto bisa berkembang secara realistis.

Platform yang Membuat Aset Kripto Mudah Digunakan

Dari kedua wawancara, ada satu kesimpulan yang sama: hambatan utama untuk memperluas adopsi aset kripto bukan lagi masalah kemampuan teknis, regulasi, maupun likuiditas.

“Tentu saja user experience,” ujar Seth saat ditanya apa yang paling bisa mendorong pertumbuhan aset kripto di 2026. “Terlalu lama, alat-alat kripto dibuat ‘oleh para nerd untuk para nerd’.”

Cai juga sependapat dari sisi trading

“Infrastruktur sudah berfungsi, likuiditas tersedia, dan permintaan sudah terbukti—namun alat trading yang canggih masih terasa menakutkan bagi banyak pengguna,” tutur dia.

Ketika aset kripto memasuki fase berikutnya, keberhasilannya bakal makin bergantung pada kejelasan serta kesederhanaan. Platform yang membuat alat-alat canggih terasa mudah dipahami dan aman kemungkinan besar akan mendapatkan penggunaan yang berkelanjutan.

Pada 2026, narasi kripto yang paling penting mungkin justru yang tidak disadari oleh pengguna—karena semuanya berjalan begitu saja.

  •  

Ethereum Mendekati US$3.000 karena Bitmine Menambah Kepemilikan Jadi 4 Juta ETH

Ethereum kembali mencoba merebut level US$3.000 setelah beberapa kali gagal sepanjang bulan ini. ETH sempat naik di awal perdagangan namun terus menghadapi resistance di tengah kondisi pasar yang masih rapuh.

Meski pergerakan tetap lesu, data on-chain menunjukkan investor mungkin sedang bersiap mendukung potensi pemulihan harga.

Jumlah holder Ethereum terus bertambah

Pertumbuhan network Ethereum melonjak ke level tertinggi dalam empat tahun tujuh bulan. Indikator ini menunjukkan kecepatan penambahan alamat baru ke dalam jaringan. Kenaikan ini menandakan adanya minat baru di harga saat ini, meski ETH masih kesulitan untuk menembus harga yang lebih tinggi.

Pertumbuhan network yang meningkat biasanya membawa masuk modal baru. Peserta baru menambah likuiditas dan memperkuat fondasi permintaan. Bagi Ethereum, tren ini sangat penting karena pemulihan harga membutuhkan arus masuk yang konsisten, bukan sekadar trading spekulatif jangka pendek. Pertumbuhan alamat yang kuat menandakan kepercayaan jangka panjang masih terjaga.

Mau update token seperti ini? Daftar ke Newsletter Crypto Harian Editor Harsh Notariya di sini.

Ethereum Network Growth
Pertumbuhan Network Ethereum | Sumber: Santiment

Bitmine Bisa Membantu Pemulihan Harga

Kontributor utama pertumbuhan ini adalah Bitmine. Perusahaan tersebut dengan cepat mengakumulasi Ethereum lewat strategi treasury-nya. Bitmine sekarang memegang sekitar 4.066.000 ETH, setara 3,37% dari total suplai dalam enam bulan.

Perusahaan ini secara terbuka menargetkan kepemilikan 5% dari seluruh ETH, langkah yang dapat memperketat suplai di pasar dan mendorong kenaikan harga.

Indikator ekonomi makro memberikan sinyal yang beragam. MVRV Long/Short Difference masih berada di level negatif yang rendah, menandakan baik holder jangka panjang maupun trader jangka pendek saat ini sama-sama belum meraih profit. Kondisi tanpa keuntungan seperti ini biasanya memperlambat aktivitas transaksi, karena pelaku pasar enggan memindahkan aset dengan posisi rugi.

Kondisi profit yang rendah bisa menahan pergerakan transaksi di seluruh network. Tapi, suasana seperti ini juga bisa menurunkan tekanan jual. Jika kondisi makro membaik, holder jangka panjang umumnya bertindak sebagai penyeimbang. Keengganan mereka menjual di harga yang tidak menguntungkan bisa menjadi dasar pemulihan saat permintaan kembali naik.

Kondisi Ethereum saat ini mencerminkan keseimbangan tersebut. Profit yang lemah membatasi antusiasme, tapi juga mencegah distribusi besar-besaran. Katalis eksternal yang positif dapat dengan cepat mengubah sentimen, sehingga tangan kuat bisa menyerap suplai dan mendorong harga ETH lebih tinggi.

Ethereum MVRV Long/Short Difference
Perbedaan MVRV Long/Short Ethereum | Sumber: Santiment

Harga ETH Menghadapi Tantangan

Ethereum diperdagangkan dekat US$2.968 pada waktu publikasi, sedikit di bawah resistance US$3.000. Level ini beberapa kali membatasi pergerakan harga dalam beberapa pekan terakhir. Kegagalan berulang untuk merebutnya membuat ETH tetap rentan terhadap volatilitas dan koreksi jangka pendek.

Untuk kembali menyentuh level tertinggi Desember di US$3.447, ETH perlu pulih sekitar 16%. Hambatan awal ada di US$3.131, zona resistance kunci. Pertumbuhan network yang konsisten dan akumulasi dari entitas besar seperti Bitmine bisa memberi tekanan beli yang dibutuhkan untuk menembus level ini.

ETH Price Analysis.
Analisis Harga ETH | Sumber: TradingView

Risiko penurunan tetap ada jika Ethereum gagal menembus US$3.000 sebagai support. Penolakan bisa membawa harga turun kembali ke US$2.798, level yang sudah pernah diuji sebelumnya. Melihat kecenderungan ETH untuk bergerak tajam di area ini, breakdown bisa memicu penurunan lebih cepat sebelum harga stabil lagi.

  •  

Tiga Raksasa Keuangan Prediksi Alasan Aset Kripto Hadapi Ujian Terberat pada 2026

Tahun ini, dunia aset kripto terlihat semakin dewasa dan tidak lagi seperti percobaan, karena dipengaruhi oleh konsolidasi institusi, regulasi yang bergerak lebih cepat, dan tekanan ekonomi makro yang terus meningkat.

Menuju tahun 2026, arah industri ini akan sangat bergantung pada aset mana yang mampu bertahan menghadapi pengawasan institusi, serta bagaimana risiko resesi, perubahan kebijakan moneter, dan adopsi stablecoin membentuk ulang posisi aset kripto dalam sistem keuangan berbasis Dollar AS.

Modal institusi dorong konsolidasi aset kripto

Sepanjang tahun 2025, BeInCrypto berbicara dengan investor berpengalaman dan ekonom terkemuka untuk menilai ke mana arah industri aset kripto dan apa yang akan terjadi di masa depan pada sektor yang selama ini identik dengan ketidakpastian.

Investor Shark Tank, Kevin O’Leary, memulai dengan asumsi sederhana. Ketika modal institusi masuk ke pasar, tren investasi kripto jadi beralih dari aktivitas ‘berburu token’ tanpa batas menuju sekumpulan aset yang masuk akal untuk dialokasikan dalam jangka panjang.

Ia menjadikan pengalamannya sendiri sebagai contoh kasus. O’Leary awalnya merupakan skeptis terhadap kripto, namun setelah regulasi mulai terbentuk, ia memutuskan untuk ikut terjun.

Pada awalnya, ia membeli aset secara luas. Portofolionya sempat berisi 27 token. Ia kemudian menyadari bahwa strategi itu berlebihan. Kini, ia hanya memegang tiga aset kripto, yang menurutnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

“If you statistically look at the volatility of just Bitcoin and Ethereum and a stablecoin for liquidity… That’s all I need to own,” ujar O’Leary dalam salah satu episode podcast BeInCrypto ini.

Bagi O’Leary, setiap aset punya fungsi tersendiri. Ia menggambarkan Bitcoin sebagai pelindung nilai terhadap inflasi, dan sering membandingkannya dengan emas digital yang memiliki nilai karena kelangkaan dan sifat terdesentralisasi.

Ethereum, sebaliknya, bukan sebagai mata uang, melainkan infrastruktur inti bagi sistem keuangan baru, dimana pertumbuhan jangka panjangnya bergantung pada teknologi tersebut. Stablecoin, ucapnya, ia simpan demi fleksibilitas, bukan untuk mengejar keuntungan besar.

🦈 Kevin O’Leary says Ethereum is not just a trend but a market shift.

What drives this shift: scalability, trust, or something bigger? pic.twitter.com/yLV5sE7Bhi

— BeInCrypto (@beincrypto) September 9, 2025

Kerangka berpikir tersebut membentuk pandangannya untuk tahun 2026. Seiring regulasi yang makin maju dan partisipasi institusi semakin dalam, O’Leary memperkirakan modal akan terkonsentrasi di Bitcoin dan Ethereum sebagai aset inti pasar. Token lain akan kesulitan untuk mendapatkan alokasi secara berkelanjutan dan akan lebih banyak bersaing di pinggiran pasar.

Di situasi seperti itu, investasi kripto akan meninggalkan spekulasi dan lebih fokus membangun portofolio dengan disiplin, lebih mirip seperti pengelolaan kelas aset tradisional.

Tetapi meski para investor mempersempit portofolio mereka, masalah tentang pihak mana yang pada akhirnya mengendalikan infrastruktur keuangan kripto justru semakin kompleks.

Kontrol Dollar Berpindah ke Onchain

Ketika investor seperti O’Leary memilih konsentrasi aset, ekonom Yunani sekaligus mantan menteri keuangan, Yanis Varoufakis, melihat pergeseran lain yang terjadi.

Pada sebuah episode podcast BeInCrypto ini, ia menyoroti bahwa kendali terhadap infrastruktur moneter kripto kini semakin ketat, terutama setelah stablecoin mulai diawasi secara lebih dekat oleh negara dan korporasi.

Varoufakis menilai kebijakan AS belakangan ini sebagai titik balik. Dengan mendorong undang-undang seperti GENIUS Act, Washington mengadopsi perluasan sistem Dollar berbasis stablecoin. Alih-alih menantang tatanan keuangan saat ini, stablecoin justru digunakan untuk memperkuatnya.

Wall Street’s next move to control crypto https://t.co/ixPa4ZoOZh

— Yanis Varoufakis (@yanisvaroufakis) October 30, 2025

Dia menghubungkan strategi ini dengan logika dari apa yang disebut sebagai Mar-a-Lago Accord, yaitu melemahkan nilai tukar Dollar namun tetap menjaga dominasinya dalam sistem pembayaran global. Kontradiksi inilah yang menurutnya sangat berbahaya.

Varoufakis mengingatkan bahwa model ini menyerahkan kekuasaan moneter kepada penerbit swasta, yang memperbesar konsentrasi keuangan sambil mengurangi akuntabilitas publik. Menurut dia, risikonya meluas ke luar AS karena stablecoin berdenominasi Dollar menyebar ke berbagai ekonomi asing.

“As we speak, there are Malaysian companies, Indonesian companies, and companies here in Europe that increasingly use Tether… which is a huge problem. Suddenly, these countries… end up with central banks that do not control their money supply. So their capacity to effect monetary policy diminishes and that introduces instability,” tutur Varoufakis dalam episode podcast BeInCrypto.

Menatap tahun 2026, ia menggambarkan stablecoin seperti garis patahan sistemik.

Kegagalan besar di sektor ini dapat memicu guncangan keuangan lintas negara, membuka kerentanan terdalam kripto, bukan pada volatilitas harga, melainkan keterkaitan yang makin kuat dengan struktur kekuasaan lama.

Risiko ini memang masih bersifat teoritis selama kondisi pasar tenang. Ujian nyata akan terjadi ketika pertumbuhan melambat, likuiditas menyusut, dan pasar mulai tertekan.

Mantan penasihat ekonomi Ronald Reagan, Steve Hanke, mengingatkan bahwa ujian seperti itu akan segera tiba.

Perlambatan ekonomi uji kekuatan pasar

Dalam sebuah episode podcast BeInCrypto, profesor ekonomi terapan dari Johns Hopkins menyampaikan bahwa ekonomi Amerika Serikat menuju resesi, bukan karena inflasi, melainkan disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan dan pertumbuhan moneter yang lemah.

Hanke menunjukkan kebijakan tarif yang tidak konsisten dan defisit fiskal yang terus melebar sebagai faktor utama yang menahan investasi dan kepercayaan pelaku usaha.

“Ketika itu terjadi, investor yang sedang berencana investasi, misalnya untuk membangun pabrik baru, biasanya memilih menahan diri dan berkata, ‘kita tunggu situasinya lebih jelas dulu baru ambil tindakan selanjutnya.’ Akhirnya mereka menghentikan investasi,” tutur Hanke.

Seiring kondisi ekonomi semakin memburuk, Hanke memperkirakan Federal Reserve akan terus merespons dengan kebijakan moneter yang lebih longgar.

Dia memang tidak membahas aset kripto secara langsung. Tapi, sudut pandang makroekonomi yang ia paparkan akan membentuk situasi di mana aset kripto bakal diuji.

Likuiditas yang ketat lalu tiba-tiba dilonggarkan secara historis selalu membuka kelemahan di berbagai pasar keuangan, terutama di sistem yang sangat mengandalkan leverage atau kepercayaan yang rapuh.

Bagi aset kripto, dampaknya bersifat struktural, bukan sekadar spekulasi belaka.

Dalam situasi yang dihantui risiko resesi dan volatilitas kebijakan, tekanan ekonomi akan memperlihatkan hal-hal yang sebelumnya tersembunyi oleh pertumbuhan. Yang bertahan bukanlah yang tumbuh paling cepat, melainkan yang benar-benar kokoh menghadapi tekanan.

  •  

Rusia Rencanakan Regulasi Baru Aset Kripto untuk 2026

Bank Sentral Rusia memperkenalkan kerangka konseptual yang telah lama dinantikan untuk mengatur perdagangan aset kripto pada 23 Desember, menandai pergeseran besar dari pembatasan ad-hoc menuju pasar yang terstruktur dan berlisensi.

Dalam usulan tersebut, aset kripto dan stablecoin akan diakui secara legal sebagai nilai mata uang yang bisa dibeli dan dijual. Tapi, aset ini tetap dilarang sebagai alat pembayaran di dalam Rusia.

Apa yang Diperkenalkan Kerangka Baru Ini

Bank sentral sudah menyerahkan usulan legislatifnya kepada Pemerintah Rusia untuk ditinjau.

Pengumuman ini menjadi upaya terbesar sejauh ini untuk membawa aktivitas kripto di bawah pengawasan keuangan yang resmi, sambil tetap menjaga kontrol ketat terhadap risiko ritel dan arus modal.

Usulan ini menetapkan model investor dua tingkat, yaitu membedakan antara peserta ritel dan profesional.

Investor yang belum memenuhi syarat hanya diperbolehkan membeli aset kripto paling likuid saja, yang akan didefinisikan di aturan mendatang.

Akses akan mewajibkan tes pengetahuan risiko dan pembelian akan dibatasi maksimal 300.000 rubel per tahun.

Investor yang telah memenuhi syarat akan menghadapi lebih sedikit pembatasan. Mereka diperbolehkan membeli aset kripto apa saja kecuali token anonim yang smart contract-nya menyembunyikan data transaksi.

Batasan volume pembelian tidak berlaku, walaupun tes pengetahuan risiko tetap wajib dilakukan.

Bank sentral menekankan bahwa aset kripto tetap memiliki risiko yang tinggi, karena volatilitas, tidak ada dukungan dari negara, dan paparan terhadap sanksi.

Russia is leading Europe in crypto use, over $376B moved in a year, says Chainalysis.

While others talk about regulation, Russians are actually using crypto for real needs; trading, saving, and moving money fast.

Quiet adoption, big numbers. pic.twitter.com/2XcmYx8ioB

— Tom Tucker (@WhatzTheTicker) October 16, 2025

Perbedaan Hal Ini dengan Sikap Rusia Saat Ini

Sampai saat ini, kebijakan kripto Rusia masih terpecah-pecah. Kepemilikan dan perdagangan secara praktik dibolehkan, tapi tidak ada jalur pengaturan yang jelas.

Akses ritel berada di area abu-abu, perantara menghadapi ketidakpastian, dan penegakan hukum bergantung pada pembatasan informal daripada aturan pasar yang resmi.

Konsep baru ini meresmikan apa yang sebelumnya hanya ditoleransi, sambil sangat membatasi bagaimana investor ritel dapat terlibat.

Konsep ini juga memastikan bahwa Rusia akan mengatur aktivitas kripto menggunakan infrastruktur keuangan yang sudah ada, sehingga exchange, broker, dan manajer trust bisa tetap beroperasi memakai lisensi yang saat ini mereka miliki. Akan ada persyaratan tambahan untuk deposit dan layanan exchange yang khusus untuk kripto.

Kerangka aturan ini juga memperjelas regulasi lintas batas negara. Warga Rusia diperbolehkan membeli aset kripto di luar negeri menggunakan akun asing, dan transfer kripto ke luar negeri lewat perantara asal Rusia asalkan mereka memberitahu otoritas pajak.

Timeline dan Penegakan

Bank sentral menargetkan untuk merampungkan dasar hukum ini sebelum 1 Juli 2026. Mulai 1 Juli 2027, perantaraan kripto ilegal akan mendapat sanksi yang setara dengan hukuman atas aktivitas perbankan ilegal.

Pendekatan bertahap ini memberi waktu bagi pelaku pasar untuk menyesuaikan diri dengan aturan lisensi, pengungkapan, dan kepatuhan.

Bagaimana pendekatan Rusia dibandingkan secara global

AreaRusia (Konsep BoR)Uni Eropa (MiCA)Amerika Serikat
Status hukumAset investasi (“nilai mata uang”), bukan alat pembayaranPasar kripto yang diaturPemantauan federal & negara bagian terpecah
Akses ritelDibolehkan dengan tes dan batasan ketatDibolehkan melalui sistem pengungkapanLuas, tanpa batas federal
PerantaraLisensi yang ada + aturan khusus kriptoLisensi CASP wajibKerangka kerja lintas lembaga
StablecoinBisa diperdagangkan, dilarang untuk pembayaranSangat diaturHukum federal stablecoin sudah berlaku
Penegakan hukumBertahap, mulai 2027Sudah aktifPenegakan terus berjalan oleh lembaga

Secara umum, Rusia tidak meliberalisasi kripto seperti di negara Barat.

Sebaliknya, pemerintah memindahkan kripto keluar dari pasar abu-abu, memperketat pengawasan, membatasi eksposur investor ritel, dan menempatkan perdagangan kripto yang diatur sebagai perluasan dari sistem keuangan tradisional Rusia yang sudah ada.

  •  

Solana Bidik Pemulihan saat Investor Diam-diam Akumulasi SOL Senilai US$345 Juta

Solana keluar dari konsolidasi minggu lalu setelah gagal mempertahankan momentum naik, sehingga pemulihan ke US$150 pun tertunda. Sejak itu, SOL bergerak hati-hati dan masih menunggu konfirmasi yang lebih kuat.

Aktivitas on-chain dan institusional terbaru menunjukkan investor mulai bersiap untuk reli, yang mungkin jadi pemicu penguatan harga kembali hingga akhir tahun atau awal Januari.

Holder Solana Pegang Kendali ETF

Ekosistem Solana menghadirkan katalis baru lewat “Creator ETF” on-chain, yang juga dikenal sebagai Bands, dan sudah diluncurkan melalui Bands.fun. Produk ini berbeda dengan exchange-traded product biasa. Creator ETF berjalan langsung di blockchain Solana sebagai portofolio yang dapat diprogram dan dikurasi khusus oleh creator, analis, atau influencer.

Creator ETF dapat menggabungkan token atau NFT, lalu menyeimbangkan portofolio secara otomatis berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Jika adopsi Creator ETF semakin banyak, maka aktivitas on-chain dan volume transaksi juga bisa meningkat. Penggunaan jaringan yang lebih tinggi biasanya memperkuat pemulihan harga karena permintaan SOL sebagai aset utilitas menjadi semakin besar.

Institusi Melihat Potensi

Data saldo exchange memberikan sinyal positif lainnya. Saldo Solana di exchange terpusat turun tajam selama 10 hari terakhir. Dalam periode ini, investor mengumpulkan sekitar 2,65 juta SOL, senilai US$345 juta.

Penurunan saldo di exchange biasanya menandakan akumulasi, bukan distribusi. Holder nampaknya lebih memilih memindahkan aset ke wallet pribadi, sehingga tekanan jual jangka pendek berkurang. Perilaku seperti ini menunjukkan kepercayaan terhadap Solana untuk jangka panjang dan mendukung stabilitas setelah pelemahan harga baru-baru ini.

Ingin insight token seperti ini lagi? Daftar untuk menerima Newsletter Crypto Harian dari Editor Harsh Notariya di sini.

Solana Exchange Balance
Saldo Solana di Exchange | Sumber: Glassnode

Sentimen institusional terhadap Solana tetap kuat meski pasar secara umum masih tidak menentu. Laporan mingguan CoinShares menunjukkan SOL menarik inflow sebesar US$48,5 juta untuk minggu yang berakhir pada 20 Desember. Total inflow bulan ini sampai sekarang sudah mencapai US$117,6 juta.

Alokasi seperti ini menandakan minat institusional yang konsisten. Investor profesional sering melakukan akumulasi ketika harga sedang bergerak sideways atau konsolidasi. Inflow yang terus berlangsung dapat mengimbangi penjualan dari ritel serta menjadi fondasi reli saat kondisi pasar membaik.

Solana Institutional Flows.
Arus Dana Institusional Solana | Sumber: CoinShares

Harga SOL Incar Pemulihan

Solana saat ini diperdagangkan di kisaran US$124 pada waktu publikasi, masih berada di bawah resistance US$126. Kombinasi inovasi on-chain, keluarnya SOL dari exchange, dan arus masuk institusi, bisa mendukung upaya pemulihan harga pada akhir Desember atau awal Januari.

Breakout di atas US$126 akan jadi konfirmasi awal. Jika SOL bisa kembali di level US$130, sentimen akan semakin kuat. Target kenaikan utama berada di area US$136. Jika bisa menembus level ini, artinya Solana mulai mengejar kembali kerugian yang terjadi awal bulan ini.

Solana Price Analysis.
Analisis Harga Solana | Sumber: TradingView

Risiko pelemahan harga tetap ada jika tekanan jual kembali muncul atau pasar semakin lemah. Harga Solana turun di bawah US$123 berpotensi menguji support US$118. Jika SOL kehilangan level tersebut, maka prediksi bullish akan gugur dan pemulihan dari katalis ekosistem atau institusi akan tertunda.

  •  

Grup-Grup Cina Ubah Telegram Jadi Dark Web Penipuan Aset Kripto

Jaringan berbahasa Mandarin yang beroperasi di Telegram kini menjadi tulang punggung ekonomi aset kripto ilegal terbesar di dunia.

Grup-grup ini sudah melampaui dark web dengan menggabungkan penipuan, rekayasa AI, serta pencucian uang ke dalam satu sistem yang berskala industri.

Pasar Telegram Kini Jauh Lebih Besar dari Para Raksasa Dark Web di Masa Lalu

Skalanya benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Data dari Elliptic menunjukkan Huione Guarantee, yang kemudian berganti nama menjadi Haowang Guarantee, memproses transaksi sebesar US$27 miliar dari tahun 2021 hingga 2025.

Angka itu mengalahkan setiap dark web market utama sepanjang sejarah.

Over recent years, we've supplied @okx with crypto threat intelligence via multiple channels, and their compliance progress is notable.

Data shows a significant decrease in risky USDT deposits from Huione&Tudou Guarantee.

We will continue monitoring this. @star_okx pic.twitter.com/f7zHpzra8j

— Bitrace (@Bitrace_team) October 15, 2025

Setelah Telegram melarang Huione pada bulan Mei, aktivitasnya pun berpindah. Kini ada dua market yang mendominasi:

  • Tudou Guarantee: sekitar US$1,1 miliar per bulan
  • Xinbi Guarantee: sekitar US$850 juta per bulan

Total volume bulanan gabungan kedua market ini kini sudah melampaui jumlah transaksi AlphaBay sepanjang sejarah operasinya.

Mengapa Telegram menggantikan dark web

Telegram menawarkan channel publik, sistem escrow seperti layanan penjaminan, dan jangkauan global secara instan. Pengguna bahkan tidak perlu Tor browser atau kemampuan teknis.

Market ini meniru fitur khas dari darknet:

  • Sistem reputasi vendor
  • Layanan escrow dan penyelesaian sengketa
  • Penyelesaian dengan stablecoin
  • Rebranding cepat begitu terkena banned

Secara praktik, Telegram sudah menjadi “dark web tanpa hambatan.”

Be careful ⚠️⚠️⚠️

a FAKE telegram channel is trying to scam Smardex holders

There is NO V3 migration,
DO NOT FALL FOR SUCH SCAM

the official updates can ONLY be received through their website https://t.co/Ghz45GSSnI, their X: @SmarDex and their official TG (its link is in… pic.twitter.com/cESr07yx4e

— Crypto Feras  (@CryptoFeras) November 5, 2025

Pasar Penipuan Aset Kripto Mendukung Industri Penipuan Global

Market-market ini memang tidak memperjualbelikan narkoba atau senjata dalam jumlah besar, tapi mereka menjual infrastruktur penipuan.

Mayoritas pelanggan berasal dari industri pig-butchering scam. Penipuan berkedok asmara jangka panjang dan investasi mendatangkan sekitar US$10 miliar per tahun hanya dari korban di AS, berdasarkan data federal.

Operasi ini terpusat di Asia Tenggara dan banyak yang memanfaatkan pekerja yang diperdagangkan paksa dan ditahan di kompleks penipuan.

Market di Telegram menawarkan:

  • Layanan pencucian uang
  • Platform investasi palsu
  • Identitas curian
  • Alat telekomunikasi dan rekayasa sosial

Ekonomi penipuan dan market ini tumbuh saling terkait.

Alat Face-Swap AI Meningkatkan Aksi Penipuan

Pendorong utama pertumbuhan adalah artificial intelligence. Grup Telegram berbahasa Mandarin secara aktif menjual:

  • Perangkat lunak face-swap real-time
  • Alat kloning suara
  • Paket identitas deepfake

Alat-alat tersebut memudahkan penipu untuk menyamar sebagai orang nyata saat video call. Hal ini sangat meningkatkan tingkat kepercayaan dan konversi korban.

Analis keamanan menyebut fenomena ini sebagai industrialisasi rekayasa sosial. Penipuan sekarang bekerja sangat efisien seperti di pabrik.

Look at this, what appears to be a SCAM site that is fully AI generated.

What is the government doing to stop these? Nothing at all?

All that talent going toward scamming new crypto users… on Twitter, Telegram, etc.

www_youtube_com/@cryptotopstories <– SCAM!!!… pic.twitter.com/HG1w0Lkx3e

— Jae Kwon – "godfather of proof-of-stake" (@jaekwon) November 22, 2025

USDT adalah fondasi keuangan utama

Hampir seluruh transaksi menggunakan Tether (USDT). Tidak seperti aset kripto terdesentralisasi, USDT sebenarnya bisa dibekukan. Fitur itu tersedia namun hampir tidak pernah digunakan secara besar-besaran.

Akibatnya, stablecoin yang paling terpusat justru menjadi fondasi utama pasar aset kripto ilegal terbesar yang pernah ada. Ketergantungan ini memperbesar risiko pada penipuan, pencucian uang, hingga penipuan lintas negara.

Telegram sebelumnya sudah pernah menghapus market-market besar. Tapi, setiap kali market dihapus, penggantinya selalu muncul dalam hitungan minggu.

Kepemilikan market berpindah-pindah. Likuiditas pun langsung mengikuti.

Elliptic saat ini memantau sekitar 30 market Telegram berbahasa Mandarin. Seluruhnya memproses puluhan miliar dolar AS setiap tahun, dan mayoritasnya melalui aset kripto.

Tekanan penegakan hukum masih terpecah dan tidak konsisten.

Pada akhirnya, ini bukan lagi sekadar cerita kejahatan dunia maya yang ‘niche’.

Platform pesan publik sekarang memfasilitasi pembiayaan ilegal dalam skala global. Jaringan berbasis bahasa kini lebih signifikan daripada letak geografis; alat-alat digital juga pelan-pelan mengubah cara kerja ekonomi penipuan.

Akhirnya, ekosistem kriminal yang muncul sudah jauh lebih besar dibanding apapun yang pernah dibangun dark web — dan semuanya berjalan terbuka di depan mata.

Tanpa aksi bersama antara platform, stablecoin, dan aparat penegak hukum, sistem ini akan terus tumbuh makin besar.

  •  

Sentimen XRP Anjlok — dan Ini Bisa Jadi Peluang yang Ditunggu-tunggu Bull

Harga XRP diam-diam masuk ke posisi yang tidak nyaman. Harga turun sekitar 9% selama 30 hari terakhir, momentum terasa lesu, dan percakapan positif di media sosial soal token ini mulai berubah jadi negatif. Sekilas, memang kelihatan lemah. Tapi, XRP punya sejarah bergerak lebih baik saat antusiasme menghilang.

Kali ini, masalah yang menekan sentimen ke bawah bisa jadi justru menjadi kondisi yang memicu pergerakan berikutnya. Mungkin dipimpin oleh kelompok holder tertentu.

Masalah: Sentimen positif anjlok saat holder jangka pendek keluar

Masalah utamanya bukan pada harga, melainkan pada sentimen.

Sentimen sosial positif XRP turun ke titik terendah dalam tiga bulan, merosot tajam dari level tertinggi sebelumnya. Metode ini melacak seberapa sering XRP dibahas secara positif di berbagai platform sosial. Saat turun drastis, itu biasanya menandakan kelelahan massa, bukan aksi beli panik.

Sejarah menunjukkan hal ini penting.

Pada pertengahan Oktober, penurunan sentimen serupa diikuti reli sekitar 15% beberapa hari setelahnya. Awal November, rendahnya sentimen positif juga dibarengi kenaikan 17% hanya dalam seminggu. Akhir November juga memperlihatkan pola yang sama, harga naik sekitar 14% setelah sentimen mencapai titik terendahnya.

Sentimen Positif yang Ambruk | Sumber: Santiment

Mau dapat lebih banyak insight tentang token? Daftar ke Daily Crypto Newsletter dari Editor Harsh Notariya di sini.

Kali ini, penurunan sentimen lebih dalam dibandingkan titik rendah sebelumnya.

😨 XRP is seeing far more negative social media commentary than average. Historically, this setup leads to price rises. When retail has doubts about a coin's ability to rise, the rise becomes significantly more likely.

🔗 Monitor $XRP sentiment here: https://t.co/hYbezd8qH0 pic.twitter.com/FOcIlRb9BQ

— Santiment (@santimentfeed) December 22, 2025

Penurunan sentimen tersebut bisa jadi didorong oleh holder jangka pendek. HODL Waves, indikator yang melacak berapa lama koin disimpan, menunjukkan bahwa wallet yang memegang XRP selama satu hari hingga satu minggu mengurangi porsi suplai mereka secara tajam. Sebelumnya bulan ini, kelompok ini memegang sekitar 2,97% dari total suplai. Sekarang angka itu sudah turun ke sekitar 1,18%, artinya turun lebih dari 60%.

Short-Term Cohorts Fueling The Lack Of Positivity
Kelompok Jangka Pendek Mendorong Minimnya Sentimen Positif | Sumber: Glassnode

Sederhananya, uang cepat, yang kemungkinan milik ritel, sudah kehilangan minat dan berpindah ke tempat lain. Inilah masalah yang menekan sentimen XRP. Bagian berikutnya akan menunjukkan kenapa hal ini tidak selalu buruk.

Solusinya: Holder Jangka Panjang Menjual Lebih Sedikit, Bukan Lebih Banyak

Di sinilah ceritanya mulai berubah.

Saat holder jangka pendek pergi, holder jangka panjang justru melakukan hal sebaliknya. Data yang memantau perubahan posisi neto holder jangka panjang memperlihatkan tekanan jual dari wallet ini turun cukup signifikan.

Sebelumnya di bulan ini, holder jangka panjang menjual sekitar 216 juta XRP per hari. Sekarang jumlah itu turun stabil menjadi sekitar 103 juta XRP, artinya aktivitas jual turun lebih dari 50%.

Long-Term XRP Holders Doing The Opposite
Holder XRP Jangka Panjang Melakukan Hal Sebaliknya | Sumber: Glassnode

Ini penting, sebab holder jangka panjang biasanya bergerak lebih awal, bukan terlambat. Saat mereka memperlambat distribusi di tengah sentimen yang lemah, itu sering menjadi tanda akumulasi diam-diam atau menunggu momen yang strategis.

Masalah untuk XRP adalah apatisme massa. Namun solusinya, holder berpengalaman kini tidak lagi membanjiri pasar dengan suplai di tengah apatisme tersebut.

Level Harga XRP yang Menentukan Apakah Solusi Ini Berhasil

Jika pola sentimen ini terulang kembali, level harga XRP akan segera mengonfirmasinya.

Pergerakan awal menuju resistance berikutnya di US$2,03 menandakan potensi kenaikan sekitar 8% dari level saat ini. Jika zona tersebut bisa dilewati, maka peluang untuk reli yang lebih besar ke resistance berikutnya di US$2,09 dan US$2,17 pun terbuka, yaitu zona di mana reli sebelumnya sempat tertahan.

Di sisi bawah, XRP harus bertahan di support utama US$1,77. Jika breakdown terjadi di sana, maka skenario berbasis sentimen ini batal dan bisa memberi sinyal bahwa holder jangka panjang sudah tidak lagi menyerap suplai.

XRP Price Analysis
Analisis Harga XRP | Sumber: TradingView

Untuk saat ini, struktur masih tetap terjaga.

Masalah terbesar XRP adalah sentimen positif yang sudah hilang. Tapi, sejarah menunjukkan bahwa ketika optimisme lenyap, holder lemah biasanya keluar duluan dan holder kuat mengambil alih. Jika pola ini terulang lagi, masalah yang menekan harga XRP hari ini justru bisa menjadi solusi yang membuka pergerakan berikutnya.

  •  

Surprise Pertumbuhan PDB AS Isyaratkan Masalah untuk Altcoin, Bukan Bitcoin

Laporan terbaru GDP AS memberikan sinyal ekonomi yang kuat—tapi untuk pasar aset kripto, terutama altcoin, ini bisa jadi kabar buruk.

Data yang dirilis pada 23 Desember menunjukkan ekonomi AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan di Q3, memperkuat pandangan bahwa kondisi moneter bisa tetap ketat lebih lama. Sementara Bitcoin tetap cukup tahan, pasar aset kripto yang lebih luas mulai mengeluarkan sinyal peringatan.

Pertumbuhan PDB AS Lampaui Ekspektasi

Ekonomi AS tumbuh dengan laju tahunan sebesar 4,3% di Q3, jauh di atas prediksi pasar sebesar 3,3%, dan juga lebih tinggi dari data sebelumnya di 3,8%.

The year of the tariff is powering America’s economy as real GDP accelerated to a 4.3% annualized rate and exports rose to an 8.8% SAAR in the third quarter.

This is just the beginning of new era of economic prosperity thanks to President Trump’s trade program unlocking new… pic.twitter.com/kWeBtxQ7aN

— United States Trade Representative (@USTradeRep) December 23, 2025

Pada saat yang sama, inflasi inti PCE naik menjadi 2,9%, meningkat dari 2,6%, dan masih bertahan di atas target The Fed sebesar 2%.

Sementara itu, belanja konsumsi pribadi riil melonjak 3,5%, jauh melebihi ekspektasi sebesar 2,7%.

Sederhananya, warga Amerika masih belanja dengan agresif, dan tekanan inflasi sepertinya belum cukup reda bagi para pembuat kebijakan untuk mengklaim kemenangan.

Kenapa Pertumbuhan Kuat Bisa Jadi Masalah untuk Aset Kripto

Pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan mengurangi urgensi pemangkasan suku bunga.

Bila kita gabungkan dengan data CPI terbaru dan ekspektasi inflasi yang masih tinggi dari survei University of Michigan, laporan GDP ini memperkuat argumen untuk suku bunga tinggi yang lebih lama di 2026.

Bagi aset berisiko seperti aset kripto, hal ini penting karena:

  • Suku bunga tinggi meningkatkan imbal hasil dari uang tunai dan obligasi.
  • Likuiditas menjadi lebih selektif.
  • Aset spekulatif kesulitan menarik modal baru.

Kondisi ini biasanya memberikan tekanan pada altcoin lebih besar daripada Bitcoin.

The US economy has now been in an expansion for 65 months with annualized real GDP growth of 4.3% over that time.
The average expansion length since 1949: 67 months.
Longest: 128 months.
Shortest: 12 months. pic.twitter.com/QE6WnhhMA5

— Charlie Bilello (@charliebilello) December 23, 2025

Bitcoin Tetap Lebih Kuat Dibanding Altcoin

Reaksi pasar setelah rilis data GDP mencerminkan dinamika tersebut.

Bitcoin tetap relatif stabil di kisaran US$87.800, turun tipis dalam sehari tapi masih bertahan di level krusial. Kapitalisasi pasarnya tetap di atas US$1,75 triliun, menandakan tidak ada kepanikan jual besar-besaran.

Namun, altcoin tampil jauh lebih lemah:

  • Ethereum turun lebih dari 3% dalam satu hari.
  • Solana, Cardano, dan Dogecoin anjlok antara 3%–6%.
  • Token mid-cap dan small-cap mencatat kerugian lebih dalam dengan pemulihan yang lemah.

Perbedaan ini menyoroti peran Bitcoin sebagai penyerap likuiditas saat ketidakpastian ekonomi makro terjadi.

MACD Kripto Konfirmasi Tren Bearish yang Meluas

Indikator momentum juga memperkuat kekhawatiran ini.

Menurut MACD yang dinormalisasi dari CoinMarketCap, 68% aset kripto yang dipantau sekarang ada dalam momentum negatif. Rata-rata MACD pasar di angka –0,16, jelas menandakan wilayah bearish.

Sebagian besar aset di bawah kapitalisasi pasar US$10 miliar masih berada di zona negatif dalam.

Saat momentum melemah di seluruh pasar, modal biasanya berpindah ke aset yang lebih sedikit dan lebih likuid—dan lagi-lagi Bitcoin lebih diuntungkan dibanding altcoin.

Rata-rata MACD Pasar Kripto | Sumber: CoinMarketCap

Kenapa Altcoin Lebih Rentan

Altcoin sangat bergantung pada likuiditas murah, arus masuk ritel, dan sentimen risk-on. Pertumbuhan GDP yang kuat bersama inflasi yang membandel membuat ketiganya berkurang.

Dengan konsumen AS yang masih belanja tapi menghadapi biaya lebih tinggi, pendapatan yang bisa digunakan untuk investasi spekulatif bisa menyusut di awal 2026.

Sementara itu, institusi tetap berhati-hati di tengah risiko Bank of Japan dan ketidakpastian suku bunga global. Kombinasi faktor ini menciptakan lingkungan yang sulit untuk altcoin bertahan dalam reli.

Apa Artinya untuk Pasar Aset Kripto Menuju 2026

Laporan GDP tidak menandakan kehancuran aset kripto secara langsung. tapi ini meningkatkan kemungkinan konsolidasi jangka panjang atau tekanan turun, khususnya di luar Bitcoin.

Jika kondisi ekonomi makro tetap seperti sekarang:

  • Bitcoin mungkin lanjut bergerak sideways daripada anjlok.
  • Altcoin bisa mengalami koreksi berkepanjangan.
  • Kepemimpinan pasar mungkin semakin menyempit.

Secara keseluruhan, data ekonomi kuat dari AS tidak lagi bullish—tapi ini menjadi peringatan likuiditas.

  •  

Whale Tambah Aset AAVE Senilai US$3 Juta saat Ketidakpastian Tata Kelola Tekan Harga

Harga AAVE sedang mengalami tekanan terus-menerus. Token ini turun hampir 5% dalam 24 jam terakhir dan lebih dari 18% dalam tujuh hari terakhir. Kelemahan ini terjadi bersamaan dengan sengketa tata kelola DAO yang masih berlangsung dan kekhawatiran aksi jual kembali muncul.

Secara permukaan, situasi ini terlihat seperti distribusi. Saldo di exchange meningkat, dan sentimen jadi lebih dingin. Tapi, di balik layar, ada hal yang berbeda. Walaupun suplai bergerak menuju exchange, holder besar diam-diam masuk, memandang penurunan harga ini sebagai peluang masuk, bukan untuk keluar. Sekarang pertanyaannya sederhana. Skenario bullish seperti apa yang tengah dipersiapkan whale, sementara pasar fokus pada risiko tata kelola?

Pasokan di Exchange Naik sementara Tekanan Governance Masih Berlanjut

Aksi jual di Aave tidak terjadi begitu saja. Ketegangan tata kelola telah berlangsung selama berminggu-minggu, menciptakan ketidakpastian soal aliran pendapatan dan kendali DAO. Ketidakpastian ini tercermin jelas pada data suplai on-chain.

🚨 @aave is having a full blown civil war

And it might be the biggest governance fight defi has ever seen.

Heres a clean breakdown 👇

Aave has two sides:
– Aave labs → a centralised entity founded by stani
– Aave dao → token holders who govern the protocol

Now heres what… pic.twitter.com/zFnhcN5vSc

— Observe (@obsrvgmi) December 22, 2025

Sejak 16 Desember (hari proposal Poison Pill), suplai AAVE di exchange naik dari sekitar 1,22 juta token menjadi sekitar 1,42 juta token. Artinya ada kenaikan hampir 200.000 AAVE, atau kurang lebih 16%, hanya dalam waktu lebih dari satu minggu.

Aave DAO Faces Governance Clash Over Control of Aave Labs 👀

An AAVE token holder has proposed a controversial “poison pill” strategy that would allow the Aave DAO to seize control of Aave Labs’ intellectual property, brand, and equity, effectively turning the company into a DAO… pic.twitter.com/SC1gd1KYhs

— Karon (@pangestu_karon) December 18, 2025

Peningkatan saldo di exchange biasanya menandakan potensi tekanan jual, dan pergerakan harga membuktikan kekhawatiran itu, karena AAVE turun hampir 18% dalam periode yang sama.

Exchange Balances Grow
Saldo Exchange Naik | Sumber: Santiment

Ingin lebih banyak insight soal token seperti ini? Daftar Newsletter Harian Kripto dari Editor Harsh Notariya di sini.

Perubahan ini menarik karena membalikkan apa yang terjadi sebelumnya pada 16 Desember. Saat tekanan regulasi Aave mereda di pertengahan Desember, saldo exchange turun tajam karena kepercayaan mulai pulih. Sekarang, dengan isu tata kelola yang belum selesai, suplai kembali bergerak ke exchange, sehingga menambah kehati-hatian dalam jangka pendek.

Sendiri saja, situasi ini terlihat bearish. Tapi suplai di exchange hanya salah satu sisi dari pasar.

Whale beli di harga bawah saat ketakutan akan aksi jual mencapai puncak

Walaupun saldo di exchange naik, holder besar justru melakukan pergerakan sebaliknya.

Dalam 24 jam terakhir, whale AAVE meningkatkan kepemilikan mereka sebesar 12,63%, sehingga totalnya menjadi 183.987 AAVE. Itu berarti ada akumulasi baru sekitar 20.600 token, dengan nilai kurang lebih US$3,1 juta di harga saat ini.

Pada saat yang sama, wallet tokoh publik, yang meliputi dana terverifikasi dan entitas yang dipantau ketat, juga menambah kepemilikan sebesar 13,55%, sehingga saldo mereka menjadi 274.652 AAVE. Kenaikan ini sekitar 32.700 token, atau senilai sekitar US$5 juta.

AAVE Whales
AAVE Whale | Sumber: Nansen

Jika digabung, dua kelompok ini menambah lebih dari 53.000 AAVE hanya dalam satu hari. Di harga sekarang, artinya lebih dari US$8 juta sudah terakumulasi saat harga sedang lemah.

Divergensi ini penting. Ketika suplai di exchange naik tapi whale mengakumulasi, biasanya ini menandakan ketakutan jangka pendek sedang diserap oleh keyakinan jangka panjang. Alih-alih bereaksi pada isu tata kelola, holder besar nampaknya fokus pada struktur, bukan pada berita utama.

Hal ini membawa kita ke analisis grafik harga.

Apa Pemicu Harga AAVE Bullish yang Sedang Diantisipasi oleh Crypto Whale?

Pergerakan harga menjadi penghubung yang hilang.

AAVE berulang kali bertahan di zona US$147, membentuk pola inverse head-and-shoulders yang sedang berkembang. Pola ini biasanya mengindikasikan potensi pembalikan tren setelah tekanan turun yang lama, apalagi saat polanya muncul di tengah rasa takut yang tinggi.

Strukturnya masih tertekan di bawah garis neckline menurun, artinya penjual masih mendominasi tren secara umum. Tapi pemicunya jelas. Jika harga berhasil menembus US$182 secara meyakinkan, momentum mulai berubah. Menembus US$193 akan mengonfirmasi breakout dan membuka peluang naik menuju US$207, lalu US$232, dengan target pemulihan lebih tinggi di US$248.

AAVE Price Analysis
Analisis Harga AAVE | Sumber: TradingView

Risikonya juga jelas. Jika AAVE turun di bawah US$147, struktur bullish ini patah. Hal itu kemungkinan akan memicu tekanan jual baru, sehingga risiko harga turun ke kisaran US$127. Untuk saat ini, whale nampaknya bertaruh support akan tetap kuat dan struktur akan mengarah ke atas.

  •  

US Debt Interest Hits $1T: The Hidden Catalyst for Stablecoin Adoption

The US federal government’s interest payments on national debt surpassed $1 trillion for the first time in fiscal year 2025. Interest expenditure now exceeds both defense spending and Medicare—a first in American history.

Wall Street analysts and social media users alike are invoking “Weimar” as warnings of fiscal crisis mount. Meanwhile, the US Treasury is positioning stablecoins as a strategic tool to absorb the growing flood of government debt.

The Numbers: A Crisis in Plain Sight

In fiscal year 2020, net interest payments totaled $345 billion. By 2025, that figure nearly tripled to $970 billion—outpacing defense spending by approximately $100 billion. When accounting for all interest on publicly held debt, the figure crossed $1 trillion for the first time.

Source: US Congressional Budget Office via KobeissiLetter

The Congressional Budget Office projects cumulative interest payments over the next decade will total $13.8 trillion—nearly double the inflation-adjusted amount spent over the past two decades.

The Committee for a Responsible Federal Budget warns that under an alternative scenario where tariffs are ruled illegal and temporary provisions of recent legislation are made permanent, interest costs could reach $2.2 trillion by 2035—a 127% increase from current levels.

Why This Is Unprecedented

The debt-to-GDP ratio has reached 100%, a threshold not seen since World War II. By 2029, it will surpass the 1946 peak of 106% and continue climbing to 118% by 2035.

Most concerning is the crisis’s self-reinforcing nature. The federal government borrows approximately $2 trillion annually, with roughly half going solely toward servicing existing debt. CRFB analyst Chris Towner warned of a potential “debt spiral”: “If the people who loan us money get worried we’re not going to pay it all back, we could see higher interest rates—which means we have to borrow more to pay interest.”

Historic FirstYearSignificance
Interest exceeds Defense spending2024First time since World War II
Interest exceeds Medicare2024Debt servicing now largest healthcare expense
Debt reaches 100% of GDP2025First time since WWII aftermath
Debt to surpass 1946 peak (106%)2029Will exceed all-time historical record
Source: BeInCrypto

Market Reaction: “Weimar” and “Buy Gold”

Social media erupted at these projections. “The trajectory is unsustainable if unchanged,” wrote one user. Another posted “weimar”—a reference to 1920s German hyperinflation. “The debt service era,” declared another, capturing the sentiment that America has entered a new phase.

The overwhelming majority called for flight to hard assets—gold, silver, and real estate. Notably absent was little mention of Bitcoin, suggesting traditional “gold bug” thinking still dominates retail sentiment.

Market Implications

Near-term, surging Treasury issuance absorbs market liquidity. With risk-free yields near 5%, equities and cryptocurrencies face structural headwinds. In the medium term, fiscal pressure may accelerate regulatory tightening and cryptocurrency taxation.

Long-term, however, presents a paradox for crypto investors. As fiscal instability deepens, Bitcoin’s “digital gold” narrative strengthens. The worse traditional finance performs, the stronger the case for assets outside the system becomes.

Stablecoins: Crisis Meets Solution

Washington has found an unexpected ally in its fiscal troubles. The GENIUS Act, signed in July 2025, requires stablecoin issuers to maintain 100% reserves in US dollars or short-term Treasury bills. This effectively transforms stablecoin companies into structural buyers of government debt.

Treasury Secretary Scott Bessent declared stablecoins “a revolution in digital finance” that will “lead to a surge in demand for US Treasuries.”

Standard Chartered estimates stablecoin issuers will purchase $1.6 trillion in T-bills over four years—enough to absorb all new issuance during Trump’s second term. This would exceed China’s current Treasury holdings of $784 billion, positioning stablecoins as a replacement buyer as foreign central banks reduce US debt exposure.

The Debt Service Era Begins

America’s fiscal crisis is paradoxically opening doors for cryptocurrency. While conventional investors rush toward gold, stablecoins are quietly becoming critical infrastructure for US debt markets. Washington’s embrace of stablecoin regulation is not merely about innovation—it is about survival. The debt service era has begun, and crypto may be its unlikely beneficiary.

The post US Debt Interest Hits $1T: The Hidden Catalyst for Stablecoin Adoption appeared first on BeInCrypto.

  •  

Korean Investors Cashed Out This Year, BOK Says: Global Implications

The Bank of Korea’s latest Financial Stability Report reveals a significant behavioral shift among Korean crypto investors—from aggressive accumulation to strategic profit-taking, raising questions about the impact on global market dynamics.

This means that, even as Bitcoin surged past $100,000 this year, Korean investors have been cashing out rather than doubling down.

Korea’s Outsized Trading Activity Shows Signs of Cooling

South Korea has long punched above its weight in global cryptocurrency markets. Despite representing a fraction of the world’s population, Korean won (KRW) trading pairs have consistently ranked among the top two fiat currencies globally by volume, often rivaling or exceeding the U.S. dollar during peak periods.

But the BOK’s report suggests a notable change in investor behavior. While Korea’s crypto turnover rate remains elevated at 156.8%—significantly higher than the global average of 111.6%—the nature of that activity has shifted. Rather than chasing rallies, Korean retail investors are now taking profits during the 2025 bull market.

“The domestic crypto market shows high turnover rates as most participants are individual investors who tend to realize gains through short-term trading,” the central bank noted.

Concentration Risks and Market Structure Concerns

The report highlights a striking level of market concentration: the top 10% of investors accounted for 91.2% of total trading volume between 2024 and June 2025, according to Financial Supervisory Service data. This concentration raises concerns about potential price manipulation by a small number of players.

Korea’s unique regulatory environment—which effectively bars corporate participation and prohibits foreign investors from trading on domestic exchanges—has created a market dominated almost entirely by retail traders. The absence of professional market makers has also led to liquidity constraints, as evidenced by Tether’s 5x spike on Bithumb during the October market downturn.

The Global Ripple Effect

When Korean traders pull back, global markets notice. Historical data shows that during the 2017 and 2021 bull runs, Korean exchanges like Upbit and Bithumb frequently ranked among the top in global volume. The so-called “Kimchi Premium“—where Korean crypto prices traded above international benchmarks—served as a reliable indicator of retail euphoria.

The current shift to profit-taking behavior may have contributed to the more measured pace of the 2025 rally compared to previous cycles. With Korean retail investors no longer providing the same level of aggressive bid support, global order books have lost a significant source of buying pressure during key accumulation phases.

The shift is not happening in a vacuum. The BOK’s previous report has attributed the domestic crypto slowdown to a booming local stock market. The KOSPI surged by more than 70% year to date to become the world’s top-performing major index, driven by AI-related stocks such as Samsung Electronics and SK Hynix.

Daily trading volumes on major Korean crypto platforms have collapsed by over 80% compared to 2024 peaks, as local investors redirect capital toward equities and US leveraged ETFs. “Where did all the Korean retail investors in the crypto circle go? Answer: To the stock market next door,” analyst AB Kuai Dong observed.

Diverging Paths: Korea vs. Global Institutional Adoption

The contrast with global market trends is stark. While Korea remains retail-dominated, international markets have undergone rapid institutionalization since the SEC approved spot Bitcoin ETFs in January 2024. These products have attracted over $54 billion in net inflows, with BlackRock’s IBIT alone amassing more than $50 billion in assets under management.

The BOK report acknowledges this divergence, noting that global crypto markets have become increasingly correlated with traditional equities—particularly during periods of macroeconomic stress or monetary policy shifts. Bitcoin’s correlation with the S&P 500 has risen notably since 2020, driven by institutional participation, corporate treasury adoption, and the proliferation of ETFs.

Korea’s market, by contrast, remains relatively insulated from these global dynamics. The central bank attributes this to high retail investor concentration, liquidity constraints, and capital controls that limit arbitrage opportunities.

What Comes Next: Institutionalization on the Horizon

The report suggests that Korea’s market peculiarities may diminish as regulatory reforms proceed. The government permitted non-profit corporations to sell crypto assets starting in June and has since allowed professional investors to trade on a trial basis. Discussions are also ongoing regarding the approval of a spot Bitcoin ETF.

The BOK projects that allowing financial institutions and foreign investors to participate could help establish proper market-making mechanisms and ease liquidity constraints. Increased institutional participation would likely reduce trading volume volatility and lower turnover rates over time.

However, the central bank also warns of potential risks. “When corporate and foreign investors with superior information and capital enter the market, domestic crypto prices may become more sensitive to supply-demand shifts,” the report cautioned, emphasizing the need for careful monitoring during the transition.

The Bottom Line

Korea’s crypto market is at an inflection point. The shift from aggressive buying to profit-taking signals a maturing investor base, but it also removes a key source of global market momentum. As institutional frameworks develop and regulatory barriers fall, Korea’s influence on global crypto dynamics may evolve from raw retail volume to more sophisticated capital flows.

For now, the days of Korean retail traders single-handedly driving global rallies appear to be fading—a transition that could reshape market sentiment patterns for cycles to come.

The post Korean Investors Cashed Out This Year, BOK Says: Global Implications appeared first on BeInCrypto.

  •  

Why Silver Could Outperform Gold and Bitcoin in 2026

Silver emerged as one of the strongest-performing major assets in 2025, sharply outperforming both gold and Bitcoin. 

The rally was not driven by speculation alone. Instead, it reflected a rare convergence of macroeconomic shifts, industrial demand, and geopolitical pressure that could extend into 2026.

Silver’s 2025 Performance in Context

By late December 2025, silver traded near $71 per ounce, up more than 120% year-to-date. Gold rose roughly 60% over the same period, while Bitcoin ended the year slightly lower after a volatile run that peaked in October.

Silver price entered 2025 near $29 per ounce and climbed steadily through the year. Gains accelerated in the second half as supply deficits widened and industrial demand surprised to the upside.

Silver Price Chart In 2025. Source: BullionVault

Gold also rallied strongly, moving from roughly $2,800 to above $4,400 per ounce, supported by falling real yields and central-bank demand. 

However, silver outpaced gold by a wide margin, consistent with its historical tendency to amplify precious-metal cycles.

Gold Price Chart In 2025. Source: BullionVault

Bitcoin followed a different path. It surged to a record near $126,000 in early October before reversing sharply, ending December near $87,000

Unlike metals, Bitcoin failed to hold safe-haven inflows during late-year risk-off moves.

Macro Conditions Favored Hard Assets

Several macroeconomic forces supported silver in 2025. Most importantly, global monetary policy shifted toward easing. The US Federal Reserve delivered multiple rate cuts by year-end, pushing real yields lower and weakening the dollar.

At the same time, inflation concerns remained unresolved. That combination historically favors tangible assets, particularly those with monetary and industrial value.

Unlike gold, silver benefits directly from economic expansion. In 2025, that dual role proved decisive.

This is a 50-Yr chart of Silver futures
The red arrow marks my 1st trade in Silver
The $50 level rejected Silver in 1981 and 2011
The price has now sliced above $50
Corrections should find support in the low $50s
Upside targets exist at $87 and eventually $200-plus$SI_F pic.twitter.com/sz076mdeP1

— Peter Brandt (@PeterLBrandt) December 13, 2025

Industrial Demand Became the Core Driver

Silver’s rally was increasingly anchored in physical demand rather than investment flows. Industrial usage accounts for roughly half of total silver consumption, and that share continues to grow.

The energy transition played a central role. Solar power remained the single largest source of new demand, while electrification across transport and infrastructure added further pressure to already tight supply.

Global silver markets recorded a fifth consecutive annual deficit in 2025. Supply struggled to respond, as most silver production comes as a byproduct of base-metal mining rather than primary silver projects.

Most of silver demand is industrial and those users don't care if the price is 5x, because silver is only a small part of their products.

Industrial demand (mainly solar) continues to rise.

Also retail demand in Asia is now INCREASING along with rising prices.

— GoldSilver HQ (@GoldSilverHQ) December 23, 2025

Electric Vehicles Added Structural Demand

Electric vehicles significantly increased silver consumption in 2025. Each EV uses 25 to 50 grams of silver, roughly 70% more than an internal-combustion vehicle.

With global EV sales rising at double-digit rates, automotive silver demand climbed into the tens of millions of ounces annually. 

Charging infrastructure amplified the trend. High-power fast chargers use kilograms of silver in power electronics and connectors.

Unlike cyclical investment demand, EV-related silver consumption is structural. Production growth directly translates into sustained physical offtake.

Silver $71 today.
Just the beginning.
I completed a detailed analysis of Samsung's new battery technology. Production begins in 2027. (Confirmed by Samsung.) Approximately 1 kg of silver will be needed per EV. And Samsung's silver-carbon batteries will also be widely used across…

— HealthRanger (@HealthRanger) December 23, 2025

Defense Spending Quietly Tightened Supply

Military demand became a less visible but increasingly important factor. Modern weapons systems rely heavily on silver for guidance electronics, radar, secure communications, and drones.

A single cruise missile can contain hundreds of ounces of silver, all of which is destroyed upon use. That makes defense demand non-recyclable.

Global military spending reached record highs in 2024 and continued rising in 2025 amid wars in Ukraine and the Middle East

Europe, the United States, and Asia all expanded procurement of advanced munitions, quietly absorbing physical silver.

Geopolitical Shocks Reinforced the Trend

Geopolitical tensions further strengthened silver’s case. Prolonged conflicts increased defense stockpiling, while trade fragmentation raised concerns about supply security for critical materials.

Unlike gold, silver sits at the intersection of national security and industrial policy. Several governments moved to classify silver as a strategic material, reflecting its role in both civilian and military technologies.

This dynamic created a rare feedback loop: geopolitical risk boosted both safe-haven investment demand and real industrial consumption.

The rise in the price of gold and silver from 2001 through 2008 was a sign of a major Fed policy error and a harbinger of the 2008 financial crisis. The current rally that began in 2024 is signaling a bigger policy error that will have even more profound consequences for the U.S.

— Peter Schiff (@PeterSchiff) December 22, 2025

Why 2026 Could Extend the Outperformance

Looking ahead, most of the drivers that powered silver price in 2025 remain in place. EV adoption continues to accelerate. Grid expansion and renewable investment remain policy priorities. Defense budgets show no signs of retreat.

At the same time, silver supply remains constrained. New mining projects face long lead times, and recycling cannot offset growing industrial losses from military use.

Gold may continue to perform well if real yields stay low. Bitcoin may recover if risk appetite improves. But neither combines monetary protection with direct exposure to global electrification and defense spending.

That combination explains why many analysts see silver as uniquely positioned for 2026.

Looks like silver is going to be a shocker for most. While a significant group of investors is still in denial and do not realize that we are in a new realities constantly waiting for a pullback, silver keeps pushing higher and higher. My immediate target is $75 – 80. Let's wait… pic.twitter.com/ni35W0lIwd

— Rashad Hajiyev (@hajiyev_rashad) December 22, 2025

Silver’s 2025 rally was not a one-off speculative spike. It reflected deep structural changes in how the global economy consumes the metal.

If current trends persist, silver’s dual role as a monetary hedge and industrial necessity could allow it to outperform both gold and Bitcoin again in 2026.

The post Why Silver Could Outperform Gold and Bitcoin in 2026 appeared first on BeInCrypto.

  •  

What are the Top Crypto Narratives Worth Paying Attention to in 2026?

Crypto’s next phase of growth is unfolding quietly, with crypto narratives shifting toward everyday use. Adoption in 2026 is increasingly shaped by how people already use crypto in daily financial life.

In an interview with BeInCrypto, representatives from CakeWallet and SynFutures explained where crypto is realistically headed over the next year. According to them, payments, savings, and risk management are replacing speculation as the main drivers of sustained activity.

Crypto as Everyday Money

One of the clearest signs of real crypto adoption heading into 2026 is its growing role as everyday money, particularly in regions where traditional financial systems are unreliable or inaccessible. 

Rather than being used for speculation, crypto is increasingly becoming a practical tool for saving, spending, and transferring value.

“The answer to this varies widely based on where in the world you are, but I see two massive cases for growth in 2026,” said Seth for Privacy, Vice President of CakeWallet. “The first is in the Global South, where demand for stablecoins has skyrocketed in the last few years.”

Crypto adoption shifts from wallet counts to weekday spending as new behavioral metrics and loyalty economics redefine what real usage means. pic.twitter.com/Hv014vx6Ej

— Kira (@Kira_Crypto247) December 22, 2025

In these regions, crypto often fills gaps left by inflation, capital controls, or weak banking infrastructure. Stablecoins, in particular, allow people to hold value in a currency that does not rapidly depreciate, while remaining easy to transfer.

“The possibility for an average person in Nicaragua, for instance, to use stablecoins like USDT in a privacy-preserving way to store wealth and pay for real needs will help to protect and shield them against malice and theft,” the executive explained.

As crypto becomes more visible, privacy also becomes more important. For users relying on crypto for daily expenses, protecting transaction data is less about ideology and more about personal safety. 

In this context, adoption is driven by necessity rather than enthusiasm, and growth continues regardless of market cycles.

As these use cases mature, the tools supporting them—especially stablecoins—are becoming increasingly central to how crypto functions globally.

Stablecoin Yield and Payments

While stablecoins have long been associated with emerging markets, their role is expanding rapidly across more developed economies as well. In 2026, they are increasingly positioned as a core financial tool rather than a temporary bridge between crypto and fiat.

“By far the biggest market left untapped today is the West,” Seth said. “Many people have overlooked the usefulness of stablecoins due to easy access to banking and fiat on-ramps.”

Our 2026 Infra Year Ahead Report is out now!

Stablecoins have become the most important infrastructure story in crypto.

Every fintech wave promised to fix payments but just layered better UX on the same infrastructure. Revolut and Nubank delivered better experiences while… pic.twitter.com/zEhC6sndmv

— Delphi Digital (@Delphi_Digital) December 17, 2025

However, that perception may shift as users begin to compare the speed and simplicity of stablecoin transfers with traditional financial rails. For many, the appeal lies in avoiding delays, fees, and unnecessary intermediaries.

“Once these users grasp how much easier it is to move back and forth between something like Bitcoin and USDT instead of fiat, the pace of adoption will escalate exponentially,” he added. 

Stablecoins are increasingly shaping how on-chain financial activity functions. More users will likely be attracted to stablecoins for passive income in 2026, tapping into DeFi yield.

“Stablecoins are becoming the base layer of DeFi trading and derivatives markets,” said Wenny Cai, COO at SynFutures. She added that, rather than sitting idle, these assets are increasingly used as active balances. Users are beginning to treat stablecoins as “working capital—funds that are actively deployed, not just parked.”

This shift in how value is held and moved is also changing how users interact with crypto beyond simple payments.

When Usage Becomes Intentional

As crypto markets mature, user behavior is changing alongside them. Instead of chasing short-term price movements, many users are focusing on using crypto in more controlled and intentional ways.

“We’ll see them shift to using crypto as money, finally!” Seth told BeInCrypto. “When speculation dies down and prices stabilize, we will continue to see massive growth in usage of crypto to actually pay for goods and services.”

At the same time, some users are engaging with tools that allow them to better manage exposure and uncertainty. According to Cai, retail users in 2026 are gravitating toward active capital management, not passive speculation.

Rather than overdiversifying, users are narrowing their focus.

“Instead of buying and holding dozens of tokens, users increasingly prefer to trade major assets with leverage, hedge downside risk, or deploy structured strategies—all on-chain,” she explained.

While the underlying mechanics can be complex, the motivation is straightforward. Users want more control, clearer outcomes, and fewer surprises.

As user behavior evolves, adoption is also broadening across different groups and industries.

DeFi and TradFi Integration

Crypto adoption in 2026 is not limited to a single demographic

Instead, it spans individuals, businesses, and professional market participants, each driven by different needs.

“The biggest overall growth is still happening in the Global South, where real people have real needs today, not just a desire to speculate,” Seth explained. “Poor access to banking, rapidly depreciating fiat currencies, and harsh remittance controls make these countries especially ready to accelerate their usage of crypto in 2026.”

"But no one uses it as money!"

For years, skeptics dismissed Bitcoin with the same tired line: "No one actually uses it for payments."

That argument no longer stands up under scrutiny.

As of mid-December 2025, there are now 24,113 verified bitcoin-accepting merchants… pic.twitter.com/xpL00iY8cp

— Alex Stanczyk ∞/21m (@alexstanczyk) December 17, 2025

In parallel, professional users are increasingly integrating crypto tools into existing operations.

“Beyond fintech, trading firms, digital asset managers, and online brokerages are leading adopters of DeFi tools in 2026,” Cai said.

What has changed is readiness. Infrastructure has improved, platforms are more stable, and tools now support consistent, high-volume activity. As a result, adoption is no longer framed as experimentation but as a practical business decision.

Yet even as adoption broadens, one challenge continues to shape how far crypto can realistically expand.

Platforms that Make Crypto Easy to Use

Across both interviews, one common conclusion stands out: the main barrier to broader adoption is no longer technical capability, regulation, or liquidity.

“Absolutely user experience,” said Seth when asked what would most unlock crypto’s growth in 2026. “For too long, crypto tools have been built ‘by nerds and for nerds’.”

Cai echoed that view from the trading side

“The infrastructure works, liquidity exists, and demand is proven—but advanced trading tools still feel intimidating to many users,” she said.

As crypto enters its next phase, success will increasingly depend on clarity and simplicity. Platforms that make powerful tools feel intuitive and safe are likely to capture sustained usage.

In 2026, the crypto narratives that matter most may be the ones users barely notice—because they simply work.

The post What are the Top Crypto Narratives Worth Paying Attention to in 2026? appeared first on BeInCrypto.

  •  

Ethereum Nears $3,000 as Bitmine Expands Holdings to 4 Million ETH

Ethereum is once again attempting to reclaim the $3,000 level after several failed efforts this month. ETH briefly pushed higher during early trading but continues facing resistance amid fragile broader market conditions. 

Despite muted momentum, on-chain data suggests investors may be positioning to support a potential recovery.

Ethereum Holders Continue To Grow

Ethereum’s network growth has surged to a four-year and seven-month high. This metric reflects the pace at which new addresses are joining the network. The increase signals renewed interest at current price levels, even as ETH struggles to break higher.

Rising network growth often introduces fresh capital. New participants expand liquidity and strengthen demand foundations. For Ethereum, this trend is particularly important as price recovery depends on sustained inflows rather than short-term speculative trading. Strong address growth suggests long-term confidence remains intact.

Want more token insights like this? Sign up for Editor Harsh Notariya’s Daily Crypto Newsletter here.

Ethereum Network Growth
Ethereum Network Growth. Source: Santiment

Bitmine Could Be Aiding Price Recovery

A major contributor to this growth is Bitmine. The firm has quickly accumulated Ethereum through its treasury strategy. Bitmine now holds approximately 4.066 million ETH, representing 3.37% of the total supply within six months.

The company has publicly targeted ownership of 5% of all ETH, a move that could further tighten circulating supply and support price appreciation.

Macro indicators present a mixed backdrop. The MVRV Long/Short Difference remains at low negative levels, indicating neither long-term holders nor short-term traders are currently in profit. This lack of profitability often slows transaction activity, as participants hesitate to move assets at a loss.

Low profit conditions can suppress velocity across the network. However, such environments also reduce sales pressure. If broader macro conditions improve, long-term holders typically act as stabilizers. Their reluctance to sell at unfavorable prices can provide a base for recovery when demand returns.

Ethereum’s current setup reflects this balance. Weak profitability limits enthusiasm, yet it also prevents aggressive distribution. A positive external catalyst could shift sentiment quickly, allowing stronger hands to absorb supply and push ETH higher.

Ethereum MVRV Long/Short Difference
Ethereum MVRV Long/Short Difference. Source: Santiment

ETH Price Faces Its Challenge

Ethereum trades near $2,968 at the time of writing, sitting just below the $3,000 resistance. The level has capped price action repeatedly in recent weeks. Continued failure to reclaim it keeps ETH vulnerable to volatility and short-term pullbacks.

To revisit December’s high of $3,447, ETH requires a recovery of roughly 16%. The first hurdle remains $3,131, a key resistance zone. Sustained network growth and continued accumulation by large entities like Bitmine could provide the buying pressure needed to reach this level.

ETH Price Analysis.
ETH Price Analysis. Source: TradingView

Downside risks persist if Ethereum fails to secure $3,000 as support. A rejection could send the price back toward $2,798, a level previously tested. Given ETH’s tendency for sharp moves in this range, a breakdown could accelerate losses before stability returns.

The post Ethereum Nears $3,000 as Bitmine Expands Holdings to 4 Million ETH appeared first on BeInCrypto.

  •  

Three Financial Giants Predict Why Crypto Faces Its Hardest Test Yet in 2026

This year, crypto looked less like an experiment and more like a maturing market, shaped by institutional consolidation, faster-moving regulation, and growing macroeconomic pressure. 

As the industry moves toward 2026, its direction will depend on which assets can withstand institutional scrutiny and how recession risk, monetary policy shifts, and stablecoin adoption reshape crypto’s place within the dollar-based financial order.

Institutional Capital Forces Crypto Consolidation

Throughout 2025, BeInCrypto spoke with veteran investors and leading economists to assess where the crypto industry is headed and what lies ahead for a sector long defined by uncertainty.

Shark Tank investor Kevin O’Leary starts from a simple premise. As institutional capital moves in, crypto shifts away from endless token hunting and toward a narrow set of assets that can justify long-term allocation.

He pointed to his own experience as a case study. O’Leary began as a crypto skeptic, but as regulation started to take shape, he chose to gain exposure.

At first, that meant buying broadly. His portfolio grew to 27 tokens. He later concluded that the approach was excessive. Today, he holds just three cryptocurrencies, which he said are more than enough for his needs.

“If you statistically look at the volatility of just Bitcoin and Ethereum and a stablecoin for liquidity… That’s all I need to own,” O’Leary told BeInCrypto in a podcast episode.

For O’Leary, each asset serves a specific function. He described Bitcoin as an inflation hedge, often comparing it to digital gold defined by scarcity and decentralization. 

Ethereum, by contrast, serves not as a currency but as core infrastructure for a new financial system, with long-term growth tied to its technology. Stablecoins, he noted, were held for flexibility rather than upside.

🦈 Kevin O’Leary says Ethereum is not just a trend but a market shift.

What drives this shift: scalability, trust, or something bigger? pic.twitter.com/yLV5sE7Bhi

— BeInCrypto (@beincrypto) September 9, 2025

That framework informs his outlook for 2026. As regulation advances and institutional participation deepens, O’Leary expects capital to concentrate around Bitcoin and Ethereum as the market’s core holdings. Other tokens will struggle to justify sustained allocation and will compete largely on the margins.

In that environment, crypto investing shifts away from speculation and toward disciplined portfolio construction, closer to how traditional asset classes are managed.

But even as investors narrow their holdings, the issue of who ultimately controls crypto’s monetary rails is becoming more complicated.

Dollar Control Moves Onchain

While investors like O’Leary focus on narrowing exposure, Greek economist and former finance minister Yanis Varoufakis pointed to a different shift.

In a BeInCrypto podcast episode, he argued that control over crypto’s monetary infrastructure is tightening, particularly as stablecoins move under closer state and corporate oversight.

Varoufakis pointed to recent US policy as a turning point. By advancing legislation such as the GENIUS Act, Washington is embracing a stablecoin-based extension of the dollar system. Rather than challenging the existing financial order, stablecoins are being positioned to reinforce it.

Wall Street’s next move to control crypto https://t.co/ixPa4ZoOZh

— Yanis Varoufakis (@yanisvaroufakis) October 30, 2025

He linked this approach to the logic of the so-called Mar-a-Lago Accord, which seeks to weaken the dollar’s exchange value while preserving its dominance in global payments. That contradiction sits at the center of his concern.

Varoufakis warned that this model outsources monetary power to private issuers, increasing financial concentration while reducing public accountability. The risks, he said, extend beyond the US, as dollar-backed stablecoins spread across foreign economies.

“As we speak, there are Malaysian companies, Indonesian companies, and companies here in Europe that increasingly use Tether… which is a huge problem. Suddenly, these countries… end up with central banks that do not control their money supply. So their capacity to effect monetary policy diminishes and that introduces instability,” Varoufakis said in a BeInCrypto podcast episode.

Looking ahead to 2026, he described stablecoins as a systemic fault line. 

A major failure could trigger a cross-border financial shock, exposing crypto’s deepest vulnerability, not volatility, but its growing entanglement with legacy power structures.

These risks remain largely theoretical in calm conditions. The real test comes when growth slows, liquidity tightens, and markets begin to strain.

Former economic advisor to Ronald Reagan, Steve Hanke, warned that such a stress test is approaching.

Economic Slowdown Stress Tests Markets

In a BeInCrypto podcast episode, the Johns Hopkins professor of applied economics said the US economy is heading toward a recession, driven not by inflation but by policy uncertainty and weak monetary growth.

Hanke pointed to inconsistent tariff policy and expanding fiscal deficits as key drags on investment and confidence. 

“When you have that, investors that are investing in, let’s say, a new factory or something, hunker down and say, ‘well, we’re going to wait and let the dust settle to see what’s going to happen.’ They stop investing,” Hanke said.

As economic conditions deteriorate, Hanke expects the Federal Reserve to continue to respond with looser monetary policy.

He did not address crypto directly. His macro outlook, however, defines the conditions under which crypto will be tested.

Tight liquidity followed by sudden easing has historically exposed weaknesses across financial markets, particularly in systems reliant on leverage or fragile confidence.

For crypto, the implication is structural rather than speculative. 

In an environment shaped by recession risk and policy volatility, stress reveals what growth conceals. What endures is not what expands fastest, but what is built to withstand contraction.

The post Three Financial Giants Predict Why Crypto Faces Its Hardest Test Yet in 2026 appeared first on BeInCrypto.

  •  

Russia Plans New Crypto Regulation for 2026

The Central Bank of Russia unveiled a long-awaited conceptual framework to regulate crypto trading on December 23, marking a decisive shift from ad-hoc restrictions toward a structured, licensed market.

Under the proposal, cryptocurrencies and stablecoins will be legally recognized as currency values that can be bought and sold. However, they remain prohibited as a means of payment inside Russia. 

What the New Framework Introduces

The central bank submitted its legislative proposals to the Government of Russia for review.

The announcement marks the largest effort yet to bring crypto activity under formal financial supervision, while maintaining strict controls on retail risk and capital flows.

The proposal establishes a two-tier investor model, separating retail and professional participants.

Non-qualified investors will be allowed to purchase only the most liquid cryptocurrencies, as defined in future legislation. 

Access will require passing a mandatory risk-knowledge test, and purchases will be capped at 300,000 rubles per year.

Qualified investors will face fewer restrictions. They will be permitted to buy any cryptocurrency except anonymous tokens whose smart contracts conceal transaction data. 

Volume limits will not apply, although risk-awareness testing remains mandatory.

The central bank emphasized that cryptocurrencies remain high-risk instruments, citing volatility, lack of sovereign backing, and sanctions exposure.

Russia is leading Europe in crypto use, over $376B moved in a year, says Chainalysis.

While others talk about regulation, Russians are actually using crypto for real needs; trading, saving, and moving money fast.

Quiet adoption, big numbers. pic.twitter.com/2XcmYx8ioB

— Tom Tucker (@WhatzTheTicker) October 16, 2025

How This Differs From Russia’s Current Stance

Until now, Russia’s crypto policy has been fragmented. Ownership and trading were legal in practice but lacked a clear regulatory pathway. 

Retail access operated in a gray zone, intermediaries faced uncertainty, and enforcement relied on informal restrictions rather than explicit market rules.

The new concept formalizes what was previously tolerated, while sharply narrowing how retail investors can participate. 

It also confirms that Russia will regulate crypto activity through existing financial infrastructure, allowing exchanges, brokers, and trust managers to operate using their current licenses. Additional requirements will apply to crypto-specific depositaries and exchange services.

The framework also clarifies cross-border rules. Russian residents will be allowed to buy crypto abroad using foreign accounts and transfer crypto overseas through Russian intermediaries, provided they notify tax authorities.

Timeline and Enforcement

The central bank plans to finalize the legislative base by July 1, 2026. From July 1, 2027, illegal crypto intermediation will trigger liability comparable to penalties for illegal banking activity.

This phased approach gives market participants time to align with licensing, disclosure, and compliance requirements.

How Russia’s Approach Compares Globally

AreaRussia (BoR Concept)EU (MiCA)United States
Legal statusInvestment asset (“currency value”), not paymentRegulated crypto marketFragmented federal & state oversight
Retail accessAllowed with testing and strict capsAllowed via disclosure regimeBroad, no federal caps
IntermediariesExisting licenses + added crypto rulesMandatory CASP licensingMulti-agency framework
StablecoinsTradable, payment banHeavily regulatedFederal stablecoin law in place
EnforcementPhased, starts 2027Already activeOngoing agency enforcement

Overall, Russia is not liberalizing crypto in the Western sense. 

Instead, it is moving crypto out of the gray market, tightening supervision, limiting retail exposure, and positioning regulated crypto trading as an extension of its traditional financial system.

The post Russia Plans New Crypto Regulation for 2026 appeared first on BeInCrypto.

  •  

Solana Eyes Recovery as Investors Quitely Accumulate $345 Million Worth of SOL

Solana slipped out of last week’s consolidation after failing to sustain upside momentum, delaying a recovery toward $150. SOL has since traded cautiously, awaiting stronger confirmation. 

Recent on-chain and institutional activity suggests investors are positioning for a rebound, potentially setting the stage for renewed price strength into year-end or early January.

Solana Holders Have The ETF Leash

Solana’s ecosystem is introducing a novel catalyst through on-chain “Creator ETFs,” also known as Bands, launched via Bands.fun. These products differ from traditional exchange-traded products. They operate directly on the Solana blockchain as programmable portfolios curated by creators, analysts, or influencers.

Creator ETFs can bundle tokens or NFTs and rebalance automatically based on a predefined rule. Increased adoption could lift on-chain activity and transaction volume. Higher network usage often supports price recovery by strengthening demand for SOL as a utility asset.

Institutions See Potential

Exchange balance data adds another constructive signal. Solana balances on centralized exchanges have dropped sharply over the past 10 days. During this period, investors accumulated roughly 2.65 million SOL, valued at $345 million.

Declining exchange balances typically indicate accumulation rather than distribution. Holders appear willing to move assets into self-custody, reducing immediate sell pressure. This behavior suggests confidence in Solana’s longer-term outlook and supports the case for stabilization following recent weakness.

Want more token insights like this? Sign up for Editor Harsh Notariya’s Daily Crypto Newsletter here.

Solana Exchange Balance
Solana Exchange Balance. Source: Glassnode

Institutional sentiment toward Solana remains resilient despite broader market uncertainty. CoinShares’ weekly report shows SOL attracted $48.5 million in inflows for the week ending December 20. Month-to-date inflows now stand at $117.6 million.

These allocations indicate sustained institutional interest. Professional investors often accumulate during consolidation phases. Continued inflows can help offset retail selling and provide a foundation for recovery when market conditions improve.

Solana Institutional Flows.
Solana Institutional Flows. Source: CoinShares

SOL Price Is Aiming At Recovery

Solana trades near $124 at the time of writing, sitting below the $126 resistance. The combination of on-chain innovation, exchange outflows, and institutional inflows could support a recovery attempt by late December or early January.

A break above $126 would be an initial confirmation. Reclaiming $130 would further strengthen sentiment. The key upside target sits near $136. Clearing this level would signal progress toward recouping losses recorded earlier this month.

Solana Price Analysis.
Solana Price Analysis. Source: TradingView

Downside risks persist if selling resumes or broader markets weaken. Solana’s price dropping below $123 could expose the $118 support. Losing that level would invalidate the bullish thesis and delay any recovery driven by ecosystem or institutional catalysts.

The post Solana Eyes Recovery as Investors Quitely Accumulate $345 Million Worth of SOL appeared first on BeInCrypto.

  •